Prof dr Chairuddin Rasjad PhD SpB SpOT (K) merupakan Guru Besar Purna Bakti Fakultas Kedokteran (FK) Unhas sekaligus seorang dokter ortopedi pertama di Makassar, bahkan di Indonesia Timur. Ia kemudian menghembuskan napas terakhirnya pada 3 Oktober lalu.
Ortopedi adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tentang cedera akut, kronis, trauma, dan gangguan sistem muskuloskeletal yang terdiri dari otot, jaringan ikat, saraf, tulang, dan sendi.
Pria kelahiran Watansoppeng, 2 Mei 1940 itu memulai perjalanannya dibidang kedokteran di FK Unhas pada 1958. Ia lalu melanjutkan pendidikan spesialis ahli bedah dan sub spesialis ahli bedah ortopedi di Universitas Indonesia (UI) pada 1970 dan 1973. Lalu mendapat gelar PhDnya di Medical Science, Hiroshima University School of Medicine, Jepang pada 1991.
dr Chairuddin bersama tiga teman lainnya, yaitu Prof Joko Rushadi dari Surabaya, Prof Ahmad Joyo Sugito dari Bandung, dan Prof Errol Untung Hutagalung dari Jakarta adalah pelopor ortopedi di Indonesia. Mereka mendapat bantuan sekolah ahli bedah ortopedi dari Care Medico di Jakarta. Keempatnya kemudian mendapat sertifikat ahli ortopedi dari Care Medico America yang ditandatangani oleh Chairman Overseas of Care Medico, dr Ronald Beetham dari Australia.
Pada 2000, Prof Khae (red: sapaan akrabnya), menerbitkan buku pengantar ilmu bedah ortopedi. Buku itu kemudian menjadi rujukan semua mahasiswa kedokteran yang mengambil spesialis bedah ortopedi di Indonesia, bahkan hingga sekarang buku tersebut telah mencapai cetakan kedelapan.
Menurut kesaksian Rektor ke-11 Unhas sekaligus mahasiswa Prof Khae kala itu, Prof Dr dr Idrus Andi Paturusi SpB SpOT (K) mengatakan, semasa hidup Prof Khae aktif menjalin hubungan dengan komunitas luar negeri, terutama Jepang.
“Atas jasanya itu, 30 mahasiswa FK mendapat beasiswa untuk melanjutkan pendidikan doktornya di Jepang,” tuturnya saat ditemui di Departemen Ilmu Bedah Ortopedi Unhas, Sabtu (15/10).
Idrus juga menuturkan, Prof Khae memiliki sikap dan karakter yang pekerja keras, tegas, dan visioner. Hal tersebut membuat para mahasiswanya menjadikan ia sebagai sosok panutan yang dihormati.
“Semangat pendidik dan semangat bekerja membuatnya menjadi sosok yang perlu diteladani,” kenangnya.
Semasa hidupnya, setiap pagi Prof Khae sering kali bersepeda di sekitar kompleks rumahnya. Menurut keterangan Prof Idrus, selama di negeri sakura pun, Prof Khae juga mengayuh sepedanya untuk berangkat ke rumah sakit saat menjadi mahasiswa.
Penampilannya yang sederhana cukup menggambarkan sikapnya yang dermawan. Kesenangannya dalam membayarkan mahasiswa dan koleganya itu terlihat saat ratusan mahasiswa Malaysia yang belajar di FK Unhas.
Saat Prof Khae telah pensiun sebagai dosen Unhas pun, ia masih setia datang ke Departemen Ilmu Bedah Ortopedi di Rumah Sakit Unhas. “Sewaktu Prof Khae masih sehat, ia rutin berkunjung ke sini,” jelas Mantan Dekan FK Unhas ini.
Keaktifan Prof Khae dalam ilmu bedah terlihat dari banyaknya prestasi dan penghargaan yang pernah ia raih, seperti The Japan Orthopaedic and Traumatology Foundation, Inc, Japan pada 1999, The Arthur Eyre-Brook Gold Medal From Word Orthopaedic Concern (WOC), London pada 2005, 50 years Medical Faculty Unhas pada 2005, dan 50 Years Hasanuddin University pada 2006.
Walaupun Prof Khae telah tiada, semangat dan kenangannya masih bisa dirasakan para mahasiswa, kolega, maupun orang yang mengenal beliau semasa hidupnya. Jasanya akan kebangkitan Ilmu Bedah Ortopedi di Unhas dan Indonesia pun membuatnya patut dikenang.
Achmad Ghiffary M