Tepat pada 23 Maret 1963 lalu, Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Universitas Hasanuddin (Unhas) resmi terbentuk. Berdirinya organisasi ini salah satunya diprakarsai oleh Prof dr HAM Akil SpPD-KGEH yang kala itu dimandatkan sebagai Ketua Dewan Pembina. Ia merupakan Guru Besar Gastroenterologi Hepatologi Fakultas Kedokteran Unhas.
Pria bernama lengkap Ambo Mai Akil lahir di Wajo, 15 Mei 1938. Sayangnya, Akil harus menanggung pahitnya nasib sebagai seorang yatim piatu sejak usia belia. Dalam bimbingan pamannya, ia pun berusaha keras menempuh pendidikannya sambil merintis langkah-langkah baru untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Perjalanannya sebagai dokter bermula ketika Akil memasuki gerbang Fakultas Kedokteran Unhas yang saat itu masih bermarkas di Baraya. Dengan semangat yang tak kenal lelah, ia kembali melanjutkan pendidikan Spesialis Bidang Penyakit Dalam di Universitas Airlangga dan berhasil lulus pada 1973.
Menurut putrinya, Dr dr Fardah Akil SpPD-KGEH, kedisiplinan seorang Akil tercermin dari cara mendidiknya. Ia senantiasa menanamkan nilai-nilai agama dan memberi pendidikan yang kokoh kepada anak-anak. Tak lupa, Akil juga selalu mengingatkan mereka agar mengawali setiap aktivitas dengan niat yang tulus dan menyerahkan hasilnya kepada Sang Pencipta.
Kedisiplinan yang terbentuk sejak kecil membuat Akil cukup taat pada prinsip moral dan hukum yang berlaku. Dirinya pun tak segan mempertahankan kebenaran dan menentang segala bentuk ketidakadilan.
“Kalau sebagai orang tua, ia cukup hangat bagi anak-anaknya, tetapi lebih banyak seriusnya. Sedikit berbeda jika menjadi kakek bagi cucu-cucunya, ia lebih gembira,” tutur Fardah.
Sifat religius Akil tercermin dari kebiasaannya mengamalkan salat tahajud dan salat fajar tepat waktu. Kala senggang, ia meluangkan waktunya untuk berzikir, tadarus, dan suka membaca buku.
Tidak banyak pula orang tahu jika Akil memiliki kebiasaan unik, yaitu lebih menyukai masakan rumah. Fatma, anak sulungnya mengenang kebiasaan bersama ayahnya itu ketika Akil pulang dari kampus atau sebelum membuka praktek.
Pria yang acap kali disapa sebagai Ambo ini juga dikenal sebagai sosok pekerja keras, dibuktikan dengan kesibukannya sebagai Dosen FK Unhas dan berpraktek sebagai dokter penyakit dalam. Meski demikian, profesi tersebut tidak menghalangi Akil meluangkan waktu untuk keluarganya.
“Kalau misalnya ada waktu kosong, almarhum selalu mengusahakan untuk bisa keluar bersama-sama makan atau kalau saya dari kecil biasa ke toko buku di akhir pekan,” kenang Fardah.
Selain itu, Akil juga pernah menjabat sebagai Dekan FK Unhas periode 1980-1986 dan Pembantu Rektor II Bidang Administrasi Umum ketika Prof Basri Hasanuddin menjadi Rektor Unhas pada 1989-1993.
Nama Akil bahkan sempat mencuat sebagai calon Rektor Unhas periode 1993-1997 ketika Senat Universitas merekomendasikannya kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, Dr Ing Wardiman Djojonegoro. Ia pun bersaing dengan tokoh-tokoh penting lainnya seperti, Prof Basri Hasanuddin, Prof Burhamzah, Prof Husen Abas, dan Prof Dr Mattulada. Meski demikian, Wardiman masih mempercayakan jabatan tersebut kepada Prof Basri hingga 1997.
Diketahui, Akil masih menyimpan banyak impian besar yang belum terwujud. Dilansir dari majalah Halo Internis PB PAPDI edisi Desember 2013, Akil ingin menyatukan visi dan misi Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo dan Rumah Sakit Pendidikan Unhas agar keduanya bisa bersinergi sebagai rumah sakit pelayanan dan pendidikan terbaik di Indonesia Timur.
Ia juga bercita-cita menulis buku tentang sejarah kedokteran di Unhas, berbagi pengalaman dalam membangun pendidikan kedokteran, dan menyusun buku ajar divisi gastroentero-hepatologi di Makassar. Mirisnya, sejumlah impian itu belum sempat diwujudkan sampai ajal menjemputnya.
Menjelang wafat, Akil nampak beraktivitas seperti biasanya di pagi hari. Namun tidak terduga, dirinya tiba-tiba jatuh di kamar mandi dan sesaat setelah itu ia diketahui mengidap stroke. Akil pun lalu dilarikan ke rumah sakit dan mendapat perawatan intensif selama 77 hari.
Sebelum berpulang, Akil sempat mengucapkan syahadat sebanyak tiga kali walau hanya gerakan bibirnya. Hingga akhirnya, Guru Besar Kedokteran Unhas itu pun menghembuskan nafas terakhir pada Jumat, 26 April 2013 pukul 00.30 WITA pada usia 78 tahun di RS Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Walau raganya telah pergi untuk selamanya, namun jasa-jasanya di bidang penyakit dalam dan Spesialis Hastroenterologi Hepatologi tetap abadi dalam kenangan orang-orang terdekatnya, terutama di kalangan Sivitas Akademika Unhas.
Muhammad Nur Ilham