“Beda masa, beda cara” Begitulah gambaran pemilihan rektor Unhas selama ini.
April 2022, Unhas bakal mengganti nahkoda baru. Rektor baru. Proses pemilihannya pun berbeda dari sebelum-sebelumnya. Hal ini dikarenakan, sejak 16 Januari 2017 resmi berganti status dari Badan Layanan Umum (BLU) ke PTN-Berbadan Hukum, dan hingga sekarang telah ada 12 perguruan tinggi berbadan hukum.
Terdapat perbedaan mekanisme pemilihan rektor pada PTN-BH, dengan PTN yang masih berstatus BLU, PTN Satuan Kerja Kementerian (Satker) dan PTN-Baru. Tata cara tahap penjaringan dan penyaringan diatur dalam statuta PTN masing-masing.
Pemilihan Rektor di Unhas, memiliki cerita tersendiri. Dalam sejarahnya, sebelum mengajukan nama kepada Menteri Pendidikan Nasional, calon rektor ditentukan sepenuhnya oleh suara Senat Universitas. Mereka terdiri dari guru besar, dekan dan dua perwakilan dosen dari tiap fakultas. Suara dosen, mahasiswa, dan pegawai yang menjadi bagian dari masyarakat kampus tak berperan banyak. Penyeleksian bakal calon rektor dilakukan secara perwakilan atas kesepakatan bersama.
Aturan itu kemudian berubah saat pencalonan kedua Prof Dr Ir Radi A Gani, tepatnya 2001 beriringan dengan awal berisiknya sistem demokrasi di Indonesia. Berdasarkan surat keputusan Universitas Hasanuddin No. 4962/KP.35/2001, pemilihan di tingkat senat dilakukan secara langsung atau dengan sistem pemungutan suara. Gagasan ini dimotori oleh Lektor dan Asisten (Sebuah forum dosen dan asisten). Untuk mengusulkan ide ini, mereka harus mengumpulkan 800 tandatangan dosen yang menyepakati pemilihan langsung.
Namun aturan ini dinilai memunculkan aliansi pendukung sesuai dengan disiplin ilmu atau berdasarkan kesamaan suku seperti kelompok Bosowa (Bone, Soppeng, Wajo), Ajatappareng (Pare-pare, Barru, Sidrap) dan Makassar. Radi yang saat itu pernah menjabat sebagai Bupati Bone dan lahir di Soppeng menggaet suara lebih banyak dari Bosowa, ditambah lagi solidaritas dari sektor Agrokompleks (Pertanian, Pertanian, Kehutanan, Perikanan dan Kelautan). Sehingga muncul nggapan, terpilihnya rektor saat itu bukan atas misi bersama tapi seberapa kuat solidaritas disiplin ilmu dan kedarahan.
Tak jauh berbeda, pada pemilihan Prof Dr Ir Idrus Paturusi Sp B Sp Ot (K). Pada terbitan identitas awal September 2005, pemilihan saat itu melibatkan semua civitas akademica Unhas meskipun yang mengetuk palu pengajuan calon rektor masih ditangan senat. Kala itu, Unhas membentuk Komisi Pemilihan Calon Rektor Unhas (KPCR), tugasnya mencatat bakal calon (balon) rektor dari dosen dan mahasiswa.
Lalu nama-nama yang diusulkan tersebut akan diseleksi berdasarkan aturan statuta Unhas. Setelah diseleksi, balon rektor akan diumumkan dan meminta saran dari dosen dan mahasiswa. Baru kemudian melakukan pemilihan langsung oleh seluruh dosen ditingkat fakultas. Memasuki periode kedua pemilihan Idrus, keterlibat dosen dikurangi, yaitu hanya terdaftar sebagai anggota senat saja. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir konflik antara tim sukses.
Drama sukesi rektor pun kembali terjadi saat pemilihan Prof Dwia Aries Tina Pulubuhu MA (2014). Keputusan menetapkan rektor tidak lagi 100 persen dari Manteri, melainkan ada pembagian. Di mana, Senat sebanyak 65 dan Menteri 35 persen. “Dulunya suara ini 100 persen dari Kementerian. Namun, karena ingin menghargai pemikiran dari guru besar di internal kampus, maka kami berlakukan aturan tersebut,” kata Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen Pendidikan Tinggi, Dr Ir Illah Sailah MS pada bundel identitas tahun 2014.
Namun, saat Dwia terpilih, Wardinan yang menjadi rivalnya turut menggugat. Kata salah satu anggota senat, Prof Dr Aswanto SH MSi, permasalahan pemilihan saat itu akibat tidak diterapkannya aturan dengan baik. Jika disesuaikan dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 33 Tahun 2012, maka Menteri hanya menyumbang 100 suara, sedangkan pada Pilrek terdapat 155 suara.
Pada pemilihan Rektor Unhas periode 2018-2022, Dwia secara aklamasi diputuskan menjabat sebagai Rektor Unhas untuk kedua kalinya oleh seluruh anggota MWA. Walaupun kala itu, anggota MWA hanya berjumlah 18 orang. Lantaran belum adanya wakil dari mahasiswa.
Unhas kini menanti rektor baru setelah Dwia. Di mana pemilihan rektor tengah memasuki tahapan seleksi syarat administratif para bakal calon Rektor sampai 15 September 2021. “Kalau sudah lolos seleksi maka bakal calon akan diundang untuk melakukan pemeriksaan kesehatan di hadapan majelis dokter yang dibentuk panitia, pemeriksaan lengkap termasuk psikotes,” jelas Ketua Umum P2R, Prof Syamsul Bachri dalam wawancara, Selasa (24/8).
Setelah proses ini selesai, Bakal Calon akan ditetapkan sebagai Bakal Calon Rektor yang ditetapkan oleh MWA, kemudian disampaikan ke Senat Akademik untuk dilakukan penyaringan.
Selanjutnya, balon akan memaparkan kertas kerja dihadapan sivitas akademika yang akan dilakukan di empat zona, yakni Agrokompleks, Medikalkompleks, teknik, dan Fiskompleks, dari tanggal 1 sampai 25 Oktober 2021.
“Di situ akan kita dilihat bagaimana pemaparan visi misi, wawasan, nasional dan internasional terhadap pengembangan Unhas oleh masing-masing bakal calon rektor,” ucap Guru Besar Hukum Unhas ini.
Pemilihan rektor periode ini akan melibatkan mahasiswa melalui Ketua BEM tingkat universitas. Anggota MWA Unhas yang berjumlah 19 orang, terdiri atas unsur masyarakat 3 orang, unsur dosen 8 orang, unsur tenaga kependidikan 2 orang, dan ex-officio 6 orang.
“Ada perwakilan mahasiswa yakni Ketua BEM. Ketua BEM ini termasuk ex-officio, tertulis di dalam SK,” lanjutnya, dikutip dari identitasunhas.com.
Proses penyaringan dilakukan dengan pemungutan suara dengan metode satu anggota satu suara, setelah bakal calon rektor menyajikan dan mendiskusikan visi dan misi serta program pengembangan Unhas dihadapan panelis, anggota Senat Akademik (SA) dan sivitas akademika Unhas.
Tiga calon Rektor terpilih berdasarkan suara terbanyak ditetapkan oleh SA, kemudian disampaikan ke MWA. Di dalam MWA, akan dilakukan pemilihan rektor dan pengesahan rektor dengan dua cara pemilihan yakni melalui musyawarah dengan aklamasi atau pemungutan suara.
Bila melakukan pemungutan suara, maka melibatkan anggota MWA yang terdiri dari 19 orang, di mana satu orang mempunyai satu suara dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi memiliki suara 35 persen. Dan sesuai dengan aturan pemilihan Rektor Unhas Nomor 1/UN4.0/2021, Ketua SA dan Rektor tidak memiliki hak suara. Maka total yang akan memilik yakni 17 orang. Sangat mengharapkan pemilihan rektor Unhas berjalan dengan baik dan rektor yang terpilih betul-betul keinginan dari sivitas akademika Unhas.
San/Sal