Prof Dr Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA menjabat kembali sebagai Rektor Unhas untuk kedua kalinya pada periode (2018-2022). Pada masa jabatanya, Dwia diangkat sebagai Komisaris Independen PT Vale Indonesia, yang kala itu berlangsung di Jakarta pada September 2020.
Padahal pada Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia (RI), Nomor 53 Tahun 2015 tentang Statuta Unhas, pasal 27 Ayat 4 dituliskan. Rektor dilarang merangkap jabatan pada : (a) Organ lain di lingkungan Unhas. (b) Badan hukum pendidikan lain dan Perguruan Tinggi lain. (c) Lembaga pemerintah pusat atau pemerintah daerah. (d) Badan usaha di dalam maupun diluar Unhas; dan/atau. (E) Institusi lain yang dapat menimbulkan pertentangan kepentingan dengan kepentingan Unhas.
Guru Besar Fakultas Hukum Unhas, Prof Dr Aminuddin Ilmar SH M Hum mengatakan Rektor Unhas melanggar statuta universitas. “Sepanjang belum berubah rektor dinyatakan melanggar ketentuan tentang penetapan statuta universitas,” tegasnya.
“Kalau kita berkaca pada kasus UI, yang tadinya terlarang menjadi tidak terlarang sebab statutanya berubah. Nah sekarang, apakah Unhas akan melakukan perubahan statuta, terserah sama MWA,” jelas Aminuddin Ilmar saat diwawancara melalui telepon, Jumat (13/8).
Kasubdit Humas dan Informasi Publik Direktorat Komunikasi Unhas, Ishaq Rahman mengatakan perlu interpretasi dalam memahami aturan ini. “Definisi rangkap jabatan ini harusnya dioperasionalisasikan dengan cermat,” katanya, Selasa (29/6)
Dia menjelaskan komisaris melakukan fungsi pengawasan bukan fungsi eksekutif. Sesuai dengan PP RI Nomor 6 Tahun 1974 tentang Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri Dalam Usaha Swasta pasal 3 ayat 2 dituliskan tidak dibenarkan untuk rangkap jabatan di pemerintahan, kecuali untuk penugasan sebagai pengawas dalam perusahaan.
”Majelis Wali Amanat (MWA) dan Mendikbud mengizinkan, serta Kemenpanrb tidak melarang,” tulis Ishaq dalam rilisnya.
Wakil Ketua II MWA, Prof Dr Syamsul Bachri SH M Hum yang dihubungi mengatakan sementara melakukan kajian mengenai isu rangkap jabatan ini. “Nanti saya infokan waktunya sebab sementara tim melakukan kajian terkait isu ini,” tulisnya melalui pesan Whatsapp, Kamis (12/8).
Menurut Laporan tahunan Ombudsman RI 2020, lembaga ini menemukan 31 komisaris BUMN terindikasi rangkap jabatan dari instansi asal akademisi perguruan tinggi.
Di mana bukan saja rektor Unhas yang merangkap jabatan. Terdapat rektor lain, seperti Rektor Universitas Bengkulu (Unib), Ridwan Nurazi merangkap sebagai komisaris Utama Bank Bengkulu (BUMD Provinsi Bengkulu), Rektor Universitas Islam International Indonesia (UIII), Komaruddin Hidayat merangkap sebagai komisaris Independen Bank Syariah Indonesia (BSI).
Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB), Arif Satria merangkap sebagai Komisaris Utama anak perusahaan BUMN, PT Perkebunan Nusantara III. Rektor Universitas Indonesia, Ari Kuncoro yang menjabat sebagai wakil komisaris di PT Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Ari Kuncoro menjadi sorotan, lantaran dia melanggar PP NO. 68 Tahun 2013 tentang Statuta Universitas Indonesia (UI)), pasal 35 huruf c, tertulis rektor dan wakil rektor dilarang merangkap sebagai pejabat pada badan usaha milik negara/daerah maupun swasta.
Namun, setelah Presiden Joko Widodo menerbitkan PP 75 Tahun 2021 tentang Statuta UI pasal 39 huruf c, yang melarang rektor dan wakil rektor, sekretaris, universitas dan kepada badan merangkap sebagai, direksi pada badan usaha milik negara/daerah maupun swasta.
Statuta UI versi baru ini menghilangkan larangan rektor tidak boleh merangkap jabatan di BUMN/BUMN maupun BUMS. Dari istilah ‘pejabat’ yang meliputi komisaris, hingga mengubahnya sebagai direksi.
Pada akhirnya, Rektor UI, Ari Kuncoro mengundurkan diri dari jabatan sebagai wakil komisaris di BRI. Kasus yang terjadi pada Ari Kuncoro menjadi pelajaran bagi rektor yang merangkap jabatan, khususnya Rektor Unhas.
Ai/Sal