Riwanua hadir sebagai yayasan yang menyediakan ruang terbuka bagi setiap orang dari berbagai disiplin ilmu untuk bekerja sama, berbagi gagasan, dan menghasilkan karya bagi masyarakat. Mereka melakukan hal itu dengan pendekatan yang fleksibel dan inklusif.
Berdiri di masa pandemi, Riwanua diawali dengan nama Jalur Timur. Setahun kemudian pada 2021, yayasan tersebut berganti nama seperti saat ini. Riwanua berasal dari bahasa Bugis yang berarti “Di Suatu Kampung”.
Awalnya kegiatan mereka dilakukan secara daring, berhubung waktu itu bertatap muka adalah hal yang sulit dilakukan, hingga kemudian mereka akhirnya mendapatkan tempat setelah diinisiasi oleh tiga pendirinya, yaitu Mirwan Andan, Rahmat Arham, dan Mubarak Aziz M.
“Kita juga punya cabang di Jakarta yang beralamat di Jakarta Selatan. Jadi kalau orang lain biasanya pusat kegiatan berada di Jakarta, kita berpusat di Makassar,” tutur Andan sambil tertawa, Sabtu (20/08).
Yayasan tersebut menawarkan berbagai program yang menarik, seperti wadah percakapan dan diskusi, penelitian dan kajian, produksi dan presentasi karya, pengarsipan dan pendokumentasian, residensi, pameran, pemutaran film, penerbitan, serta penyediaan perpustakaan fisik dan digital.
Percakapan dan diskusi menjadi elemen penting dalam komunitas ini. Melalui dialog kritis, para anggota dapat saling bertukar pandangan, mengajukan pertanyaan, dan mengeksplorasi gagasan baru.
Beberapa tokoh juga sempat hadir sebagai pembicara dalam forum tersebut, sebut saja Hilmar farid yang pernah menempati posisi sebagai Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kemendikbudristek dan Menteri Agama saat ini, Nasaruddin Umar.
Pegiat yayasan itu menganggap, diskusi bukan hanya sekadar medium bertukar informasi, tetapi juga berfungsi sebagai wadah refleksi dan evaluasi terhadap karya dan proses kreatif yang sedang berlangsung. Ini memungkinkan adanya umpan balik yang konstruktif, sehingga setiap individu dalam komunitas dapat terus memperbaiki dan menyempurnakan karyanya.
Selain diskusi, penelitian dan kajian adalah bagian integral dari setiap upaya yang dilakukan oleh Riwanua. Dengan menggali informasi secara mendalam melalui riset, komunitas ini dapat membangun landasan teoritis yang kuat untuk setiap karya atau proyek yang dihasilkan. Penelitian ini bisa bersifat ilmiah, artistik, atau bahkan eksperimental, tergantung pada konteks dan kebutuhan dari proyek yang sedang dikerjakan.
“Sampai sekarang, terkadang masih ada orang yang menghubungi untuk register (daftar), padahal sudah tertera di pamflet, bahwa ini terbuka untuk umum, langsung saja datang,” ungkap salah satu penggiat riwanua, Nugraha Salim.
Penelitian yang kerap mereka lakukan berfokus pada isu-isu sosial, budaya, lingkungan, atau teknologi. Isu itu dianggap dapat memberikan kontribusi nyata terhadap pemahaman tentang tantangan-tantangan kontemporer dan cara menanganinya.
Setelah melakukan penelitian, mereka biasanya mempresentasikan karya tersebut kepada publik melalui proyek seni, teknologi, publikasi ilmiah, film, atau bentuk ekspresi kreatif lainnya. Dalam tahap presentasi, Riwanua menyediakan platform bagi anggota untuk memamerkan hasil karya mereka.
“Aktivitas tersebut menjadi ajang di mana hasil kerja keras dapat diapresiasi oleh khalayak yang lebih luas,” tutur Nugraha.
Lalu setiap karya, proses, dan diskusi yang terjadi dalam komunitas ini kemudian didokumentasikan dengan baik. Pengarsipan ini tidak hanya berfungsi sebagai rekaman sejarah, tetapi juga sebagai sumber pengetahuan yang dapat diakses oleh generasi mendatang.
Pengarsipan yang baik memungkinkan komunitas untuk terus belajar dari pengalaman masa lalu, serta memberikan landasan yang kuat untuk inovasi di masa depan. Dokumentasi ini juga memberikan bukti konkret tentang dampak yang dihasilkan oleh komunitas ini, baik secara lokal maupun global.
Tak hanya itu, ada juga program residensi yang memungkinkan individu atau kelompok untuk tinggal dan bekerja dalam lingkungan komunitas selama jangka waktu tertentu. Selama residensi, para peserta diberikan ruang dan dukungan untuk mengembangkan proyek mereka.
Residensi ini tidak hanya memberikan waktu dan tempat untuk berkarya, tetapi juga kesempatan untuk terlibat lebih dalam dengan anggota komunitas lainnya, serta memperkaya pengalaman kolaboratif mereka.
Dengan memadukan kerja lintas disiplin, komunitas ini mampu menciptakan ruang di mana ide-ide inovatif dapat berkembang dan berdampak nyata pada masyarakat. Sebagai ruang yang inklusif dan dinamis, komunitas ini tidak hanya membantu individu untuk berkarya, tetapi juga berkontribusi terhadap perkembangan pengetahuan dan kebudayaan secara lebih luas.
Afifah Khairunnisa