Di Indonesia, Sulawesi Selatan merupakan daerah yang memiliki sumberdaya alam yang cukup potensial, terkhususnya untuk Bawang merah di daerah Enrekang. Pasokan bawang merah yang melimpah di daerah tersebut tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan di pulau Sulawesi namun hingga ke pulau jawa.
Bawang merah sendiri merupakan salah satu komoditas utama di Indonesia, tingginya permintaan pasar berbanding terbalik dengan hasil panen yang didapatkan, salah satu alasan yang menjadi penyebab adalah banyaknya hama ulat yang mengganggu dan dampak dari cuaca buruk pasca panen.
Gangguan cuaca buruk tentunya akan sangat mempengaruhi para petani bawang baik itu saat panen maupun pasca panen, apalagi dengan tingginya tingkat curah hujan di Indonesia yang mencapai 2.000-3.000 mm per tahun
Berangkat dari masalah tersebut salah satu kelompok Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang terdiri dari lima orang mahasiswa asal Universitas Hasanuddin kemudian membuat alat bernama Red Onion Dryer Using Ultraviolet Light (RODUUL) atau Alat Pengering Bawang Merah Tanpa Sinar Matahari.
Dalam wawancaranya salah satu anggota tim Rizal Hadi bersama Reporter Identitas Unhas, Ilham anwar pada Sabtu, (13/8), ia menyampaikan penelitian ini mereka lakukan karena melihat keresahan petani bawang merah didaerah Enrekang yang harus mengalami kerugian akibat pasca panennya bertepatan dengan musim hujan
“Jadi kalau petani saat proses pengeringan itu bertepatan dengan musim hujan, bawang akan rentan menjadi busuk” ungkap Rizal.
Cara kerja dari Alat tersebut bisa dibilang cukup sederhana hanya perlu memasukkan bawang ke dalam box telah yang disediakan lalu, alat secara otomatis akan mulai mengeringkan hingga pada temperatur suhu yang dikira cukup.
Penggunaan RODUUL juga ternyata mampu mengurangi waktu pengeringan bawang, yang dimana ketika petani menjemur di bawah sinar matahari langsung akan menghabiskan tujuh sampai sembilan hari sedangkan jika menggunakan alatnya hanya membutuhkan waktu kurang lebih lima jam
“Meskipun alat ini masih dalam bentuk prototype besar harapan saya agar pemerintah mampu mendukung kami untuk mengembangkan alat ini” paparnya
Dalam pembuatan alat tersebut Rizal beserta timnya hanya membutuhkan Box Panel Listrik sebagai penampung panas, lampu Ultraviolet sebagai pengganti sinar matahari dan sterilisasi, blower sebagai supplay angin, elemen panas sebagai pemanas ruangan, termostat sebagai sensor suhu, hidrostat sebagai pengukur kelembaban, modul dinmal sebagai pengatur kecepatan blower.
Tidak hanya itu selain dapat menghemat masa pengeringan bawang alat ini juga dapat dikatakan menghemat biaya dan ramah lingkungan karena penggunaan listrik yang tidak terlalu banyak.
“Kalau sudah terealisasikan alat ini mampu menampung 500kg sampai 1 ton bawang dalam sekali pengeringan, bahkan untuk penggunaan listriknya sendiri hanya menggunakan kurang lebih 600 watt, tapi akan disesuaikan kembali saat sudah terealisasikan”ucapnya.
Meskipun penelitian ini bukan merupakan hal yang baru tetapi Rizal mengklaim apa yang mereka buat jauh lebih unggul. “Sebelumnya sudah pernah ada yang buat semacam ini cuman kendalanya itu harus menggunakan lahan yang cukup luas, ada juga yang buat dari gas elpiji sehingga tidak ramah lingkungan berbeda dengan alat yang kami buat selain bisa di pindahkan ini juga hemat listrik” jelas Rizal.
Tentunya dalam penelitian ini Rizal beserta timnya menemui kendala biaya namun hal tersebut tidak menjadi penghalang mereka untuk berinovasi. “Sebenarnya kami sempat berpikir kenapa tidak buat saja langsung alatnya cuman, kita lihat kembali karena keterbatasan dana yang diterima jadi kami hanya buat dalam bentuk prototype” ungkap Rizal.
Di Akhir wawancaranya ia berpesan agar mahasiswa unhas lebih inovatif untuk kedepannya. “Saya kira PKM ini tempat yang paling bagus untuk para mahasiswa khususnya di Unhas untuk menyumbangkan ide kreatif mereka,” pungkasnya.
Muh Nur Ilham