Kampung Paropo sejak dulu dikenal sebagai daerah yang sebagian besar penduduknya adalah pelaku tindak kriminal.
Kasus anak putus sekolah bukan lagi hal asing di Indonesia. Berdasarkan data yang dicatat oleh survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), pada tahun 2015 masih ada 5,3 juta anak usia 7-18 tahun di Indonesia tidak sekolah. Pada tahun 2016, angka ini menurun menjadi 4,6 juta. Pada tahun 2018, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengklaim jumlah anak putus sekolah berkurang drastis.
Faktor ekonomi menjadi alasan utama siswa putus sekolah. Hal ini tidak hanya terjadi di kota kecil yang terpencil, melainkan juga banyak terjadi di kota-kota besar. Kota Makassar misalnya, meskipun berstatus sebagai ibu kota provinsi, nyatanya ini tidak menjadikannya lepas dari tingginya jumlah anak putus sekolah. Bahkan Makassar tercatat sebagai salah satu kota dengan jumlah anak putus sekolah yang paling banyak.
Hal inilah yang kemudian menjadi fokus bagi Kevin, mahasiswa Fakultas Hukum Unhas untuk melakukan pengabdian bagi anak putus sekolah di Makassar. Dalam melakukan pengabdian tersebut, Kevin ditemani empat orang temannya, yaitu Andi Nurul Azizah, Syawirah Mansur, Riska Apriana, serta Ayu Lestari Indah.
Lokasi yang dipilih untuk melakukan pengabdian ini adalah kampung Paropo, di mana lokasi ini terdapat banyak anak putus sekolah yang banyak melakukan tindak kriminal serta menjadikannya sebagai mata pencarian mereka.
Dalam melakukan pengabdian, mereka bekerjasama dengan seorang mitra yang merupakan salah seorang penduduk asli kampung Paropo. Bapak Syamsuddin Bora adalah Pemilik Pondok Ajalmani yang merupakan tempat belajar ilmu Beladiri di kampung Paropo.
Bapak Bora, begitu ia biasa disapa adalah seseorang yang cukup disegani di wilayah tersebut. Menurut cerita warga setempat, Bapak Bora dulunya adalah seorang kriminal.
Di pondok tersebut, selain diajarkan Ilmu beladiri, anak-anak juga diajarkan pendalaman agama oleh Bapak Bora sendiri. “Pondok tersebut sudah seperti basecamp bagi mereka”, ungkap Kevin. Pondok itulah yang juga dimanfaatkan oleh Kevin dan kawan-kawan sebagai rumah edukAsi hukum dalam melaksanakan pengabdian.
Sebelum melakukan pengabdian, Kevin beserta anggota tim melakukan pendataan ke kampung Paropo. Kampung Paropo sendiri terdiri dari kampung Paropo Satu sampai Delapan. Untuk fokus pengambilan kevin memilih Paropo Tiga. Hal itu dikarenakan Bapak Bora yang menjadi mitra mereka tinggal di daerah Paropo Tiga.
Menurut penjelasan warga setempat, Paropo Tiga juga merupakan daerah terparah, adalah hal ini paling banyak warganya yang melakukan tindak kriminal dibanding daerah lainnya. “Jadi waktu observasi ke lapangan kami sempat berbincang-bincang dengan beberapa warga, dan menurut penjelasan mereka, diantara paropo satu sampai delapan, yang paling parah memang paropo tiga”, terang…..yang juga salah satu anggota tim kelompok pengabdian ini.
Adapun perubahan yang terlihat, lebih kepada sifat yang lebih menghargai orang, yang awalannya mungkin saat kunjungan pertama ke sana Mereka sama sekali tidak menghargai, dan main lempar-lempar. Tetapi setelah diberikan materi mereka seperti lebih menghargai lebih bisa diatur. Bahkan ada beberapa Pengakuan dari orang tuanya yang kalau disuruh Mereka mendengarkan.
“Selain itu kami juga memberikan edukasi hukum, hanya saja dari segi pemahaman hukum belum ada perubahan insignificant karena mereka masih Lupa Lupa Ingat. apalagi mereka termasuk awam dalam masalah hukum seperti itu”, ujar kevin
Pengabdian yang dilakukan oleh mereka berlangsung selama kurang lebih tiga bulan, terhitung sejak akhir April 2019, hingga pertengahan bulan Juli 2019. Pengabdian yang berlangsung selama tiga bulan tersebut dibagi kedalam beberapa tahap, yang pertama yaitu observasi lapangan, pendataan, lalu pertemuan yang dilakukan selama delapan pekan. “Selama delapan pecan itu, kami berusaha menanamkan energi positif kepada mereka”. Selain itu mereka juga menanamkan ilmu pengetahuan mengenai hukum.
“Sebelum memulai kegiatan, kami melakukan yang namanya pre-test, kami mengadakan sesi tanya jawab. Waktu pertama kali kami datang dan memberi pertanyaan apa itu hukum, merekaa menjawab bahwa hukum itu adalah pencurian, pembegalan, padahal kan itu bukan definisinya. Tapi setelah kami memberikan edukasi, mereka mulai paham bahwa hukum adalah aturan dan sebagainya”, jelas kevin
Pengabdian yang dilakukan melalui Rumah Edukasi Hukum ini sebenarnya difokuskan pada dua hal, yaitu Moral dan Ilmu Hukum. Hanya saja dalam perjalanannya, perubahan yang sangat signifikan lebih terlihat pada perubahan moral si anak itu sendiri. Sedangkan dari aspek pengetahuan terhadap ilmu hukum belum ada perubahan yang signifikan.
“Dari aspek pengetahuan Ilmu Hukum itu mereka masih sangat kurang perubahan yang terlihat, mereka ketika ditanya masih lupa-lupa ingat. Mungkin ini karena mereka juga masih awam dalam hal tersebut”, ujar Kevin.
Lebih lanjut kevin menjelaskan bahwa pada aspek moral, perubahan yang terjadi jauh lebih signifikan. Mereka terlihat lebih menghargai orang, dan lebih sopan.
Urwatul Wutsqaa