Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) dikenal akan ragam kuliner yang sangat menggugah selera bagi siapa saja. Begitu pula dengan minumannya. Salah satu minuman yang populer dikonsumsi oleh masyarakat Sulsel adalah Sarabba.
Sarabba menjadi minuman tradisional yang telah dikonsumsi sejak lama. Minuman ini dibuat dari campuran bahan dasar seperti jahe, santan, dan gula aren. Campuran bahan-bahan tersebut diyakini efektif menangkal berbagai penyakit.
Masyarakat Sulsel mengonsumsi sarabba untuk menghangatkan tubuh. Khasiat jahe membuat minuman ini dijadikan sebagai salah satu minuman wajib ketika demam, batuk-batuk, pilek, dan radang tenggorokan. Sarabba juga berfungsi mengembalikan stamina setelah beraktivitas seharian.
Melihat berbagai manfaat dari Sarabba, Guru Besar bidang Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian (Faperta) Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Dr Ir Meta Mahendradatta bersama tim melakukan penelitian yang pertama kalinya dengan menambahkan ekstrak beras hitam pada Sarabba sejak 2018.
Penelitian ini terbit dalam Jurnal Canrea yang berjudul “Pemanfaatan ekstrak beras hitam (Oryza sativa L. indica) dalam menjadikan Sarabba sebagai minuman berkhasiat”. Penelitian ini dilakukan karena pemanfaatan beras hitam masih belum banyak dilakukan.
“Kami berpikir bahwa kalau kita tambahkan bahan lain di situ (Sarabba), kita berharap bahwa produk yang dihasilkan akan menjadi lebih baik. Makanya bahan yang ditambahkan adalah yang ada manfaatnya serta kandungannya,” tutur Meta, Jumat (21/7/2023).
Ia melanjutkan, pada dasarnya warna pada suatu beras menunjukkan perbedaan antara satu sama lain. Kandungan yang mempengaruhi warna pada bulir beras ialah senyawa antosianin dan flavonoid. Beras hitam dipilih sebagai bahan dalam penelitian ini mengingat kandungan antosianin yang berperan sebagai antioksidan.
Antosianin adalah suatu zat pewarna alami pada suatu makanan yang dapat memberi warna merah hingga ungu kehitaman. Antioksidan yang dimaksud berperan sebagai pencegah kanker, penuaan dini, diabetes, penyakit jantung koroner dan hipertensi.
Walaupun beras hitam sudah mudah dijumpai di pasaran, Meta mengatakan bahwa beras hitam yang digunakan didatangkan langsung dari petani di Kabupaten Enrekang.
“Kalau mau membuatnya untuk sehari-hari atau ingin mencoba, tidak masalah. Tetapi karena kami mengacu bahwa beras hitam banyak dijumpai di Enrekang dan Tana Toraja, maka yang kami gunakan dalam riset ini adalah beras hitam dari tempat aslinya,” terangnya.
Dalam penelitian ini, beras hitam diolah terlebih dahulu dengan direndam dalam air selama 45 menit kemudian dihaluskan dengan blender. Setelah itu, beras dicampurkan dengan bahan-bahan yang terdiri dari jahe, santan, dan gula merah yang telah diolah lebih dulu. Setelah dimasak, adonan itu dituangkan dalam baki aluminium dan dikeringkan dengan durasi masing-masing 1-2 jam.
Perbandingan yang diteliti terdiri atas tiga bahan dengan perbandingan kadar beras hitam dan air 50:50, 30:70 dan 70:30. Penentuan rasio campuran itu ditentukan oleh ketajaman aroma, dan warna pada produk oleh panelis.
Penelitian ini melibatkan 25 orang mahasiswa dengan rentang usia 15-20 tahun sebagai panelis untuk menguji seduhan sarabba dengan ekstrak beras hitam. Campuran beras hitam sebesar 70 persen dan air 30 persen adalah yang terbanyak dipilih dan disukai oleh panelis.

Semakin panjang proses pengeringan bahan dapat menyebabkan penurunan kandungan protein, serta antosianin dan tiamin. Tetapi kandungan karbohidrat dan lemak meningkat. Maka dalam uji pengeringan adonan, durasi yang sesuai adalah satu jam atas pertimbangan menjaga kandungan aktif dalam adonan tersebut (antosianin dan tiamin).
Dibandingkan dengan Sarabba pada umumnya, Sarabba ekstrak beras hitam ini kaya akan kandungan antosianin, y-karoten, tiamin atau vitamin B1, dan tokoferol. Masing-masing kandungan tersebut berperan menjaga kesehatan mata, kulit, otak, mata, dan kesuburan organ reproduksi, serta menjaga fungsi neuron atau syaraf pada tubuh agar bekerja dengan baik.
Meta mengungkapkan bahwa penelitian sarabba ekstrak beras hitam lanjutan sedang berlangsung untuk menemukan metode pengeringan yang tepat pada bahan padat menjadi bubuk minuman Sarabba.
Ia berharap bahwa penelitian ini dapat terealisasikan secara komersial. Meta menungkapkan bahwa penelitian lanjutan akan diwujudkan dalam bentuk serbuk dan apabila disimpan dapat bertahan lama dibanding dalam bentuk pasta.
“Memang masih ada beberapa langkah untuk sampai pada tahap komersialisasi. Semoga ke depannya bisa terealisasi,” tutupnya.
Muhammad Nur Ilham