Hai? Bagaimana neraka di sana? Terkesan tidak ramah memang, tapi apa aku punya kewajiban untuk bersikap baik kepada orang yang begitu jahat pada dirinya sendiri?
Aku memang tak kenal siapa kau, tak juga tahu bagaimana latar belakangmu. Hanya satu yang kuyakini: kau termasuk orang yang menyesal mengakhiri hidupnya sendiri.
Jujur, aku menulis ini tanpa alasan yang jelas. Aku hanya bermaksud menyapa orang yang mungkin bisa menjadi kawanku jika ia tak melakukan hal di luar kepala orang sehat lainnya.
Kuakui, semua orang punya masalahnya masing-masing. Di samping itu, bukankah semua orang punya pendukungnya juga? Lihatlah sekarang, kau baru sadar, ternyata ada banyak orang yang menangisi kepergianmu. Ada banyak orang yang menolak ketiadaan dirimu. Ada banyak orang berharap kau masih ada di sisinya.
Semuanya perlahan menyesal telah memperlakukanmu buruk, mengacuhkan keberadaanmu, membutakan diri akan sakitmu. Dan lihatlah, semua orang menyesal. Kau yang memilih tiada pun turut menyesal, tak pernah membayangkan ternyata kepergianmu akan membawa dampak sebesar ini. Bahkan sahabatmu sendiri, yang dulunya kau jadikan motivasi untuk hidup, perlahan mulai berpikir alangkah baiknya jika ia turut menyusulmu.
Berbicara soal “menyusul” aku ingin menceritakan sedikit kisahku. Saat kecil, aku masih begitu naif perkara kematian. Di umurku yang ke-6 tahun, Nenek meninggal. Orang-orang menangisi kepergiannya, termasuk Ibu yang kupikir sosok paling tegar. Aku bertanya-tanya. Mengapa orang-orang menangisi keberangkatan orang lain menuju surga? Bukankah itu hal yang justru mengundang iri?
Saat itu, aku berucap dengan bodohnya. “Aku juga mau ikut Nenek ke surga,” bisikku ke Ibu. Tangisan Ibu semakin deras. Ia memelukku, memintaku menarik perkataan itu. Semenjak itu, aku mulai mengerti sedikit demi sedikit tentang kematian.
Kematian adalah bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan. Kita semua akan mengalaminya, entah kapan. Cepat atau lambat, hal itu pasti datang. Menurutku, seharusnya orang-orang menunggu kematian dengan senang, sebab semua rasa sakit akan diambil. Kita tak lagi menderita karena kelainan dalam tubuh atau sekadar omongan orang-orang.
Namun jika dipikir kembali, kehidupan setelah kematian justru yang lebih menakutkan. Tak satupun dari kita yang tahu pasti, bagaimana kehidupan setelah kematian. Apa kita dipertemukan kembali dengan orang-orang yang kita cintai? Apa benar akan ada sungai dan hamparan taman yang dilimpahi kenikmatan? Apa bidadari memang secantik itu sampai selalu disebut-sebut untuk memuji para wanita? Sungguh, pertanyaan itu tak akan terjawab pasti sebelum melalui dan melihatnya dengan dua mata kepala sendiri.
Hei, kutanyakan sekali lagi, bagaimana neraka di sana? Apakah benar apinya berlipat-lipat panasnya dibanding di bumi? Apakah benar para jin turut menyiksa orang-orang? Apakah benar para penghuninya masih diberi kesempatan menginjakkan kaki di surga?
Jika pertanyaan terakhirku itu benar adanya, maukah kau menunggu dan menanti kedatanganku? Jujur, aku mulai kehilangan arah di sini. Terbesit keinginan menjadi tiada, tapi aku juga takut akan menyesal sepertimu. Yang membuatku justru akan lebih menyesalnya lagi ialah mengetahui fakta tak seorang pun mengingatku setelah dua bulan lamanya mengembuskan napas terakhir.
Kau tahu, di beberapa kondisi, aku sering membayangkan betapa sepinya dirimu di sana. Setelah kehidupan penuh sengsaramu di Bumi, kau malah menemukan kesengsaraan lainnya di sana. Belum lagi, kau pasti tak punya teman di sana. Tak memiliki teman untuk diajak berbicara, tak mendapat pelukan nan menenangkan. Aku tak bisa membayangkan berada di posisimu.
Hei… Jika aku menghampirimu, kau bersedia ‘kan menjadi temanku di sana? Aku tak begitu pandai bergaul dengan orang, karena itu kuharap kau menerima hadirku dengan senyuman hangat. Tenang saja. Aku tak akan menghakimimu. Aku tak akan menanyakan pahitnya hidupmu. Aku hanya akan menemanimu, selalu di sisimu, siap menjadi telinga untuk setiap ceritamu, siap menjadi punggung untukmu bersandar saat lelah, siap menjadi kaki-tangan untuk membantumu di keadaan apapun itu.
Karena itu, tunggu aku di depan pintu ya? Aku akan ke sana, tak lama lagi.
Salam hangat,
Seseorang yang siap
menjadi teman barumu
Nurul Fahmi Bandang
Mahasiswa Fakultas Keperawatan 2021
sekaligus Reporter PK identitas Unhas 2024