Selamat hari buku nasional, semuanya.
Sejak tahun 2002, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kabinet Gotong Royong, Abdul Malik Fajar mengesahkan 17 Mei sebagai hari buku nasional. Dilansir dari IDN Times, hal tersebut merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan literasi masyarakat. Sekaligus menjadi upaya meningkatkan penjualan buku di tanah air. Selain itu, ternyata tanggal 17 Mei ini dipilih karena bertepatan dengan berdirinya gedung pertama Perpustakaan Nasional di Jakarta tahun 1980 silam.
Guna merayakan hari buku nasional ini, redaksi identitas memberikan lima rekomendasi buku yang cocok untuk Anda. Selamat membaca…
- The Naked Traveler 8: The Farewell
Istimewa
Buku karangan Trinity seri terakhir ini terbit Januari 2019. Kali ini, Trinity bercerita tentang pengalamannya saat bepergian dalam kondisi yang kurang sehat. Sebab dengkulnya sedang bermasalah. Meski begitu, Trinity tetap melakukan perjalanan ke luar negeri. Meskipun ia harus menggunakan tongkat. Sekitar sebulan lamanya, Trinity bergantung pada tongkat agar tetap bisa berjalan.
Selanjutnya, ia bertemu dengan orang Indonesia (sekeluarga) yang baik hati di Kazakhstan. Keluarga tersebut membuat Trinity terharu atas perhatian dan pengorbanan mereka yang memperlakukan Trinity dengan baik sehingga ia bisa merasa nyaman. Di momen tersebut, akhirnya Trinity menyadari bahwa masih banyak orang yang berhati baik, yang akan menolong sesamanya.
Oleh sebab itu, Trinity terdorong untuk lebih memperhatikan fasilitas yang disediakan bagi para disabilitas. Dia berharap, para disabilitas pun bisa menikmati perjalanan ke luar negeri dengan nyaman, di mana pun itu. Dia juga berharap agar Indonesia bisa lebih memperhatikan fasilitas tersebut di kemudian hari.
- Marketing 4.0
Istimewa
Buku karangan Philip Kotler, Hermawan Kartajaya dan Iwan Setiawan ini adalah lanjutan seri sebelumnya yang terbit tahun 2010. Bagi Anda yang tertarik dengan dunia bisnis, buku yang terbit dalam bahasa Indonesia Maret 2019 ini dapat menjadi referensi bagi Anda. Sebab buku ini berisi panduan memahami pasar yang kian dinamis. Selain itu, buku tersebut juga memberikan banyak insight yang patut direnungkan pemasar.
- Matinya Kepakaran
Istimewa
Buku selanjutnya ditulis oleh Tom Nicholas. Buku yang terbit Februari 2019 tersebut membahas soal adanya kelompok-kelompok yang mengesampingkan bahkan tidak mempercayai informasi yang diberikan seorang pakar.
Saat menghadiri workshop kritik film yang digagas Pusbang Film Kemendikbud, ia menyampaikan bahwa kalau di stadion ada 50 ribu penonton sepakbola, maka sebanyak 50 ribu itu pakar sepakbola. Semua bisa bikin opini dan menyebarluaskannya. Hal yang sama berlaku untuk segala bidang.
Perkembangan teknologi, terutama media sosial dan smartphone, membuat hal itu sebuah keniscayaan. Mungkin tak terlalu bermasalah bila semua orang sekadar merasa paling tahu sesuatu lantas menyebarkannya.
Hanya saja, terkadang peran pakar ditiadakan. Informasi yang benar disangkal, lantas kedunguan dibanggakan.
- Jurnalisme Musik dan Selingkar Wilayahnya
Istimewa
Selanjutnya, bagi kalian yang menyukai dunia jurnalistik, buku ini bisa menjadi referensi mu. Jadi, buku ini membedah panjang lebar perkembangan jurnalisme musik tanah air. Mulai dari zaman saat Nusantara masih bernama Hindia Belanda hingga kini berubah menjadi Indonesia.
Nyatanya, tulisan soal musik telah ada sejak awal abad ke-20, namun kebanyakan hasil penelitian berupa tesis, disertasi, dan buku. Yang diteliti pun melulu musik tradisional, seperti musik Sunda, Jawa, Bali, dan etnik-etnik lain.
- Everything In Between
Istimewa
Nah, buku ini direkomendasikan bagi Anda yang menyukai cerita percintaan. Namun, kisah percintaan di buku ini berbeda dari kisah percintaan di novel pada umumnya. Buku yang terbit Februari 2019 ini menyajikan kisah tentang Marlies, guru bahasa dan copywriter lepas asal Belanda. Sedangkan Diego adalah seorang warga Indonesia yang sangat mencintai alam, fotografi, lari maraton, dan bersepeda.
Pasangan ini memutuskan untuk menempuh jarak sejauh 12 ribu km dari Nijmengen (Belanda) ke Jakarta (Indonesia) dengan bersepeda. Melalui perjalanan itu mereka membawa misi mengumpulkan donasi sebanyak €15 ribu dalam satu tahun. Adapun aksi ini mereka dedikasikan kepada manusia, hewan, dan tumbuhan.
Perjalanan yang mereka namai Eveything in Between ini dimulai sejak awal April 2018 dari Belanda. Sampai saat buku ini ditulis, mereka baru saja tiba di Jakarta pada akhir Februari 2019. Dari perjalanan ini mereka berharap akan ada pendewasaan diri yang lebih baik.
Mereka merasa, kebanyakan manusia di bumi ini hidup dalam tempo serba cepat. Dengan perjalanan ini, mereka ingin terus belajar menyayangi sesama, bukan hanya sesama manusia, tapi dengan hewan dan juga tumbuhan. Sebuah pelajaran yang menyertai langkah mereka kini dan selamanya.
Semoga, Anda tertarik dengan rekomendasi buku-buku tersebut dan minat baca Anda pun makin meningkat.
Muh. Irfan