“Ternyata Tuhan masih memberi takdir bahagia yang tak pernah disangka-sangka”
Menjalani semester akhir di perkuliahan bukan perkara mudah. Waktu terasa berlalu begitu lambat. Menyiksa raga dan pikiran secara perlahan, hingga mengeluhkan keadaan menjadi kebiasaan setiap harinya. Yang ada di benak adalah bagaimana cara keluar dari semua hal menyebalkan itu. Hingga Tuhan membawa saya pergi meninggalkan sejenak urusan akademik sebagai mahasiswa akhir dengan mengabdi.
Bersama 26 mahasiswa lainnya dari berbagai kampus di Makassar, kami tidak hanya menempuh jalur darat untuk bisa sampai lokasi pengabdian. Kali ini, harus menempuh jalur laut menggunakan kapal kecil ditemani besarnya gelombang laut selama sekitar satu jam perjalanan. Dua kali harus ganti kapal, sebab menyesuaikan dengan kondisi air laut yang surut. Campur aduk rasanya untuk bisa sampai ke lokasi tujuan.
Desa Minasa Baji, Pulau Tanakeke, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan menyambut kami di siang terik pada Jumat 24 November 2023. Dengan posisi masih di atas kapal, dari kejauhan masyarakat Desa Minasa Baji ternyata sudah menunggu kami entah dari kapan. Meski kaki kami belum berpijak pada tanah Minasa Baji, perasaaan bahagia saat pengabdian kembali dirasakan. Panas matahari tak menjadi penghalang bagi masyarakat di sana menyambut kami dengan hangat.
Turun dari kapal anak-anak langsung menghampiri. Mengajak bermain, bercerita, atau sekadar melihati kami sambil senyum malu-malu. Melahirkan tawa yang sempat tertahan. Satu hal yang kami sadari, tak sedikit dari mereka berkomunikasi dengan bahasa daerah. Hingga beberapa dari kami kesusahan mengerti maksud yang diucapkan. Mereka nampak lebih senang menggunakan bahasa daerah Makassar dibanding bahasa Indonesia.
Melihat potret situasi itu, rasanya kami tidak salah memilih tempat mengabdi. Dengan konsen komunitas Gerakan Peduli Pendidikan Indonesia yang memang pada bidang pendidikan, menjadikan program kerja yang telah dirancang sesuai dengan pengembangan anak-anak di tempat itu.
Program kerja yang dirancang diperuntukkan bagi anak SD dan SMP yang ada di Desa Minasa Baji. Jumlah siswa yang tidak begitu banyak, memudahkan kami dalam menyampaikan materi dengan merata. Pengabdian kali ini memprioritaskan bidang pendidikan dengan beberapa program kerja, seperti kelas Inspirasi, Motivasi Belajar, Literasi Dasar (Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris) Pohon Cita-Cita, dan Health Education.

Selain minim tenaga pendidik, SD dan SMP yang ada di Minasa Baji penuh dengan keterbatasan sarana, seperti bangku dan meja yang mestinya harus diganti, dan perpustakaan sekolah yang sudah rusak karena air laut kerap kali masuk ke ruangan. Tidak terawatnya perpustakaan tersebut, membuat banyak buku bacaan yang akhirnya rusak.

Meski banyak keterbatasan dari segi sarana dan prasarana, siswa di tempat itu begitu antusias dan semangat dalam belajar. Bahkan ketika malam hari ada acara, mereka antusias menunggu sampai selesai. Walaupun beberapa harus dipahamkan dengan cara yang berbeda dalam bentuk bujukan-bujukan.
Berada lumayan jauh dari pusat kota Kabupaten Takalar, menjadikan Desa Minasa Baji serba kekurangan. Di sana, masyarakat harus mandi dengan air asin karena sulitnya air bersih. Air bersih hanya tersedia jika membeli atau menunggu hujan datang. Jika ada sumur galian, airnya tetaplah asin karena desa ini merupakan pulau buatan. Selain itu, untuk membeli keperluan bahan makanan sehari-hari, masyarakat harus menyebrang pulau lagi. Jaringan telepon juga sangat terbatas. Untung saja listrik sudah tersedia, walaupun hanya 400-san Watt setiap harinya per rumah sebab bersumber dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) .
Masalah lainnya yang ada di tempat itu adalah sampah. Daerah pesisir memang sangat rentan menjadi tempat persinggahan sampah-sampah. Sebab, kebanyakan sampah memang berakhir di laut. Selain itu, karena tidak adanya tempat pembuangan akhir, membuat masyarakat Minasa Baji juga membuang sampahnya ke laut.
Selama tiga hari di Desa Minasa Baji memberi kesan yang tak biasa. Ada hal baru menyambut. Niat hati berbagi pengalaman, justru tempat itu memberi lebih dari yang kami berikan. Menghadirkan sudut pandang lain, bahwa masih ada daerah yang penuh keterbatasan padahal letaknya tak jauh dari Kota Metropolitan. Jika Desa Minasa Baji dibiarkan tanpa perhatian, maka akan selalu menjadi tempat tertinggal. Padahal, memiliki sumber daya alam yang sangat berpotensi untuk menopang kemajuan daerah.
Terlaksananya semua program kerja menandakan kami harus kembali. Selama perjalanan pulang, yang bisa dilakukan adalah mengenang dan mengulang memori-memori yang tercipta. Kini, menjadi pigura yang membingkai keadaan-keadaan yang terjadi. Terpajang di cerita hidup masing-masing dari kami sebagai sebuah pengabdian.
Aroma laut, derit ombak, kicau pagi, dan senja yang bersulang dengan suara burung menemani kami selama tiga hari di tempat indah itu. Tempat yang mengantar saya dan teman-teman mencapai lagi impian kecil untuk terus bermanfaat bagi orang lain. Meski tidak banyak hal yang dapat dibagikan, semoga setiap hal itu membukakan jalan menuju perubahan kecil.
Abadilah segala hal baik yang sempat kami bagikan di Desa Minasa Baji.
Penulis:
Winona Vanessa HN, Mahasiswa Fakultas Kehutanan
Angkatan 2020