Terhitung sejak Kamis, 7 November 2020, Film Ati Raja berhasil menggaet penonton setelah hari pertama peluncurannya. Film Ati Raja adalah sebuah film biografi yang menceritakan seorang seniman bernama Ho Eng Dji. Ia adalah seorang penyair dan musisi Makassar yang lahir di Kassi Kebo, Kabupaten Maros, tahun 1906, dan wafat 1960 di Makassar.
Menggunakan latar budaya kehidupan kaum Tionghoa, keturunan Ho Eng Dji hidup bergaul dengan harmonis bersama masyarakat Makassar. Baginya, tidak ada istilah orang pribumi dan non-pribumi. Yang ada hanyalah masyarakat multietnik yang melebur dalam satu yakni masyarakat Makassar. Lagu ciptaannya yang populer hingga saati ini antara lain Ati Raja, Sailong, Dendang-dendang, dan Amma Ciang.
Film Ati Raja juga menyuguhkan cerita tentang hubungan antar budaya dan kisah cintanya yang sendu. Para pemain yang bergabung di antaranya Fajar Baharuddin, Jennifer Tungka, Stephani Andries, Chesya Tjoputra, Goenawan Monoharto, Zulkifli Gani otto, Noufah A Patajangi, Saenab Hasmar, Agung Iskandar, dan Gregorius.
Sebagai pelengkap dalam film berdurasi 84 menit ini, juga dikisahkan perjalanan hidup Ho Eng Dji mulai dari ketika ia mengenyam pendidikan lalu sampai kecintaannya terhadap dunia sastra. Bahkan film yang berada dalam naungan produksi Persaudaraan Peranakan Tionghoa Makassar (P2TM) tersebut menampilakn beberapa scene karyanya, serta kisah cintanya.
Lika liku kehidupan yang penuh perjuangan itulah yang mengantarkan Ho Eng Dji pada titik di mana karyanya terus dikenang terutama oleh masyarakat Makassar.
Keberhasilan film ini tiada lain dan tiada bukan karena hasil kerja keras dari seorang sosok di balik layar film. Ia adalah Shaifuddin Bahrum, seorang sutrada yang juga merupakan penulis naskah dari Film Ati Aji.
Lelaki yang lahir di Rappang Kabupaten Sidrap, 11 Oktober 1963 ini merupakan sosok yang sangat dikagumi dalam dunia sastra. Bukan hanya sebagai seorang sutrada teater, tetapi juga sebagai penulis cerpen dan puisi yang andal.
Tak hanya itu, pria yang pernah menjabat sebagai pemimpin redaksi Makassar Terkini ini juga adalah seorang penelitian budaya. Salah satunya mengenai kebudayaan Tionghoa di Sulawesi Selatan (Sulsel).
Namanya mulai debut dalam dunia keberagaman sejak masa orde baru. Shaifuddin, begitula ia disapa, berhasil masuk ke komunitas etnis Tionghoa yang masih sangat tertutup pada masa itu di Sulsel. Ia juga membuka pintu pertemanan dengan Giok, salah satu pemusik andalan etnis Tionghoa kala itu.
Menurut alumnus Magister Program studi Antropologi Unhas tersebut, trauma masa lalu adalah alasan utama adanya tembok pemisah antara pribumi dan non-pribumi. Ia mempercayai bahwa pada tahun 1960-an, sebuah klaim mengenai etnis Tionghoa adalah golongan komunis, membuat hilangnya rasa pertemanan. Kejadian pembunuhan dan pemburuan etnis Tionghoa tahun 1960-an itu, kemudian terbawa-bawa.
Berkat keakraban Shaifuddin dengan etnis Tionghoa inilah yang membuatnya kemudian benar-benar tertanam lebih dalam mengenai dunia tersebut. Terlebih lagi ketika dirinya bertemu dengan Arwan Tjahyadi dan kakak iparnya, Farida Tjahyadi.
Kedekatan yang dibangunnya sejak dulu, membuat Pendiri Yayasan Budaya Baruga Nusantara ini berhasil membuka mata dunia tentang kehidupan keberagaman masyarakat Tionghoa di Sulsel. Hal tersebut disampaikan Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Sulawesi Selatan, Akbar Nugraha. “Ia merupakan bagian yang tidak terlepas dari keberadaan etnis Tionghoa di Sulsel. Salah satunya lewat Film Ati Raja yang telah menggugah perbedaan itu indah,” katanya.
Namun, di awal tahun ini, tepatnya Rabu, 22 Januari 2020 pukul 14.43 WIB, Makassar harus kehilangan salah satu sosok pahlawannya. Shaifuddin dikabarkan meninggal dunia di salah satu Rumah Sakit di Jakarta. Meninggalnya pendiri kelompok musik Spasi Fakultas Sastra Unhas ini disebabkan sakit yang dideritanya selama ini.
Wandi Janwar