Senin, 8 Desember 2025
  • Login
No Result
View All Result
identitas
  • Home
  • Ulasan
    • Civitas
    • Kampusiana
    • Kronik
    • Rampai
    • Editorial
  • Figur
    • Jeklang
    • Biografi
    • Wansus
    • Lintas
  • Bundel
  • Ipteks
  • Sastra
    • Cerpen
    • Resensi
    • Puisi
  • Tips
  • Opini
    • Cermin
    • Dari Pembaca
    • Renungan
  • identitas English
  • Infografis
    • Quote
    • Tau Jaki’?
    • Desain Banner
    • Komik
  • Potret
    • Video
    • Advertorial
  • Majalah
  • Home
  • Ulasan
    • Civitas
    • Kampusiana
    • Kronik
    • Rampai
    • Editorial
  • Figur
    • Jeklang
    • Biografi
    • Wansus
    • Lintas
  • Bundel
  • Ipteks
  • Sastra
    • Cerpen
    • Resensi
    • Puisi
  • Tips
  • Opini
    • Cermin
    • Dari Pembaca
    • Renungan
  • identitas English
  • Infografis
    • Quote
    • Tau Jaki’?
    • Desain Banner
    • Komik
  • Potret
    • Video
    • Advertorial
  • Majalah
No Result
View All Result
identitas
No Result
View All Result
Home Headline

Siapkan Tisu, A Man Called Otto Ajak Penonton Belajar Memaknai Hidup

1 April 2023
in Headline, Resensi, Sastra
Siapkan Tisu, A Man Called Otto Ajak Penonton Belajar Memaknai Hidup

Sumber: youngontop.com

Editor Ivana Febrianty

Judul Film : A Man Called Otto
Sutradara : Marc Foster
Penulis Naskah : David Magee
Studio : Columbia Pictures
Tayang Perdana : 13 Januari 2023
Durasi : 126 menit

Pernahkah kamu membatasi diri berbaur dengan orang lain? Entah bersama rekan sejawat maupun tetangga terdekatmu. Hal tersebut memang wajar dilakukan, seseorang terkadang membutuhkan waktu untuk dirinya sendiri. Akan tetapi, berbeda hal jika kamu berlarut-larut membatasi interaksi dengan orang lain atas suatu masalah yang menimpamu. Seperti dalam kisahnya, A Man Called Otto.

BacaJuga

Menyelami Tradisi Gowok Melalui Perjalanan Hidup Nyi Sadikem

Berebut Jenazah, Kisah Anak yang Diperebutkan Agama

 “Peraturan harus dipatuhi.”

Itulah prinsip hidup yang dipegang pria tua bernama Otto Anderson (Tom Hanks). Hidup sebagai orang perfeksionis, selalu mengundang amarah Otto bila orang-orang yang berada di sekitarnya tidak mengikuti aturan yang ada. Tindakan terebut justru secara alamiah membuat lingkaran pergaulannya semakin sempit bahkan ia cenderung dijauhi oleh tetangganya.

Otto dikisahkan di dalam filmnya, tinggal disebuah komplek perumahan. Ia digambarkan sebagai tokoh yang berkepribadian ketus, baik pada karyawan swalayan, seekor kucing, tetangga yang tidak disiplin membuang sampah pada tempatnya, cara parkir kendaraan tidak tepat, dan lain sebagainya tak jarang memicu amarah pria tua ini.

Film yang merupakan remake dari film Swedia berjudul A Man Called Ove (2015) ini adalah adaptasi kisah sebuah novel karya Fredrik Backman yakni A Man Called Ove (2012). Dikisahkan, Otto tak memiliki sanak saudara maupun orang terdekat sejak istrinya telah wafat karena kanker. Seorang anak? Tidak ada, istrinya mengalami keguguran saat hendak pulang dari liburan dalam sebuah kecelakaan.

Meski demikian, ia dan sang istri masih menjalani aktivitasnya sehari-hari dan tak berlarut dalam kesedihan sejak kehilangan calon buah hati mereka. Film yang berplot maju mundur ini akan membawa penonton ke dalam suasana empati. Akting Tom Hanks berhasil membawa penonton terhanyut dalam kesedihan berat Otto. Salah satu aktor terbaik Hollywood ini berhasil menjiwai pria tua yang mengalami depresi atas kematian sosok paling dicintainya.

Atas depresinya itu, Otto telah menyusun skenario akhir hidupnya yang pada akhirnya terus saja digagalkan dengan hal-hal yang membuatnya geram sendiri, seperti kedatangan tetangga barunya yang berasal dari Meksiko. Mereka ialah Marisol (Mariana Treviño), Tommy (Manuel Garcia-Rulfo), dan kedua putrinya. Siapa sangka, Marisol yang tengah berbadan dua itu perlahan-lahan meluluhkan dinginnya hati Otto melalui kemurahan hatinya.

Selain Tom Hanks, akting Mariana Treviño patut mendapat apresiasi besar. Wanita itu sukses memerankan karakter ibu dengan aura positif. Meski Marisol tak fasih berbahasa Inggris dan masih menggunakan bahasa Meksiko di beberapa cuplikan film, namun hal tersebut tidak membatasinya dalam berbuat baik dan berinteraksi kepada tetangga-tetangganya, termasuk Otto.

Marisol hadir memberi warna pada film ini melalui kehangatan dan sikap ceria yang dimilikinya, Di tengah depresi Otto, wanita ini mengulurkan tangan membantu pria itu mengikhlaskan kepergian istrinya, Sonya (Rackhel Keller).

“Hidupku hitam putih sebelum bertemu Sonya. Dialah warnanya,” ujar Otto mewakili seberapa berharga istrinya itu.

Film berdurasi 2 jam 6 menit ini juga berhasil menyajikan kepada penonton akan kecintaan Otto kepada Sonya melalui beberapa kilas balik yang pernah dilalui Otto bersama Sonya. Di usianya ke-63 tahun, pria ini masih mengingat betul kenangannya bersama sang istri bahkan pertemuan juga kencan pertama mereka.

Mengangkat topik yang cukup berat yakni depresi akibat kematian seseorang tak serta-merta membuat penonton harus merasa berat pula memahami film ini. Penulisan alur yang sederhana oleh David Magee dan akting pemainnya yang mumpuni berhasil membuat penonton emosional sepanjang film.

Lantas, bagaimana akhir dari A Man Called Otto? Akankah Otto mampu menjalani hidupnya tanpa sosok Sonya? Untuk itu, kamu dapat mencari jawabannya sendiri setelah menyaksikan filmnya dengan seksama.

Sebanyak lebih dari 44 ribu orang memberi rating film ini pada IMDb, di mana skor akhirnya menunjukkan 7,4 dari 10. Tak perlu dipertanyakan, sebab tak ada yang begitu spesial dari film ini selain pemain terkenal dan kisah yang hangat.

Dikemas dengan topik yang sensitif, ada pesan mendalam yang bisa kita ambil setelah menonton A Man Called Otto. Sebagai manusia, sudah sepatutnya kita saling peduli dan membantu sesama. Lalu saat kita berada di titik terendah, kita tak perlu takut untuk meminta sebuah pertolongan bahkan kepada orang yang kita anggap tidak dapat membantu sama sekali.

Jadi, bagaimana? Siap meneteskan air mata dan terkekeh atas kisah pria tua pemarah ini?

Nurul Fahmi Bandang

Tags: a man called ottofilmInspirasikisah hidupmotivasirekomendasi
ShareTweetSendShareShare
Previous Post

Mahasiswa dan Urgensi Berorganisasi

Next Post

Aksi Solidaritas Tuntut Pembebasan Tujuh Mahasiswa Unhas

Discussion about this post

TRENDING

Liputan Khusus

Ketika Kata Tak Sampai, Tembok Jadi Suara

Membaca Suara Mahasiswa dari Tembok

Eksibisionisme Hantui Ruang Belajar

Peran Kampus Cegah Eksibisionisme

Jantung Intelektual yang Termakan Usia

Di Balik Cerita Kehadiran Bank Unhas

ADVERTISEMENT
Tweets by @IdentitasUnhas
Ikuti kami di:
  • Facebook
  • Twitter
  • Instagram
  • Youtube
  • Dailymotion
  • Disclaimer
  • Kirimkan Karyamu
  • Tentang Kami
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
© 2025 - identitas Unhas
Penerbitan Kampus Universitas Hasanuddin
  • Home
  • Ulasan
    • Civitas
    • Kampusiana
    • Kronik
    • Rampai
    • Editorial
  • Figur
    • Jeklang
    • Biografi
    • Wansus
    • Lintas
  • Bundel
  • Ipteks
  • Sastra
    • Cerpen
    • Resensi
    • Puisi
  • Tips
  • Opini
    • Cermin
    • Dari Pembaca
    • Renungan
  • identitas English
  • Infografis
    • Quote
    • Tau Jaki’?
    • Desain Banner
    • Komik
  • Potret
    • Video
    • Advertorial
  • Majalah

Copyright © 2012 - 2024, identitas Unhas - by Rumah Host.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In