Pendidikan merupakan jalan emas menuju perbaikan kualitas hidup. Itulah sebabnya muncul pepatah: Belajarlah mulai dari ayunan sampai ke liang lahat.
Di negara kita, sistem pembelajaran diidentikkan dengan pendidikan formal, mulai dari Taman Kanak-kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT). Menjadi pertanyaan, bagaimana jika di suatu tempat tidak ada sekolah untuk mendapatkan pendidikan formal? Seperti daerah-daerah pelosok terpencil, termasuk pulau-pulau luar yang tidak memiliki sekolah.
Masalah ini yang juga dialami warga pulau Lanjukang. Pulau yang dihuni oleh empat belas kepala keluarga ini merupakan pulau terluar di wilayah Makassar yang berjarak kurang lebih 40 KM, yang harus ditempuh selama 3 jam perjalanan dari Makassar. Akses keluar-masuk ke pulau pun terbilang sulit. Untuk sampai di pulau ini, perlu menyewa kapal kecil dengan biaya yang cukup mahal. Karena tidak terdapatnya sekolah formal di pulau Lanjukang, anak-anak di pulau tersebut terpaksa berhenti sekolah sehingga banyak dari mereka yang buta huruf.
Berawal dari keresahan ini, lima mahasiswa Unhas, masing-masing Nur Yanti Pangloli (FIKP Unhas 2015), Aisyah Humairah Jibril (FIKP Unhas 2015), Andi Risang Qinthar Latunra (FIB Unhas 2015), Giovanni Tri Hadi Wibowo Budiardjo (Pertanian Unhas 2015), dan Wildayati Khairiyah Syamsuddin (FIKP Unhas 2016), mencoba mencerdaskan warga Pulau Lanjukang dengan membuat suatu metode pendidikan yang disebutnya: Metode Pancing.
Di bawah bimbingan Dr. Marlina Achmad, SPi, MSi, metode ini ditujukan khusus untuk anak-anak pulau terluar yang memiliki kendala akses pendidikan. Nur Yanti sebagai ketua kelompok dalam sistem pembelajaran ini memaparkan, ide ini lahir dengan menilik keseharian anak-anak para nelayan yang kebanyakan waktunya dihabiskan di laut.
Yanti juga menjelaskan, timnya menggunakan media Word Card untuk mengembangkan metode Pancing ini. Word Card yang digunakan berisi huruf dengan kata yang sesuai dengan awalan huruf tersebut. “Metode Pancing ini pada dasarnya merupakan cara pembelajaran pengenalan huruf dan belajar membaca. Peserta diajak mengenal huruf lewat memancing. Itulah sebabnya metode ini kami sebut Metode Pancing,” ungkapnya.
Yanti mencotohkan huruf A berisi kata ayam, B untuk buku dst. Word Card ini berfungsi untuk melatih kemampuan anak-anak dalam menyusun dan mengenal kata. Metode pembelajaran ini dilakukan dengan cara memancing huruf yang ditempelkan pada ikan mainan. Ikan mainan yang terletak di dalam kolam karet itu kelak dipancing menggunakan alat pancing mainan yang pada ujungnya terdapat magnet,” jelas Yanti.
Selain penyajiannya yang menarik, metode ini memiliki kelebihan lain. Metode ini dilakukan secara outdoor dan melibatkan interaksi antara pengajar dan peserta didik. Peserta didik dituntut untuk menggunakan kecerdasan kinestetik yang mereka miliki. Dengan visualisasi yang ditampilkan dalam kegiatan metode pancing menjadikan metode ini lebih menarik dan mudah diterima oleh anak-anak usia pra sekolah.
Dalam perjalanannya, penerapan metode ini mendapat dukungan penuh oleh pemerintah kecermatan Barrang caddi. Antusiasme masyarakat dan anak-anak putus sekolah juga sangat tinggi dalam mengikuti proses belajar mengajar.
Pembelajaran yang dilakukan dalam 10 pertemuan ini nyatanya membawa perubahan yang cukup signifikan dalam meningkatkan kemampuan anak-anak pulau dalam membaca dan mengenal huruf. Tim peneliti melakukan Post-test dan Pre-test untuk melihat perkembangan peserta. Dari hasil yang didapatkan, perkembangan skill membaca dan menulis meningkat secara signifikan pada setiap anak.
Yanti sebagai ketua tim, menyampaikan harapannya agar metode ini bisa diterapkan ditempat lain, “Saya melihat anak-anak sangat antusias, semoga ini bias diterapkan untuk anak-anak yang telah bosan melakukan kegiatan belajar membaca dengan metode biasa, khususnya anak-anak pulau yang tidak mengenyam pendidikan formal sehingga buta aksara di usia pada anak usia sekolah dapat dihindarkan,” harapnya.
Adapun output dari penerapan metode ini, nya yaitu jurnal ilmiah dan Word Card sebagai lanjutan pembelajaran pengenalan huruf. Selain itu, tim yang dipimpin Yanti juga mempersiapkan remaja binaan sebagai penerus kegiatan tersebut.
Nadhira Sidiki