Skripsi karya muncul sebagai salah satu jalur mahasiswa dalam menyelesaikan pendidikan S1-nya. Skripsi karya dinilai dapat lebih meningkatkan kreativitas mahasiswa dan memudahkan mendapatkan pekerjaan setelah lulus.
Jika diminta memilih satu hal yang identik dengan mahasiswa, skripsi adalah jawabnya. Skripsi merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan karya tulis ilmiah hasil penelitian mahasiswa Strata 1 (S1). Tugas akhir yang menjadi bukti kelulusan mahasiswa, syarat mendapatkan gelar sarjana.
Namun, ada yang berbeda di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unhas, tepatnya di Departemen Ilmu Komunikasi. Alih-alih terpaku pada skripsi berbentuk tulisan ilmiah hasil penelitian semata, mahasiswa dapat memilih alternatif tugas akhir di mana keluarannya adalah sebuah karya yang nyata, terdapat proses penciptaan di dalamnya. Jenis tugas akhir itu kemudian dikenal dengan istilah “Skripsi Karya”.
Skripsi karya di FISIP dapat dengan membuat karya berupa film/video dokumenter, fotografi, film pendek, artikel jurnal, dan lainnya. Terhitung sejak 2008, skripsi karya pertama kali diimplementasikan dalam bentuk film dokumenter berjudul “To Garibo” oleh Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Nosakros Arya.
Alumni yang kini menjabat sebagai Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi Unhas itu mengatakan skripsi karya secara metodologi tidak jauh berbeda dengan skripsi pada umumnya. Skripsi jenis ini masih menggunakan kaidah-kaidah ilmiah dalam proses pembuatannya.
“Memang tetap ada proses ilmiah di dalamnya. Misalnya ingin buat film, kita harus tau kajian tentang film terlebih dahulu, seperti ilmu tentang film, sinematografi, dan seterusnya. Jadi sebenarnya itu adalah skripsi yang wujudnya nyata, makanya namanya karya,” jelas Nosakros (18/9).
Meski telah dimulai 14 tahun silam, panduan resmi penyusunan skripsi karya di Ilmu Komunikasi ternyata baru disahkan pada 2018.
Setelah ditelusuri, skripsi karya rupanya juga telah diimplementasikan di Teknik Arsitektur Unhas. Pembagian skripsinya dibagi menjadi dua, yaitu skripsi berupa riset dan perancangan. Skripsi perancangan inilah kemudian masuk dalam kategori skripsi jenis karya.
Tidak hanya di Unhas, ternyata beberapa perguruan tinggi di tanah air juga telah menerapkan hal serupa, misalnya di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (Fisipol UGM) yang mengadakan sosialisasi skripsi karya pada 10 Maret 2016 lalu. Dilansir dari fisipol.ugm.ac.id, Fisipol UGM menetapkan laporan magang sebagai bagian dari skripsi karya. Di Departemen Politik Pemerintahan, mereka menetapkan 100 jam kerja magang sebagai syarat untuk sebuah skripsi karya.
Skripsi karya dianggap jauh lebih menguntungkan sebab memberikan hasil karya yang nyata bagi mahasiswa. Melalui tugas akhir tersebut, mahasiswa tidak hanya cerdas secara konseptual tetapi juga memiliki kemampuan teknis dan praktik.
Selain itu, Nosakros menganggap skripsi karya dapat mempermudah mahasiswa dalam mencari pekerjaan setelah lulus. “Otomatis mahasiswa ketika lulus akan mempunyai portofolio yang konkrit. Kalau misalnya di industri, dia mau melamar pekerjaan, jelas bisa. Dia bisa buat film, iklan, ketika ditanya contohnya, sisa diperlihatkan,” kata Nosakros.
Salah satu Mahasiswa Teknik Arsitektur yang mengambil skripsi perancangan (karya), Muhammad Fathir Athariq, juga menyambut baik adanya skripsi karya ini. Menurutnya, skripsi jenis ini dapat menjadi ajang pembuktian diri atas pemahaman konsep yang telah dipelajari selama kuliah.
“Kalau saya mungkin sudah sesuai, karena kita Jurusan Arsitektur tugas akhirnya memang merancang dan adanya maket atau video 3D betul-betul memperlihatkan bahwa kita paham dengan ilmu-ilmu (yang didapat) sehingga bisa dipraktikkan,” ungkap mahasiswa angkatan 2018 itu, Minggu (18/9).
Walau begitu, seperti kata pepatah ada hitam ada putih, ada kelebihan pasti terdapat kekurangan yang mengiringi. Meski memiliki keuntungan dan mendapat respon positif, pelaksanaan skripsi karya dianggap cenderung tidak mudah. Hal ini dirasakan Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Ilvi, yang mengungkapkan skripsi karya memakan biaya yang jauh lebih tinggi dibanding skripsi pada umumnya.
“Dibandingkan dengan skripsi karya tulis ilmiah, skripsi karya memakan biaya yang jauh lebih banyak, karena untuk skripsi saya yakni membuat komik, perlu biaya untuk percetakan, pengurusan ISBN, dan lain sebagainya. Sama halnya kalau mau membuat skripsi karya berbentuk video iklan layanan masyarakat, pastinya juga akan memerlukan biaya produksi seperti wardrobe, penyewaan tempat, dan penyewaan peralatan,” ujar Ilvi Nurul Izzah, mahasiswa Ilmu Komunikasi.
Tak sampai disitu, keluhan lain datang dari Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Salman Iskandar yang mengambil skripsi karya fotografi. Ia mengatakan standar penilaian untuk tugas akhirnya tersebut jauh lebih ketat.
Nosakros mengakui bahwa pelaksanaan skripsi karya memang lebih berat dibanding dengan skripsi pada umumnya. “Kelemahannya itu, berat. Makanya tahun lalu, saya mencoba memberi keringanan bagi mahasiswa yang ingin mengambil jalur karya, bisa berkelompok dengan maksimal dua orang dan dibolehkan oleh pihak departemen,” pungkasnya.
Skripsi berupa karya ini menjadi hal menarik karena bentuknya yang berbeda dari skripsi pada umumnya. Kepala Departemen Sastra Jepang, Meta Sekar Puji Astuti SS MA PhD merasa alternatif tugas akhir tersebut perlu diimplementasikan di Unhas.
“Pendidikan di Indonesia sebaiknya bisa mengambil alternatif yang dapat digunakan untuk mewujudkan skill dari mahasiswa. Jadi, seandainya ada beberapa alternatif semacam tugas akhir itu mungkin baik, tetapi harus juga dipersiapkan infrastruktur atau prasarana serta kesiapan dari mahasiswa dan dosennya juga,” pungkasnya.
Keberadaan skripsi karya juga mendapat respon positif dari Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Prof Drg Muhammad Ruslin MKes PhD SpBM(K). Ia mengatakan, pelaksanaan skripsi karya mudah untuk dilakukan dan dekan di setiap fakultas sangat memungkinkan membuat regulasi.
“Dekan sebenarnya punya kewenangan untuk buat regulasi, yang penting ekuivalen dengan kebijakan masing-masing fakultas atau departemen. Karena program studi kan yang menentukan dan tau itu cocok atau tidak,” kata Ruslin.
Bfz, Dmn, dan Zpt