Jadilah dirimu sendiri, ekspresikan dirimu sendiri, yakinlah pada dirimu sendiri, jangan pergi dan mencari kepribadian sukses dan menduplikasinya – Bruce Lee.
Sejak kecil kita selalu diajarkan menjadi anak yang pintar dan berprestasi, sistem pendidikan di negara kita secara tidak langsung memang menuntut kita berorientasi pada nilai dan menjadikannya sebagai tolak ukur kesuksesan seseorang. Setidaknya ada tiga konsep yang hampir sepenuhnya dipercayai dalam sistem pendidikan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia yaitu Nilai Ujian Nasional (NEM), Indeks Prestasi Kumulatif (IPK), dan Rangking.
Menjadi pintar memang sesuatu yang menyenangkan dan diharapkan oleh hampir semua orangtua kepada anaknya, seakan-akan kepintaran adalah satu-satunya syarat mutlak untuk mengukur kapasitas dan kesuksesan seseorang.
Prof Agus Budiyono, seorang Guru Besar Institut Teknologi Bandung adalah salah satu akademisi yang tidak mempercayai sepenuhnya konsep pada sistem pendidikan tersebut. Menurutnya, ketiga konsep tersebut sangat tidak relevan untuk mengukur apa yang disebut dengan kesuksesan. Hal yang diungkapkan oleh Agus tersebut relevan dengan sebuah riset yang pernah dilakukan oleh seorang penulis asal Amerika, Thomas J. Stanley. Ahli Teori Bisnis ini memetakan 100 Faktor yang akan berpengaruh terhadap kesuksesan seseorang.
Dari data yang dimiliki oleh Thomas J. Stanley, ternyata nilai yang baik yaitu NEM, IPK dan rangking hanyalah faktor sukses ke-30, sedangkan faktor IQ pada urutan ke-21 dan bersekolah ke universitas/sekolah favorit di urutan ke-23. Di antara faktor utama yang menjadi mempengaruhi kesuksesan seseorang adalah kejujuran, disiplin dan kerja keras, masing-masing berada pada urutan pertama, kedua, dan kelima.
Dengan melihat hasil tersebut, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi sukses, bukan semata-mata bersekolah di sekolah favorit dan mampu meraih nilai yang memuaskan. Kepribadian yang baik dan usaha yang keras adalah kunci utama, maka sudah sepantasnya mereka yang merasa tidak terlalu pintar, bersekolah di sekolah biasa, ataupun berkuliah di perguruan tinggi biasa tak perlu merasa terputus dari kesempatan untuk sukses.
Masuk di sekolah atau universitas favorit memang hampir menjadi impian semua orang, dan tak dapat dipungkiri bahwa masuk di sekolah top/favorit akan berbeda. Jika dibandingkan dengan masuk sekolah yang biasa-biasa saja, sekolah top memang selalu mempunyai banyak keunggulan dari sekolah-sekolah biasa pada umumnya. Tapi perlu kita ingat, di manapun kita menuntut ilmu, sebaik apapun fasilitas yang dimiliki, sekalipun lingkungan dan tenaga pengajarnya sangat menunjang, itu semua tergantung dari bagaimana usaha kita untuk memaksimalkan potensi.
Kadang kala, mereka yang tidak berhasil diterima di sekolah maupun Perguruan Tinggi (PT) favorit seringkali merasa putus asa, seakan-akan kesempatan itu sirna bersama dengan kegagalan yang
mereka hadapi.
Ada kisah seorang anak desa yang berawal dari kegagalan, justru mampu meraih sukses di usia muda, sebut saja namanya Anton. Setelah menamatkan pendidikan di salah satu SMA di kampungnya, Anton memilih merantau ke Ibukota Jakarta. Bermodalkan tekad, ia mendaftarkan diri pada jurusan Pendidikan Dokter pada salah satu universitas negeri di Jakarta.
Sejak SMP Anton memang bercita-cita menjadi seorang dokter, ia adalah anak yang telaten dan pekerja keras, termasuk saat sebelum melalui tes seleksi masuk perguruan tinggi ia menyiapkan segala sesuatunya dengan sangat baik. Sayangnya nasib baik belum berpihak padanya, ia gagaldalam tes tersebut. Pun pada tahun kedua ketika kembali mengikuti tes, ia kembali harus menelan pil pahit atas kegagalannya.
Akhirnya, tahun ketiga pendaftaran, ia memutuskan tak lagi mengambil jurusan Pendidikan Dokter. Setelah melalui banyak pertimbangan, ia memilih jurusan Desain Komunikasi Visual dan mulai melupakan cita-citanya menjadi seorang dokter. Setelah dinyatakan lulus, Anton menjalankan keseharian sebagai mahasiswa seperti pada umumnya.
Siapa sangka berawal dari iseng membuat konten sederhana dengan ilmu yang dia dapatkan dalam perkuliahan, tahun kedua dalam masa studinya Anton menjadi seorang konten kreator dengan ratusan ribu penggemar di kanal Youtubenya.
Hal yang tak kalah penting, terlepas di mana kita menuntut ilmu, sekalipun itu di sekolah yang biasa-biasa saja sama sekali bukan halangan untuk mencapai kesuksesan. Penentu utama kesuksesan bisa didapatkan dan dipelajari dari mana saja. Hal terpenting adalah bagaimana membentuk karakter yang baik dari pribadi masing-masing.
Penulis: Urwatul Wutsqaa
Mahasiswa Departemen Sastra Arab
Redaktur PK identitas 2019