“Kalau kita kerja tanpa kebersamaan, apa pun pekerjaannya tidak akan berhasil”.
Pada 13 Oktober 2025, keluarga besar Satuan Pengamanan (Satpam) Universitas Hasanuddin (Unhas) berduka. Kepergian Mantan Wakil Ketua Satpam Unhas, Sulaeman SSos meninggalkan duka yang mendalam, bukan hanya bagi rekan kerjanya, tetapi juga bagi yang pernah mengenal sosok pria berjasa ini.
Di mata rekan-rekannya, Sulaeman adalah sosok yang luar biasa kuat, tangguh, dan penuh tanggung jawab. Sementara bagi keluarganya, ia adalah kepala keluarga berdedikasi tinggi yang mencintai pekerjaannya dengan sepenuh hati dan patut dijadikan teladan.
Perjalanan karier Sulaeman di Unhas berawal dari Fakultas Teknik (FT). Menurut Muh Nasir, sepupunya yang juga staf di Unhas, pria kelahiran Barru, 1974 ini awalnya bekerja sebagai tenaga honorer di FT dengan tugas di bidang keamanan. Berkat kinerja dan dedikasinya yang konsisten, ia kemudian diangkat menjadi Satpam tetap di Unhas.
“Kalau jadwalnya malam, dia jaga semalaman penuh. Tidak pernah lari dari tugas,” ujar Nasir, Kamis (23/11).
Kepala Satpam Unhas, Ridwan Said mengenang awal pertemuannya dengan Sulaeman pada 2005. Saat itu, pria dengan sapaan akrab Ridho tersebut baru bergabung, sementara Sulaeman sudah menjadi salah satu Satpam senior di Unhas. Keduanya bertugas dalam satu regu pengamanan tertutup, dan dari sinilah Ridwan belajar banyak tentang arti keamanan serta tanggung jawab yang sesungguhnya.
Meskipun pengalaman dan golongannya memungkinkan untuk naik jabatan menjadi komandan, Sulaeman memilih untuk menolak. Ia lebih suka turun langsung ke lapangan, bekerja layaknya seorang intel untuk memantau, bahkan jarang mengenakan seragam dinasnya.
Sulaeman dikenang sebagai sosok yang selalu bertindak dengan kepala dingin dan bijak dalam mengambil keputusan. Dalam menangani pelanggaran, ia selalu hati-hati, mendengarkan masukan anggota, dan mengambil keputusan yang terukur juga tenang demi menjaga nama baik universitas.
Warisan terbesar Sulaeman di lingkungan Satpam Unhas adalah nilai-nilai yang ia tanamkan. Banyak kebijakan lapangan yang diterapkan Sulaeman masih digunakan sampai sekarang.
“Sikapnya yang mengutamakan komunikasi, koordinasi, dan kekompakan tim itulah yang saya teruskan hingga kini,” ujar Ridho, Minggu (19/10).
Sulaeman juga menjadi motivator bagi rekan-rekan Satpam lainnya untuk melanjutkan pendidikan. Ia pernah menasihati Ridho bahwa pendidikan itu penting untuk memperbaiki nasib ke depan. Akhirnya, dorongan itu membuatnya kembali kuliah di kampus yang sama dengan Sulaeman, hanya berbeda satu tingkat.
Di luar pekerjaannya, Sulaeman adalah pribadi yang memegang teguh nilai-nilai keluarga. Ayah tiga anak ini sangat bertanggung jawab terhadap keluarganya.
“Keluarga menganggap dia orang yang baik. Kalau ada masalah di keluarga, dia cepat merespons,” tutur Nasir.
Walau pekerjaannya sebagai satpam membuatnya harus menjaga universitas kadang hingga seharian penuh, ia tidak pernah abai dan selalu datang paling awal jika ada acara keluarga.
Istrinya adalah seorang guru yang mengajar di Barru. Sebelum pindah ke Makassar, setiap waktu libur, Sulaeman selalu menyempatkan diri ke Barru untuk menemui istri dan orang tuanya. Melepas penat dari pekerjaan, ia memiliki dua hobi utama, yakni memancing dan memelihara ayam bangkok. Ia bisa memancing hingga ke Barru dengan perahu kecil atau mengajak teman-temannya.
Sulaeman memiliki karakter yang sopan namun tegas. Ia berprinsip selama tidak diganggu, dia tidak akan mengganggu orang lain. Dirinya sering berkumpul dengan sesama pecinta ayam di sekitar rumahnya, dan terkadang menjual ayam Bangkok peliharaannya sebagai hiburan untuk mengatasi stres.
Di tahun-tahun terakhirnya, kondisi kesehatan Sulaeman mulai menurun, hingga berjuang melawan serangkaian penyakit berat. Nasir menceritakan, Sulaeman pernah mengalami sakit parah saat masih bekerja di FT Unhas. Sulaeman menjalani operasi usus dan dirawat selama tiga bulan, satu bulan di antaranya di ICU. Bahkan, ia juga sempat mengalami koma selama satu bulan.
Setelah sembuh, muncul massa paru-parunya yang hanya bisa diobati dengan menjalani kemoterapi. Hanya saja, perjuangannya belum berakhir. Beberapa tahun kemudian, penyakit lain menyerang kepalanya dan harus melakukan tindakan. Namun, Sulaeman meninggal dunia karena penyakit tersebut setelah kondisinya terus menurun pasca operasi.
Kabar duka itu diterima Ridho saat ia sedang bertugas mengamankan penjaringan rektor di FT Unhas. Ia awalnya tidak percaya, hingga harus memastikan sendiri di lapangan. Ridho bahkan ikut mengantar jenazah almarhum, yang ia anggap sebagai kakak dan sahabat, hingga ke pemakaman di Barru.
Bagi Ridho, Sulaeman adalah orang pertama yang mengajarkannya arti keamanan dan tanggung jawab. Sedangkan bagi Nasir yang telah 30 tahun mengabdi di Unhas, sosok dengan dedikasi dan loyalitas seperti Sulaeman sudah jarang ditemukan. Jejak pengabdian dan semangat kerjanya akan selalu menjadi teladan bagi generasi Satpam Unhas berikutnya.
Adrian
