Sehari menjelang Idul Adha 1441 Hijriah, aku tiba di Tibung setelah melintas jalan berupa tanah, berbatu dan berlubang. Melewati patok perbatasan daerah Majene dengan Polewali Mandar.
Perjalanan ke Tibung dapat diakses melalui jalur Limboro (Majene)-Tibung yang bisa dilalui dengan berjalan kaki, sepeda motor atau naik mobil hardtop. Jalur kedua bisa dilalui dari Galussangalla (Desa Manyamba, Majene)-Rattetarring-Bulobulo-Tibung. Jalur ini bisa diakses dengan berjalan kaki. Jika ingin cepat bisa naik motor dari Galussangalla-Tibung, namun hardtop tidak bisa mengakses jalan tersebut.

Tibung berlokasi di Desa Besoangin Kecamatan Tubbi Taramanu Kabupaten Polewali Mandar, Provinsi Sulawesi Barat. Tibung, tergolong desa yang masih mudah, sekitar 2010 silam dimekarkan dengan Desa Besoangin Utara.
Desa ini sudah bisa menikmati listrik, beberapa rumah sudah terpasang token listrik. Ada pula yang baru dipasangi instalasi, kabarnya pasca lebaran Idul Adha token listriknya akan dipasang. Menurut Kapala Dusun Kampung Baru listrik dari PLN baru masuk tahun 2020. Sebelumnya dua tahun terakhir warga memakai energi matahari program Nawacita Kementerian ESDM.
Selama tiga hari di Tibung, hampir setiap hari aku melihat beberapa orang berkunjung ke rumah Kapala Dusun Kampung Baru dari pagi hingga sore untuk mengisi daya aki, lampu, senter, dan gawai.

Baca Juga : Baharuddin Lopa, Dosen Hukum Unhas, Jaksa Agung dan Kesederhanaanya
Tibung diberkahi kekayaan alam yang begitu melimpah. Cinta kasih semesta terwujud lewat tanah subur, tumbuh berbagai macam tanaman pertanian seperti cengkeh, durian, ubi, jagung dan berbagai rumput liar yang bisa dinikmati ternak sapi. Maka tak mengherangkan peternakan sapi cukup berhasil di sini. Bahkan penduduk yang awalnya bertani, tiba-tiba melakoni peternakan.
Jam satu siang, kami masih istirahat usai jalan kaki dari Limboro ke Tibung, Afdal seorang kawan datang mengendarai sepeda motor hitam yang terlihat tua. Ia membonceng satu karung cengkeh yang baru saja dipetik.
Setelah itu, Afdal langsung memutar motornya untuk kembali ke kebun cengkehnya menjemput adiknya Rani. Sementara aku mengangkat cengkeh tadi dan ditumpahkan ke lantai dalam rumah untuk dirottei (istilah Mandar: memisahkan bunga cengkeh dari tangkainya).
Cengkeh menjadi berkah bagi banyak orang. Tanpa melihat umur atau jenis kelamin. Ketika ikut marrottei cengkeh, anak-anak kadang diberi upah, biasanya diupah Rp 500/liter.

Baca Juga : Menjadi Relawan Kasus KLB di Suku Asmat
Selesai marrotei cengkeh, hasilnya akan diliter lalu dibuatkan catatan. Isinya memuat nama pappupu atau pemetik cengkeh dan jumlah yang dipetik. Gunanya untuk memudahkan nanti ketika akan dihitung berapa upah bagi pappupu cengkeh. Upah pappupu juga beragam tergantung harga jual cengkeh kering. Karena harga cengkeh sekarang yang tergolong sangat murah, maka upah pappupu cengkeh kisaran Rp 3000 hingga Rp 4000/liter. Ada pula yang sistemnya bagi tengah atau diupah Rp 100.000/hari. Tapi yang umumnya digunakan upah untuk per liter.
Cengkeh menjadi salah satu komoditas utama di Tibung. Dimana telah menggeser pamor beberapa tanaman seperti kopi. Ketika awal kemunculan cengkeh, banyak petani menebang kopinya untuk diganti cengkeh dikarenakan harga yang lebih mahal.
Selain itu, keberhasilan pertanian di Tibung khususnya padi juga cukup dikenal di beberapa tempat di desa sebelah. Teringat ketika Juni lalu aku menyambangi Suppungan. Tibung kerap disebut oleh beberapa orang di sana untuk tujuan membeli beras karena masyarakat baru saja panen.
Pertanian padi memang cukup menjanjikan di Tibung. Daerahnya sangat dekat salu atau sungai memastikan pasokan air untuk lahan bisa terjamin. Pemukiman penduduk pun terlihat mengikuti arah aliran sungai.
Daripada itu, masyarakat juga memanfaatkan untuk mandi, mencuci, dan buang air besar. Di sungai penduduk kadang membuat karaka atau sumur jika air sungai dianggap kotor. Misal ketika sedang ada hewan yang mati, maka mereka akan menganggap air sungai tercemar. Mereka kadang menunggu hujan deras yang membuat air sungai meluap dan menghanyutkan kotoran itu agar kembali bersih. Setelah itu baru bisa dimanfaatkan kembali untuk mencuci atau mandi.
Tibung salah satu perkampungan di pegunungan Sulawesi Barat, tempat manusia diberkahi Tuhan lewat melimpahnya kekayaan alam. Tunggu apa lagi mari berkunjung ke Tibung,
Penulis :
Abdul Masli
Mahasiswa Antropologi Unhas,
Angkatan 2015.