Kehadiran Pandemi Covid-19 pada awal 2020 rasanya benar-benar berdampak pada setiap lapisan masyarakat. Secara tidak langsung menyadarkan kita betapa pentingnya perkembangan teknologi informasi, khususnya dalam sistem pelayanan publik.
Peraturan saat itu memaksa semua orang bekerja dari rumah atau Work From Home (WFH). Tak hanya itu, bahkan dalam pelayanan publik, beberapa orang kesulitan menyelesaikan kebutuhan administrasi, hingga pada akhirnya saat itu pemerintah gencar beralih melakukan digitalisasi pelayanan.
Kini istilah digitalisasi acap kali menjadi program yang terus digaungkan oleh hampir setiap birokrasi di Indonesia. Salah satu yang menjadi program andalan ialah Tanda Tangan Elektronik (TTE).
Sejalan dengan hal tersebut, Universitas Hasanuddin (Unhas) dibawah seorang nahkoda baru Prof Dr Ir Jamaluddin Jompa perlahan mulai berbenah diri. Tidak hanya fasilitas kampus, Unhas juga mulai memperbaiki sistem birokrasi yang dimilikinya.
Prof JJ (red: sapaan akrabnya) telah memiliki beberapa program kerja yang telah ia sampaikan dalam pidato pelantikannya, salah satu yang menarik perhatian publik mengenai TTE.
Direktur Direktorat Sistem Informasi dan Tranformasi Digital (DSITD) Unhas Dr Eng Ady Wahyudi Paundu mengungkapkan, TTE atau Digital Signature merupakan langkah awal menuju efisiensi birokrasi. Adanya program tersebut akan mengubah segala keperluan administratif yang ada di Unhas, dari pelayanan praktik manual menjadi berbasis online.
“TTE mengakomodasi semua kebutuhan civitas akdemika saat ini. Apalagi internet dapat dijangkau dimana saja dan kapan saja. Sehingga, TTE merupakan bentuk dari modernisasi birokrasi sehingga proses administrasi jauh lebih cepat, bahkan penggunaannya mampu mengurangi penggunaan kertas,” ucap Ady, Kamis (13/10).
Penggunaan TTE tidak serta merta hanya mengefisiensikan sistem pelayanan publik, namun juga menjamin keaslian dan keamanan suatu dokumen. Hal ini berbeda dengan tanda tangan basah yang penggunaanya kerap kali mengundang rasa curiga, karena bentuknya yang terkadang berbeda dari dokumen lain meskipun ditanda tangani oleh orang yang sama.
Cara kerja TTE, bisa dibilang cukup mudah bagi pemilik tanda tangan. Hanya membuka aplikasi yang telah disediakan oleh Direktorat Sistem Informasi Transformasi Digital (DSITD), kemudian memberikan akses kepada pengguna agar TTE pemilik bisa dimasukkan dalam file digital. Jika diubah dalam bentuk dokumen fisik, TTE tersebut akan berubah menjadi barcode. Saat discan akan dialihkan menuju file dokumen digital yang telah ditanda tangani.
File dokumen yang telah ditanda tangani secara digital tidak akan nampak secara kasat mata dalam bentuk dokumen fisik, namun perlu melalui tahap komputerisasi lebih lanjut agar bisa diketahui keasliannya.
“TTE ini menjamin bahwa yang menandatangani adalah benar orang yang bersangkutan dan juga menjamin integritas suatu dokumen. Karena terdapat algoritma yang telah ditanamkan sehingga butuh waktu lama untuk meretasnya,” jelas Dosen Teknik Informatika Unhas ini.
Tak hanya memudahkan dalam hal penandatanganan dokumen, manfaat lain dari digitalisasi tanda tangan ini adalah mahasiswa tidak perlu lagi melegalisir ijazah ketika lulus.
“Jika program ini berhasil diterapkan secara merata, kemungkinan tidak ada lagi yang namanya pemalsuan ijazah,” ungkap Ady.
Ady menambahkan, program tersebut mendapat sambutan baik oleh seluruh Dekan Fakultas di Unhas. “Sosialisasi terkait TTE juga sudah dilaksanakan pada tingkat dekan, staf, dan kedepannya juga akan disosialisasikan kepada mahasiswa,” tuturnya.
Lebih lanjut, program ini dapat membantu mahasiswa dalam pengurusan dokumen yang membutuhkan tanda tangan. Banyaknya mahasiswa yang mengeluh karena proses yang lambat, terlebih dokumen itu harus segera dikumpulkan membuat pengurusan menjadi terhambat.
Seperti yang dikatakan mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM), Aulia. Ia mengungkapkan, dokumen harus ia persiapkan lebih awal.
“Kalau saya sendiri biasanya, persiapkan memang jauh hari sebelumnyanya apalagi dokumen yang mendesak, karena tak jarang beberapa dokumen harus dititipkan lalu diambil esok harinya,” ujarnya, Senin (24/10).
Menanggapi program tersebut, Wakil Rektor bidang Sumberdaya Manusia Prof Farida Pattingi, sangat mendukung adanya TTE karena perubahan tersebut akan membuat Unhas selangkah lebih maju.
“Jadi kalau sudah diterapkan saya rasa tidak perlu lagi kita repot harus menandatangani ratusan berkas tinggal buka hp atau tablet langsung selesai, dan ini juga tentu saja akan mengurangi penggunaan kertas dampaknya positif juga ke lingkungan,” ungkapnya, Kamis (29/09).
Hingga saat ini, TTE sudah digunakan oleh rektor dan dekan. Bahkan mahasiswa yang melaksanakan wisuda baru-baru ini telah memperoleh ijazah dengan TTE.
Tim Liputan:
Ilham Anwar, Fatria, Nirwan