Rasa kantuk memanggil diriku untuk segera terlelap saat menulis naskah ini. Dengan sehelai selimut, aku membuat diriku nyaman dalam udara dingin yang menyerbak masuk akibat hujan di luar. Di atas kasur yang empuk ini, aku berusaha terjaga dengan sekaleng kopi yang temanku belikan kemarin hari.
Sejak minggu lalu, aku tanpa henti membuat diriku terbangun untuk menyelesaikan tugas-tugas yang sudah lama tertumpuk itu. Mereka menghantuiku, tidak sedikit pun membiarkan diri ini bisa beristirahat dengan damai. Memang sudah sepatutnya seperti ini. Siapa suruh tidak menyelesaikan tugas tepat pada waktunya?
Aku memikirkan kenapa bisa tugasku ada sebanyak ini? Tugas dari satu organisasi ke organisasi lain, tanggung jawab yang terus memanggil untuk segera dituntaskan. Setelah rapat, ada rapat. Belum lagi kerja tambahan yang menunggu sehabisnya. Terkadang aku bertanya, kapan ini akan berakhir?
Lalu, aku teringat kembali akan impianku pada masa gap year. Itulah impian yang sedang aku jalani sekarang. Dulu, aku bukanlah tipe orang yang akan mengangkat tangan saat seseorang bertanya untuk mengerjakan sesuatu dengan sukarela. Tetapi, setelah aku tahu bahwa aku tidak akan berkembang jika tidak mencoba, aku memutuskan untuk mengubah kepribadianku itu.
Pada waktu itu, aku kerap kali berbaring di kasur, membayangkan ingin jadi seperti apa aku nanti jika suatu saat aku diterima oleh salah satu perguruan tinggi. Mahasiswa berprestasi yang aktif dalam organisasi adalah jawabannya. Aktif bukan sekedar aktif. Aku ingin menjadi mahasiswa yang memiliki kontribusi dan menyelesaikan tanggung jawab di setiap kesempatan.
Aku berkata pada diriku, nanti saat masuk kuliah, tidak akan ada waktu bagiku untuk bermalas-malasan. Tugas kuliah adalah prioritas nomor satu. Kalau ada kesempatan untuk memimpin, pastikan untuk meraihnya. Ambil tanggung jawab sebanyak mungkin. Aku ingin mereka percaya dan bergantung padaku.
Ya, aku mendapatkan semua itu. Pada tahun pertama, semua berjalan dengan lancar. Tugas kuliah selesai sebelum batas waktu pengumpulan, amanah yang diberikan oleh organisasi dan kepanitiaan yang kuikuti juga terselesaikan dengan rapi. Setelah mendapatkan kepercayaan, orang-orang mulai memanggil serta memberikan peran kepadaku tanpa diminta.
Hanya saja, aku mulai merasa lelah dengan semua itu. Adiksi membuang waktu yang telah susah payah kuhilangkan datang kembali untuk menetap. Satu kali aku telat merampungkan pekerjaan, hal itu lalu bersemayam dalam diriku sampai saat ini.
Toh, enggak ada yang marahin. Nanti juga aku selesain, pikirku.
Aku mengakui caraku berpikir bahwa mengambil tanggung jawab sebanyak-banyaknya akan mendatangkan sukses dengan mudah padaku itu adalah salah, karena nyatanya sukses tidak akan datang jika kita tidak disiplin. Aku sendiri telah merusak esensi dari menyelesaikan tanggung jawab yang diberikan. Kalau sudah seperti ini, bagaimana bisa aku mendapatkan citra baik sebagai seseorang yang dapat dipercaya?
Menurut artikel LEADx yang berjudul 3 Reasons Why Punctuality Will Help your Career (Time Management), ketepatan waktu akan sangat membantu dalam membangun kepercayaan, meningkatkan efisiensi, dan menciptakan hubungan profesional yang lebih baik.
Di sana tertulis, ketepatan waktu merupakan sikap seseorang untuk menghargai orang lain. Kita memahami betapa berharganya waktu mereka dan betapa pentingnya tugas itu untuk segera ditamatkan. Hal ini yang nantinya akan membangun personal image kalau kita dapat dipercaya serta diberikan mandat lebih.
Tepat waktu dalam menyelesaikan amanah juga memperlihatkan seberapa profesional mereka dalam dunia kerja. Jika kita tepat waktu, orang-orang akan tahu bahwa kita memiliki sikap disiplin, konsisten, serta bertanggung jawab.
Apabila kita sudah terbiasa melakukannya, ketepatan waktu dapat memberikan banyak manfaat, khususnya dalam pengembangan diri seseorang. Kita akan diajarkan untuk memprioritaskan hal-hal paling penting sebelum akhirnya dapat merasakan hasil dari apa yang sudah kita lakukan.
Kita juga akan memiliki waktu lebih untuk menyiapkan diri terhadap apa yang akan terjadi, termasuk dalam membangun masa depan yang diinginkan. Lain halnya jika kita menunda kebiasaan seperti yang aku terapkan.
Kalau tampak dari luar, aku mungkin terlihat lelah dan malas yang disebabkan oleh academic burnout. Nyatanya, aku memiliki stres dan frustasi dikarenakan pusing memikirkan tugas dari sana-sini yang menumpuk. Padahal, jika tugas itu dikerjakan sebelumnya, perasaan negatif tersebut tidak akan datang menghinggap.
Jika boleh aku simpulkan, impianku untuk dapat menjadi orang yang memiliki banyak tanggung jawab perlu dievaluasi. Untuk saat ini, aku akan belajar bagaimana cara menghargai waktu milikku maupun milik orang lain. Dengan begini, aku berharap citra buruk terhadap diriku bisa perlahan dihilangkan dan berubah menjadi seseorang yang mengalami pertumbuhan diri.
Najwa Hanana
Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam 2022
sekaligus Kru PK identitas 2024