Pendidikan tinggi sering kali menjadi titik balik bagi individu yang menghubungkan mereka dengan budaya, tantangan, dan pengalaman baru bahkan jika harus melampaui batas geografis. Tak terkecuali bagi Tashfeen Amir, seorang mahasiswa internasional Fakultas Kedokteran (FK) asal Pakistan. Ia rela menempuh perjalanan panjang dari negara asalnya untuk mengejar mimpinya dan berkuliah di Universitas Hasanuddin (Unhas).
Tashfeen lahir dan dibesarkan di sebuah desa kecil di Provinsi Punjab, Pakistan. Dari kecil, ia dibesarkan dalam keluarga yang berfokus pada nilai-nilai kesehatan. Ayahnya merupakan seorang dokter homeopati, yaitu pengobatan alternatif dan ibunya seorang aktivis kesehatan. Dukungan dari keluarganya menjadi landasan kuat bagi Tashfeen untuk menjadi seorang dokter.
Perjalanan Tashfeen dimulai setelah ia menyelesaikan pendidikan menengahnya di desa dan pindah ke kota. Keinginannya untuk menjadi dokter terus tumbuh, ia mulai memutuskan untuk mengejar pendidikan kedokteran di luar negeri.
Indonesia, dengan populasi yang besar dan kesempatan praktik medis yang luas, menjadi pilihannya. Tashfeen merasa bahwa disini, ia dapat mengembangkan keterampilan medisnya dengan lebih baik. Menurutnya, kualitas praktik dokter di Eropa tidak sebaik Indonesia, Pakistan, dan India yang menawarkan peluang praktik yang lebih terbuka berkat jumlah pasien yang besar.
Proses untuk masuk ke Unhas-pun tidaklah mudah baginya. Tashfeen bercerita saat itu ia melihat postingan Kedutaan Indonesia di Pakistan yang menawarkan beasiswa Kemitraan Negara Berkembang (KNB) di bawah Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Ia mulai mengirimkan dokumennya dan mendapat rekomendasi untuk berkuliah di Unhas pada tahun 2021. Namun, sayangnya tidak ada beasiswa yang tersedia untuk studi kedokteran, sehingga ia harus mengatasi biaya studinya sendiri.
Ketika pertama kali tiba di Indonesia, Tashfeen menghadapi tantangan budaya dan bahasa yang cukup besar. Awalnya, stereotip tentang Indonesia sebagai negara yang sering dilanda bencana alam mengkhawatirkannya. Namun, ketika mulai mempersiapkan keberangkatannya, pandangan negatifnya berubah. Ia mulai kagum dengan keberagaman budaya, keindahan alam, dan keramahan masyarakat Indonesia. Terutama saat tiba di Jakarta yang menjadi pintu masuk pertamanya ke negeri ini.
“So when i came to Jakarta, i stayed some days there. It kind of impressed me. Then the behavior of the people was like a lot better, better than any other countries i have been ever to,” ungkapnya saat berbincang dalam identitas berdialog (idialog), Rabu (26/06).
Sebagai salah satu mahasiswa internasional pertama di program kedokteran, Tashfeen awalnya juga menghadapi serangkaian hambatan dalam hal akomodasi bahkan integrasi kehidupan orientasinya selama di kampus. Namun, seiring berjalannya waktu, menurutnya Unhas mulai memberikan dukungan yang lebih baik dalam hal akademik dan sosial bagi mahasiswa-mahasiswa internasionalnya.
Tashfeen menemukan bahwa sistem pendidikan di Unhas cukup berbeda dengan apa yang ia lihat di Pakistan. Di sini, pendidikan kedokteran lebih terintegrasi dengan praktik langsung di rumah sakit dengan pengalaman belajar yang lebih mendalam dan aplikatif. Meskipun kadang merasa kesulitan ketika harus menemui beberapa dosen yang tidak lancar berbahasa Inggris, Tashfeen mulai memanfaatkan kesempatan ini untuk belajar sebaik mungkin.
Di luar kegiatan akademiknya, Tashfeen juga aktif terlibat dalam berbagai organisasi mahasiswa, seperti Asian Medical Students Association (AMSA), Makassar Model United Nation (MUN), bahkan di Climate Catalysts. Walaupun sempat khawatir tentang perbedaan budaya, pemilik akun Tiktok @buledikampus ini dengan cepat beradaptasi. Ia juga kerap membagikan keseharian dan keluh kesahnya sebagai mahasiswa internasional dan tinggal di Makassar di akun pribadinya tersebut.
Ia menyebut sebenarnya ada banyak kesamaan antara Indonesia dan Pakistan, baik dari segi bahasa maupun budaya. Meskipun bahasa Indonesia dan Urdu berbeda, tetapi ada banyak kata yang mirip. Selain itu, keramahan orang-orang Indonesia juga mirip dengan budaya Pakistan.
Tashfeen mengakui bahwa pengalamannya selama belajar di Indonesia telah mengubah perspektifnya secara mendalam. Ia tidak hanya memperoleh pengetahuan dan keterampilan medis yang diperlukan untuk karirnya di masa depan, tetapi juga mendapatkan pengalaman hidup yang mengasah kepribadiannya.
Pria kelahiran 2002 ini merasa banyak belajar untuk bersikap lebih terbuka dan melampaui batas-batas yang pernah ia bayangkan sebelumnya. Hubungan persahabatan yang ia jalin selama di Indonesia juga memberi dukungan emosional baginya saat ia merasa jauh dari tanah kelahirannya.
Ketika ditanya tentang rencananya setelah menyelesaikan studi di Indonesia, Tashfeen menyatakan keinginannya untuk kembali ke Pakistan dan berkontribusi dalam bidang kesehatan. Ia menyebut mungkin akan membuka praktek sendiri atau bekerja di sebuah rumah sakit disana. Tashfeen yakin bahwa pondasi yang dibangunnya selama berkuliah di Unhas akan menjadi modal berharga dalam menjalani karier kedokterannya di masa depan.
Nur Muthmainah