Pada 2015, tim penelti internasional yang terdiri dari peneliti Arkeologi Universitas Hasanuddin, peneliti Griffith University Australia, Institut Max Planck Jerman, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Balai Penelitian Arkeologi Makassar, dan Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar, menemukan kerangka manusia purba yang diperkirakan berumur 7.200 tahun lalu, di Leang Panninge Kec. Mallawa Kab Maros.
Penelitian yang dipimpin arkeolog Unhas Prof Dr Akin Duli MA, Basran Burhan, dan Iwan Sumantri serta peneliti lainnya. Dekan Fakultas Ilmu Budaya Unhas, Akin Duli mengatakan temuan ini sangat penting bagi ilmu pengetahuan. Hal ini membangun persepktif baru dalam mengisi sejarah peradaban manusia di Indonesia, khususnya di Sulawesi.
Lebih lanjut, Akin Duli menyampaikkan temuan ini bukan merupakan sisa-sisa atau bekas makhluk hidup berupa binatang atau tumbuhan yang menjadi batu atau mineral, artinya bukan fosil. Melainkan rangkaian tulang dan sendi yang menjadi dasar bentuk tubuh manusia.
Kerangka manusia ini dinamakan Besse. Besse adalah nama yang biasa disematkan untuk anak perempuan dalam tradisi Bugis-Makassar. Temuan tulang ini, kemudian dikirim ke Institut Max Planck, Jerman untuk diuji. Meskipun sebagian besar ekstraksi DNA terdegradasi dan tidak dapat dipulihkan, hanya sekitar 2 persen yang dapat diselamatkan.
“Kerangka tersebut ternyata mengandung DNA yang berbeda dengan DNA manusia purba yang selama ini kita pahami sebagai asal-usul manusia di wilayah Indonesia. Ilmu pengetahuan menyebut manusia Indonesia berasal dua asal-usul, yaitu Afrika dan Taiwan. Temuan DNA Denivason membuktikan bahwa ada asal-usul ketiga,” ungkap Akin dalam konferensi pers, Selasa (31/8).
Setelah melewati proses penelitian, ditemukan Besse mengandung jejak DNA Denisova, yang merupakan spesies manusia yang berasal era paleolitik atau zaman batu tua. Selain temuan di Maros ini, pada 2010 ilmuwan juga menemukan pecahan tulang jari tangan dari seorang peremuan yang diperkirakan hidup 41.000 tahun lalu di wilayah Gua Denisova, Siberia.
Temuan kerangka manusia yang memiliki DNA Denisova merupakan pertama di Kawasan Wallacea. Dan memberikan penjelasan, bahwa DNA ini tidak menurunkan langsung dari suku Bugis-Makassar, tapi lebih mengarah kepada suku Abrogin di Papua.
Oleh karena itu, Besse menyimpan separuh genetika leluhur Papua dan Aborigin, Australia. Temuan ini menjawab sebagian teka-teki tentang riwayat perjalanan dan pembauran manusia Indonesia sebelum kedatangan pouter Austronesia.
Butuh 1 tahun untuk menganalisis DNA tersebut, dengan temuan rangka manusia ini berumur 17 atau 18 tahun, berdasarkan analisis kerangka tengkorak, khususnya pada bagian gigi belakang.
Penemuan ini memiliki kontribusi sangat besar bagi sejarah perkembangan dan peradaban manusia dan kebudayaanya. Dosen Arkeologi Unhas, Iwan Sumantri mengatakan temuan ini menunjukkan keragaman bangsa Indonesia sangat kompleks, “Bahkan, dalam perspektif yang berbeda, saya menyebutkan penemuan ini memperlihatkan tidak ada satupun yang berhak mengklaim sebagai pemilik atau penduduk asli Indonesia,” ujarnya pada konferesi perss tersebut.
Iwan mengusulkan agar Unhas membentuk Center for Wallacea Studies untuk mengkaji lebih lanjut secara sistematis kekayaan peninggalan prasejarah di wilayah Maros, Pangkep, dan kawasan sekitarnya mengingat kawasan karst ini menyimpan kekayaan peradaban kuno.
Nur Alya Azzahra