Prof Firzan Nainu S Si M Biomed Sc Ph D Apt adalah sosok yang tak asing lagi di dunia farmasi. Baru-baru ini, ia berhasil masuk dalam daftar ilmuwan paling berpengaruh di dunia pada 2024 berdasarkan daftar World’s Top 2% Scientist yang dirilis oleh Stanford University dan Elsevier BV. Pencapaian ini bukanlah sesuatu yang datang dengan instan. Di balik pencapaian tersebut, ada perjalanan panjang dengan komitmen untuk terus berinovasi di bidang farmasi.
Seperti sebuah pohon yang kokoh dengan akar yang dalam, perjalanan hidup Firzan dimulai dari dasar yang kuat di lingkungan keluarga. Pria asal Ujung Pandang (sekarang Makassar) ini memang tumbuh di tengah keluarga yang menjunjung tinggi nilai pendidikan dan integritas. Ayahnya adalah seorang anggota Brimob yang sudah pensiun, sementara ibunya seorang ibu rumah tangga yang memberikan pengaruh besar pada perkembangan karakter dan pendidikan Firzan.
“Bapak saya tegas, tetapi ibu saya yang selalu ada di rumah memberikan banyak dukungan,” ujarnya saat ditemui, Senin (21/10).
Langkah pertamanya menuju dunia penelitian dimulai dari pendidikan S1 di Universitas Hasanuddin (Unhas), tempat Firzan pertama kali merasakan gairahnya terhadap riset ilmiah. Di sinilah ia mulai merintis penelitiannya yang fokus pada formulasi dan uji efektivitas bahan aktif farmasi.
Ketekunan dan ketertarikannya yang mendalam membawanya melanjutkan studi S2 di James Cook University, Australia, di mana ia memperdalam keahliannya di bidang biomedis. Tak sampai di situ, keinginan untuk mendalami riset juga membawanya melanjutkan pendidikan ke Jepang. Di Kanazawa University, Firzan menghadapi tantangan berat, mulai dari kesulitan bahasa hingga ritme kerja yang menuntut.
“Pergi pagi, pulang malam, dan bekerja hampir setiap hari adalah rutinitas saya. Itu membuat saya menjadi peneliti yang tidak hanya berkompeten, tetapi juga tangguh,” kenangnya.
Salah satu terobosan terbesar Firzan adalah pemanfaatan lalat sebagai model penelitian untuk pengembangan obat. Lalat, yang kerap diremehkan, ternyata memiliki kemiripan genetik 60-75 persen dengan manusia. Inovasi ini lahir dari pengalamannya di Jepang, di mana ia pertama kali mengenal penggunaan lalat untuk penelitian farmasi.
Penelitian ini tidak hanya menawarkan efisiensi dari segi biaya tetapi juga mempercepat proses penelitian. Tikus laboratorium yang biasanya digunakan dalam penelitian farmasi memerlukan biaya tinggi dan prosedur yang kompleks terkait kode etik. Berbanding terbalik dengan lalat buah yang dapat diperoleh dengan biaya relatif rendah dan perizinan yang lebih sederhana. Inovasi ini kemudian menjadi salah satu kontribusi besar Firzan dalam dunia farmasi.
Namun setiap perjalanan pasti menemui rintangan. Masa pandemi Covid-19 yang menghantam dunia justru menjadi titik balik bagi Guru Besar Fakultas Farmasi itu. Waktu yang tadinya tersita oleh eksperimen, kini bisa digunakan untuk menulis dan mempublikasikan karya. “Banyak yang bilang itu tantangan, tapi bagi saya, itu berkah,” tuturnya.
Sebagai Ketua Perhimpunan Saintis Farmasi Indonesia (PSFI), Firzan berkomitmen untuk memajukan riset farmasi di Indonesia. Salah satu langkah strategisnya adalah mempromosikan pendidikan berkelanjutan dan kolaborasi antara peneliti. Ia menyadari bahwa penelitian di Indonesia masih menghadapi banyak tantangan, terutama dalam hal pendanaan.
Firzan juga terlibat dalam pengembangan metode Drug Repurposing, di mana obat yang telah dikenal dipelajari ulang untuk penggunaan baru. “Drug repurposing bisa memangkas biaya dan waktu, karena tidak perlu memulai dari nol,” jelasnya.
Contoh dari pendekatan ini adalah penelitian Firzan terhadap kandidat obat yang awalnya dikembangkan untuk demam, tetapi berpotensi digunakan untuk mengatasi penyakit metabolik seperti diabetes dan obesitas.
“Di PSFI, kita memiliki anggota dari universitas, BRIN, industri dan rumah sakit. Ini memungkinkan kita untuk bertukar pandangan dan informasi. Praktisi dapat menyampaikan kondisi yang mereka hadapi di lapangan, sementara peneliti dapat membantu mencari solusi berdasarkan penelitian yang ada,” pungkasnya.
Firzan banyak memanfaatkan data-data yang sudah ada untuk dikembangkan menjadi artikel ilmiah. Ia juga aktif menulis artikel ulasan sehingga produktivitasnya dalam bidang akademik terus meningkat. Pengakuan ini tidak hanya berdasarkan pada jumlah publikasi ilmiah yang telah ia hasilkan, tetapi juga dampak dari penelitiannya terhadap pengembangan ilmu farmasi di dunia khususnya di Indonesia.
Dengan menggabungkan pengetahuan teoritis dari akademisi dan pengalaman praktis dari para profesional di lapangan, ia yakin bahwa industri farmasi di Indonesia akan semakin maju dan mampu bersaing di tingkat internasional.
Athaya Najibah Alatas