“Dulu, kesenian di kampus itu sangat hidup. Ketika jalan kebeberpa fakultas akan dijumpai orang bermain musik, berpantun ataupu yang lainnya. Suasana itulah yang kami rindukan,” ucap salah satu member The Lectors.
Jreng…! Bunyi petikkan gitar mengawali penampilan. Suasana Gedung Olahraga Unhas tiba-tiba meriah saat grup musik itu tampil. Dengan mengenakan jas merah, ribuan penonton dari kalangan mahasiswa ikut bernyanyi dan mendekati panggung hiburan.
“Merah putihku teruslah kau berkibar,” begitulah potongan lirik lagu yang mereka nyanyikan, seraya berjoget seolah merayakan kemenangan. Yup, memang hari itu salah satu acara pengenalan kampus kepada mahasiswa baru angkatan 2019, bertepatan dengan “Hari Kemerdekaan Indonesia”.
Selain sebagai perayaan hari kemerdekaan dan pengenalan kampus. Ternyata hari itu merupakan momen pertama The Lectors menampakkan diri kepada masyarat. The Lectors adalah nama grup musik dimana anggotanya sebagian besar berprofesi sebagai dosen.
Mereka adalah Muh. Ashry Sallatu SIP M Si (Dosen Hubungan Internasional FISIP Unhas) dan Hanna Mariani Singgih ST MT (Dosen Teknik, UKIP) sebagai Vocalist, Andi Ali Armunanto SIP MA (Dosen Politik, FISIP Unhas) dan Terry (Pengajar Bahasa Indonesia Foreigner) sebagai Guitarist. Selain itu, juga ada Bassist yang dipegang oleh Dosen MIPA Unhas, Andi Arfan Sabran SSi M Kes, dan seorang Drummer, Muh. Yamin SIP (Alumni Unhas yang bekerja sebagai pegawai BUMN).
Band ini terbentuk dari masing-masing member yang memiliki hobi yang sama. Awalnya, Gego, begitulah sapaan Muh. Ashry Sallatu bersama seorang dosen yang berada di fakultas yang sama, Anto suka bermain musik. Maka mereka berpikirlah mencari teman di kalangan dosen Unhas untuk membantuk sebuah grup musik.
“Tujuan kami bentuk band ini sebenarnya adalah menyalurkan hobi. Meski susah sekali megumpulkan dosen-dosen yang senang bermusik. Padahal, seni itu tidak boleh mati, bahkan harus terus hidup walaupun itu di kampus,” ucap Gego.
Lebih lanjut, vocalist sekaligus guitarist ini menuturkan, The Lectors tak hanya sekadar media bermusik, melainkan media untuk menyampaikan pesan dan harapan-harapan kepada khalayak. Seperti halnya di masa pandemi ini, The Lectors meng-cover sebuah lagu sebagai bentuk dukungan kepada masyarakat dan tenaga medis.
“Bukan sekadar media bermusik tapi media kami menyampaikan pesan-pesan apapun yang kamu sampaikan, entah itu yang berhubungan dengan dunia kampus dan sosial,” tutur Gego.
Di sisi lain, musik menurut Yamin juga dapat diartikan sebagai obat untuk menyegarkan otak dari perkerjaan. “Bagi saya musik itu obat, makanan untuk batin” katanya.
Pendapat yang berbeda juga muncul dari Anto. Ia mengatakan, musik baginya adalah dunia lain dari kegiatan keseharian. Dunia yang bisa mengajak dan mendengarkan orang-orang untuk menikmatinya.
“Musik itu seperti dunia saya yang lain, dunia di luar produktivitas pekerjaan dan segala macam. Melalui musik, kita bisa mempersembahkan gabungan dari alat-alat yang dimainkan untuk dinikmati banyak orang. Jadi semua orang bisa menikmatinya walaupun mereka tidak bisa memainkannya,” jelas Anto.
Sebelum menjadi The Lectors, band ini di sebut Lectors Weekand Projek. Bermula ketika latihan dan kumpul bersama dilakukan setiap akhir pekan, antara Sabtu dan Minggu. Namun, karena dinilai terlalu kepanjangan dan sulit untuk di ingat maka disepakatilah dengan nama The Lectors. Kata Lectors sendiri berasa dari salah satu jabatan fungsional akademisi atau dosen.
Layaknya organisasi pada umumnya, setelah kurang lebih satu tahun terbentuk, para member The Lectors mengakui agak kesulitan mengatur waktu pertemuan, mengingat ini bukanlah pekerjaan utama mereka. Tetapi kendala tersebut tidak menghalagi mereka untuk terus berkarya dan menyapaikan nasehat. Dikeadaan seperti ini, The Lectors tetap latihan secara daring dan mengikuti berbagai kegiatan yang menampilkan musik dengan webinar yang dilakukan oleh sejumlah lembaga kampus.
Bahkan, The Lectors sudah menyiapakan lagu pertamanya. Lagu tersebut mengisahkan perjuangan seorang tenaga medis di suatu daerah terbatas. “Liriknya dan musiknya sudah ada tinggal di take saja videonya,” terang Gego.
Mereka berharap, para dosen tidak terbatas pada kemampuan mengajar dan riset melainkan bisa mengaktifkan otak kanannya untuk berkerja walaupun itu di lingkungan kampus.
Santi Kartini