Rumput laut menjadi salah satu komoditas ekspor Indonesia dengan nilai ekonomi tinggi dan banyak diminati oleh banyak negara. Di Indonesia, Sulawesi Selatan menjadi salah satu daerah penghasil rumput laut yang cukup tinggi.
Nilai ekonomi tinggi dari rumput laut disebabkan karena proses pengerjaan produksi yang sulit, mulai dari pembibitan hingga tahap panen dilakukan di pinggir pantai. Para petani rumput laut dapat menghabiskan waktunya hingga delapan jam setiap hari.
Selama proses pengerjaan, petani rumput laut bekerja dengan kondisi tubuh membungkuk dengan beban tubuh ada pada tulang belakang karena berjongkok dalam jangka waktu yang lama. Hal ini juga berdampak pada tingkat produktifitas dan kesehatan para petani rumput laut itu sendiri.
Berangkat dari fenomena tersebut, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Yahya Thamrin PhD melakukan sebuah penelitian berjudul “Alat Bantu Ergonomis untuk Pekerja Rumput Laut”. Ia bersama dua rekan timnya, yaitu pakar antropometri, Dr Masyitha Muis MS dan pakar desain dari Politeknik Negeri Ujung Pandang, Iin Karmila Yusri, menciptakan alat untuk membantu pekerjaan petani rumput laut terkait kesehatan mereka.
Yahya terpikirkan untuk membuat suatu alat bantu karena melihat kurangnya fasilitas yang disediakan oleh pemerintah dalam menunjang pekerjaan para petani rumput laut. Guru besar bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) itu juga melihat setiap petani bekerja dengan posisi tubuh yang tidak ergonomis dan dapat menyebabkan resiko cedera secara berkepanjangan.
“Dalam penelitian, saya menemukan bahwa di atas 60 persen petani rumput laut mengalami keluhan otot dan nyeri tulang pinggang bagian belakang tubuh. Padahal, petani rumput laut itu mendatangkan devisa bagi kabupatennya. Akan tetapi pihak pemerintah tidak peduli terhadap kesehatan para pekerja,” ungkapnya saat diwawancara, Kamis (21/09).
Dosen FKM Unhas itu kemudian melakukan penelitian selama empat tahun dimulai sejak 2020 hingga 2023. Pada tahun pertama, ia berfokus untuk mengumpulkan data mengenai berbagai masalah dan keluhan kesehatan yang dialami petani rumput laut. Kemudian dilanjutkan pada tahun kedua, yaitu penelitian tentang faktor determinan dari keluhan-keluhan tersebut.
“Pada tahun pertama dan kedua itu menggunakan studi kuantitatif untuk mengumpulkan data. Proses ini memerlukan waktu yang lama karena dilakukan di hampir satu Kabupaten Takalar,” tuturnya.
Setelah dua tahun, Yahya dan rekan timnya melanjutkan penelitian pada 2022 dengan target pengumpulan data terkait hal yang diperlukan oleh petani rumput laut. Dalam tahap ketiga ini, penelitian menggunakan studi campuran (mixed method) untuk mendapatkan data yang lebih akurat dan efektif.
Seusai proses penelitian selama tiga tahun itu, penelitian berlanjut ke tahap perancangan dan pembuatan prototipe alat berupa kursi dan meja ergonomis yang kemudian melalui proses uji coba pengukuran. Pengujian dilakukan untuk mengetahui tingkat kekuatan dan keberhasilan dari alat bantu ergonomis tersebut.
“Pada tahun keempat itu kami membuat prototipe, merancang alat, dan setelah alat itu jadi, maka kami uji cobakan pengukurannya untuk mengetahui kekuatan dan tingkat keberhasilan fungsi setiap komponennya,” imbuh Yahya.
Lebih lanjut, ia menuturkan alasan alat yang diciptakan dari proses penelitian berupa kursi dan meja karena untuk memudahkan petani dalam mengolah rumput laut tanpa khawatir mengalami nyeri pada otot maupun tulang pinggang. Alat bantu ini ia ciptakan khusus untuk petani rumput laut yang juga bisa diatur ketinggiannya sesuai dengan keinginan setiap pekerja.
“Jadi jika anaknya ikut bekerja maka ketinggiannya bisa diatur. Ini melalui pengukuran antropometri yang bukan hanya ukuran orang dewasa tapi anak juga bisa bekerja. Tak hanya itu, kalau dalam keadaan bosan duduk, dia bisa berdiri di samping meja itu dan ketika berdiri pun ia tetap dalam posisi yang optimal untuk bekerja karena tidak membungkuk,” ucapnya.
Kursi dengan warna biru dan meja berwarna kuning ciptaan Yahya ini terbuat dari bahan besi hologam galvanis dan besi plat anti karat yang dipilih karena memiliki kualitas dan kekuatan tahan dari tekanan serta dapat menahan beban hingga 100 kilogram. Untuk mejanya didesain memiliki dinding di bagian pinggirnya yang bertujuan menahan rumput laut agar tidak mudah jatuh ke tanah.
Yahya selaku ketua peneliti menegaskan terdapat dua manfaat dari alat bantu tersebut. Pertama, setiap pekerja dapat lebih sehat dan terhindar dari penyakit akibat beban kerja yang tinggi. Kemudian, manfaat yang kedua dengan alat ini dapat meningkatkan ekonomi dan hasil produksi petani rumput laut.
“Kedua manfaat ini dapat dirasakan oleh para petani rumput laut. Namun kembali lagi pada pemerintah daerahnya, apakah mereka mau menginvestasikan uangnya atau mengalokasikan dananya untuk memperhatikan pekerja di sektor informal yang mendatangkan devisa bagi daerahnya atau tidak” pungkasnya.
Hingga sekarang, telah terdapat tiga kecamatan di Maros yang mendapatkan alat bantu ergonomis ini, yaitu kecamatan Bontoa, Kecamatan Lawu, dan Kecamatan Maros Baru. Sementara itu, terdapat satu kecamatan lagi bernama Kecamatan Marusu yang sedang dalam proses produksi sebanyak 20 set.
Ke depannya, Yahya dan timnya berharap alat ini bisa bermanfaat bagi petani rumput laut dalam meningkatkan produktifitasnya dalam jangka panjang.
“Petani rumput laut yang belum memilikinya mungkin bisa mendapat perhatian dari Pemda dengan membantu mereka menyediakan alat dan desain ekonomis ini dan tentunya bekerja sama dengan kami di Unhas,” tutupnya.
Otto Aditia