Pendampingan Grand Issue Volume II yang diselenggarakan Hasanuddin Law Study Centre (HLSC) Fakultas Hukum Unhas mengangkat tema “Kebebasan Berekspesi”. Kegiatan ini dilaksanakan melalui Zoom Meeting, Sabtu (30/7).
Hadir sebagai narasumber, Deputy Director dari Amnesty International Indonesia, Wirya Adiwena. Sekadar informasi, Amnesty International Indonesia, merupakan organisasi bagian dari gerakan global yang berkampanye untuk mengakhiri pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Pada kesempatan itu, Wirya menjelaskan implementasi kebebasan berekspresi di masyarakat. Salah satu alat yang biasanya digunakan untuk membungkam kebebasan berekspresi adalah dengan menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
“Kalau teman-teman mengikuti pergerakan UU ITE, penggunaan UU tersebut untuk melakukan kriminalisasi tidak pernah turun secara signifikan dari tahun ke tahun. Dari data kami, tahun 2016 terdapat 31 kasus, 2017 71 kasus, 2018 94 kasus, 2019 98, 2020 119 kasus, dan 2021 83 kasus, ” ungkap Wirya.
Wirya menyayangan UU ITE digunakan sebagai alat pembungkaman. “Pembungkaman dengan UU ITE ini sangat disayangkan, dan menurut kami menjadi bentuk yang paling represif dari kebebasan berekspresi di Indonesia.”
Diakhir materinya, pria lulusan S1 Hubungan Internasional Unpad ini berpesan kepada peserta agar tetap mengawal grand isu kebebasan berekspresi.
Ia juga menyampaikan bahwa bukan hanya aktivis, LSM, dan mahasiswa yang harus mengawal, akan tetapi semuanya harus terus mengawal isu tersebut. “Kita semua akan terus mencari cara agar kebebasan berekspresi dapat ditegakkan di Indonesia,” ujar Wirya.
Amar