Semakin meluasnya wabah penyebaran virus korona dimana kian harinya orang yang tertular makin meningkat sehingga hal tersebut banyak meresahkan warga Indonesia. Tak ketinggalan mahasiswa yang terbiasa kuliah tatap muka kemudian beralih dengan pembelajaran jarak jauh atau kuliah online dengan tujuan mengantisipasi dan menekan bahaya Covid-19. Coba Kita sedikit melihat kilas balik sebelum diterapkannya pembelajran jarak jauh ini, banyak aktivis dari kalangan mahasiswa yang mengatas namakan pribadi sampai yang membawa nama organisasi menyuarakan suaranya kepada pihak kampus atau instansi pemerintahan untuk secepatnya mengambil kebijakan terhadap pendemi ini. Alhasil pihak kampus mengambil tindakan yaitu diterapkannya kuliah daring dengan meliburkan mahasiswa dari pembelajaran tatap muka.
Usut punya usut kebijakan tersebut disambut gembira mahasiswa disamping karena takut tertular virus korona. Dalih yang lain, tugas kuliah tatap muka sudah terlalu banyak sehingga membuat mahasiswa suntuk dan stres. Selang dua minggu, kebijakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) masih normal dan dianggap solutif dari permasalahan tersebut. Hingga pada minggu ke-3 keluh kesah mahasiswa mulai bermunculan seperti tugas kuliah online yang semakin banyak dari kuliah offline.
Mobilitas mahasiswa maupun pengajar yang semakin tinggi akan sangat membantu dalam sistem kuliah online ini. Tidak terjebak atau terkurung dalam satu ruangan yang dibatasi tembok gedung kampus. Akan tetapi ruangan belajar akan semakin luas dan beragam. Pengajar yang dalam hal ini adalah dosen bisa mengajar di tempat kerja, kantor, atau mungkin diperjalanan dinas kerja bisa mengajar lewat mobil. Hal yang sama juga dialami oleh mahasiswa, mereka bisa mendengarkan materi kuliah lewat gawai masing-masing, bisa sambil duduk minum kopi, ada yang rebahan. Untuk mahasiswa di pedesaan, ada yang belajarnya dipekarangan rumah sambil menikmati sejuknya udara alam.
Dukungan yang kedua, memotivasi munculnya peran partisipasi mahasiswa dari pasif menjadi aktif. Jika kelas offline mungkin yang bertanya dan berani berargumen hanya dua atau tiga orang akan tetapi, situasi kelas online justru membangkitkan antusias mahasiswa dalam bertanya maupun menyampaikan argumennya. Lantaran kuliah online antusias dan keberanian mahasiswa meningkat dibanding kuliah offline. Pada dasarnya mahasiswa akan merasa kurang percaya diri jika identitas dan bentuk fisiknya dilihat langsung pada saat kuliah offline sedangkan pada kuliah online ini dibatasi dengan tatap muka langsung sehingga mahasiswa lebih percaya diri.
Ketiga, mahasiswa dapat mengulang atau review materi ataupun video pembelajaran Anytime anywhere. Di era yang serba digital memungkinkan mahasiswa dapat mengakses ulang materi atau video pembelajaran hasil dari recording kelas online. Akses tersebut tidak didapatkan dengan kuliah offline atau tatap muka. Contohnya ketika menjelang ujian, kelas offline mungkin sebagian mahasiswa membaca ulang catatan masing-masing yang dimana catatan tersebut tidak selengkap dengan apa yang disampaikan dan dijelaskan dosen ketika mengajar dikelas.
Namun, kuliah online, mahasiswa dapat belajar dari catatan masing-masing ditambah video pembelajaran hasil rekaman. Cara aksesnya pun beragam tergantung platform yang disepakati dosen dengan mahasiswa, ada yang menggunakan whatsApp, zoom meeting, microsoft teams, dan lainnya. Sehingga secara akses jauh lebih menguntungkan kuliah online dibanding offline.
Di balik pro dan kontra kuliah online, sebagian mahasiswa yang awalnya mendukung kebijakan pembelajaran jarak jauh dan senang dengan diliburkannya kuliah offline, ujungnya berbalik arah menolak kebijakan tersebut. Argumen mahasiswa tidak mendukung kebijkan ini, seperti tugas yang semakin hari semakin meningkat. Jika banyaknya tugas per satuan waktu diplot kedalam grafik, maka grafik dengan gradient positif yang paling cocok menggambarkan situasi tersebut.
Alasan lain adalah materi yang diberikan dosen dalam jumlah banyak tidak membuat mahasiswa rajin membaca dan memahaminya, justru malah bermalas-malasan dan tidak mau membacanya. Itupun membuka dan membaca bahan ajar tersebut jika didalamnya ada tugas yang diberikan. Selain itu, alasan terkendala jaringan internet yang kurang stabil adalah hal yang lumrah, apalagi mahasiswa yang tinggal di daerah bahkan yang di pedalaman. Perbedaan infrastruktur jaringan telekomunikasi yang ada di daerah jauh tertinggal dibanding yang dikota.
Melihat esensi kuliah itu sendiri kurang didapatkan jika sekedar kuliah online. Seakan kewajiban kuliah gugur pada saat kelas online ditutup. Tidak ada interaksi sosial dari sisi emosional antar mahasiswa yang hal tersebut didapatkan pada kuliah offline. Kuliah online dengan anggapan anytime anywhere dapat menurunkan tingkat disiplin mahasiswa. Dimana pada saat kuliah offline harus berangkat pagi dengan pakaian yang rapi sedangkan kuliah online dapat menghapuskan budaya tersebut.
Itulah pro kontra yang menurut pengamatan dan pengalaman penulis. Dan cenderung memilih kuliah offline dengan alasan seperti yang telah penulis sampaikan pada poin kontra di atas. Di luar banyaknya kontra dan beranggapan apakah salah kebijakan pemerintah dengan pembelajaran jarak jauh ini, tentu tidak bisa disalahkan. Karena setiap kebijakan pasti memiliki alasan yang kuat untuk diterapkan.
Sederhananya persoalan tersebut tergantung bagaimana setiap individu beradaptasi dengan kondisi yang sekarang ini. Serta bijak dalam menggunakan waktu untuk kegiatan yang positif. Baik dalam lingkungan masyarakat maupun dalam lingkungan kampus.
Penulis Muhammad Aqsha merupakan Juara 3 Lomba Opini Dies Natalis ke-46 identitas Unhas, sekaligus Mahasiswa Teknik Logistik Universitas Pertamina, Jakarta.