Korps Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) Wati Komisariat Pertanian Unhas Cabang Makassar Timur (Maktim) menggelar diskusi bertemakan “Kolektivitas Sebagai Warisan Leluhur” melalui Zoom dan kanal YouTube, Sabtu (30/01). Dipandu oleh Nur Sari Utswatun Khasanah, diskusi kali ini menghadirkan alumnus Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unhas, Wiwiniarmy Andi Lolo.
Mengawali sambutannya, Sari menyampaikan, konteks keilmuan individualisme dianggap sebagai akibat revolusi Prancis. Individualisme dilihat sebagai gejala sosial yang terisolasi dari lingkungan sekitarnya.
“Berbicara tentang individualisme dan kolektivisme, penelitian menyimpulkan keduanya bersifat bipolar. Hal ini dikarenakan semakin tinggi individualitas, maka kolektivitas semakin rendah,” jelas Sari.
Diketahui kondisi geografis tempat tinggal masyarakat mempengaruhi pola hidupnya. Lebih lanjut dijelaskan, perilakunya akan sangat berbeda dari segi individualisme dan kolektivismenya.
“Orang yang tinggal di wilayah bersuhu dingin, hidupnya lebih individualis dibandingkan dengan mereka di wilayah khatulistiwa. Hal tersebut terjadi karena pengaruh sumber daya, seperti sumber daya alam, jaminan pangan, dan lain-lain,” jelas Sari.
Pada pola interaksi, meski perbedaan tingkat kolektivitas dan individualitas bergantung dari faktor kondisi geografis, namun penelitian lain mengatakan, jika suatu daerah cenderung individualis, bukan berarti tidak ada kolektivitas di dalamnya. “Kolektivisme dalam ranah kultural menjadi hal yang sangat luas. Karena dimanapun kita, kolektivisme sangat mudah untuk ditemukan,” tegas Sari.
Kemudian, masa kolonialisme juga memberikan dampak tidak langsung yang berakibat pada tergerusnya kolektivitas pada masa itu. Oleh karena itu, dibutuhkan usaha-usaha untuk mengembalikannya.
“Diantaranya, pemberdayaan petani dengan pengelolaan lahan secara alami, penguatan lumbung pangan secara kolektif, advokasi masyarakat untuk merebut kembali ruang hidup, pengakuan masyarakat adat, dan lain sebagainya,” papar Sari menutup pembicaraan.
M209