Kekerasan seksual menjadi isu yang sensitif untuk dibahas, apalagi makin hari semakin mengkhawatirkan. Terlebih, saat ini, berdasarkan data KPAI kebanyakan korban kekerasan seksual adalah anak remaja.
Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk menurunkan angka kasus kekerasan seksual adalah dengan memberikan edukasi sedini mungkin. Apalagi melihat banyak kasus kekerasan seksual yang korbannya adalah anak di bawah umur. Lantas, seberapa besar urgensi edukasi kekerasan seksual ini dilakukan? Dan, bagaimana upaya yang seharusnya dilakukan seseorang ketika menjadi korban pelecehan? Berikut kutipan wawancara Reporter identitas, Urwatul Wutsqaa, dengan Salma Tajang, S.S., seorang aktivis dan pegiat perempuan dan anak saat ditemui di Sekolah Pascasarjana Unhas, Jum’at (18/12):
Sebenarnya apa itu kekerasan seksual, adakah rujukan yang bisa digunakan untuk mendefinisikan kekerasan seksual?
Kekerasan seksual adalah jenis kekerasan yang berorientasi pada aktivitas seksual. Jika dilihat data di Makassar, tren kekerasan seksual makin hari makin meningkat dan itu menimpa anak-anak di bawah umur. Oleh karena itu, sangat penting kita melakukan edukasi dan menciptakan lingkungan agar kekerasan seksual itu tidak terjadi atau dapat diminimalisir. Rujukannya itu ada Undang-Udang Perlindungan Anak Tingkat Nasional dan Perda.
Apa saja bentuk-bentuk kekerasan seksual?
Bentuk pelecehan ini tidak hanya melalui fisik. Pelecehan seksual seperti dalam bentuk ucapan atau verbal, digoda-goda, bicara tidak senonoh itu merupakan bentuk pelecehan verbal. Pelecehan seksual tidak mesti langsung menyerang organ-organ seksual tetapi bisa melalui verbal.
Apa saja faktor yang dapat memicu terjadinya kekerasan seksual?
Sebenarnya sangat banyak faktornya, karena ada kesempatan, anak-anak jika masih remaja sebaiknya jangan dibiarkan pergi sendiri orang tua harus menemani atau mempercayakan kepada orang yang dipercaya. Penyebabnya juga bisa persoalan kebutuhan, faktor ekonomi, faktor keluguan, kurangnya pemahaman tentang edukasi seksual.
Seberapa penting edukasi kekerasan seksual ini dipahamkan kepada anak?
Edukasi itu sangat penting utamanya di lingkungan orang tua. Ketika berbicara pelaku kekerasan seksual, itu kebanyakan dari mereka orang-orang terdekat atau yang dikenal.
Sebenarnya pengaruh sosial media juga sangat besar sekali dalam memicu terjadinya kekerasan seksual, karena itu edukasi bagi orang tua untuk memproteksi anaknya itu penting. Yang kedua, penciptaan lingkungan pendukung, penggunaan telepon cerdas selama pandemi karena semua anak-anak belajar online sebenarnya perlu diproteksi agar tidak sembarang mengakses, karena itu akan memicu fantasinya untuk mencoba. Sayangnya saat ini pendidikan seorang anak tentang seks itu masih dianggap tabu, padahal anak-anak sudah sudah perlu diberikan pendidikan. Sehingga dia mampu mengenali apa arti alat reprodusksinya dan risiko-risiko yg akan ditanggung ketika kemudian alat reprodusksinya diganggu oleh orang lain.
Seharusnya usia berapa untuk mulai memberikan edukasi tentang kekerasan seksual ini?
Relatif kalau usia, karena anak-anak sekarang berbeda dengan yang dulu. Kalau mau mengambil standar, anak itu ketika mulai balig (memasuki masa puber). Pendidikan seks untuk anak tidak bisa ditunda, kita perlu melakukan sejak dini sehingga anak-anak kita memiliki pengetahuan tentang hal-hal apa yang perlu dia persiapkan bagi dirinya, termasuk risiko-risiko yang akan diterima ketika mengalami masalah kekerasan seksual.
Korban kekerasan seksual seringkali merasa depresi dengan apa yang dialami, bagaimana seharunya bersikap terhadap mereka?
Sebaiknya ketika ada korban, tidak menjauhi tapi kita harus berperan menjadi teman, menjadi orang yang mendengarkan. Karena orang-orang seperti itu sangat menderita. Kalau mendapatkan orang-orang seperti itu di lingkungan kita, secepatnya mengkoordinasi kepada lembaga-lembaga pendamping agar diatasi traumanya. Jangan tambah dikucilkan.
Sebaiknya ketika ada korban, tidak menjauhi tapi kita harus berperan menjadi teman, menjadi orang yang mendengarkan.
Kehadiran RUU PKS dinilai dapat melindungi hak-hak perempuan, utamanya para korban kekerasan seksual. Namun hingga kini tak juga disahkan, bagaimana anda melihat hal tersebut?
Teman-teman aktivis di Makassar sudah melakukan desakan ke DPR untuk segera mengesahkan RUU itu, tetapi kenyataannya sampai hari ini belum. Meskipun belum disahkan, kita sebagai pengiat perempuan dan anak tetap berupaya untuk hal itu, supaya ada pegangan untuk melakukan penindakan.
Bagaimana seharusnya kampus berperan dalam pencegahan kekerasan seksual
Kampus bisa mengembangkan kegiatan yang mengkaji tentang kekerasan seksual sehingga mahasiswa-mahaiswa lebih paham. Namun kadang kala karena pengaruh sosial media menjadikan banyak orang terpengaruh bahkan HP telah memperburuk, kita dijajah oleh HP. Untuk itu perlu membuat komitmen diri.
Bagaimana menghindari kekerasan seksual di kampus?
Mendorong sebuah kampus yang menjadi kampus yang menyediakan sarana dan prasarana yang baik sehingga tidak ada tempat gelap, artinya tempat-tempat yang memiliki peluang untuk melakukan hal-hal tersebut. Yang kedua, sebaiknya adik-adik mahasiswa perlu menyadari tujuan utama anda ke kampus itu apa, perlu memperkuat komitmen, ingat orang tua sehingga jangan coba-coba menciptakan sebuah kondisi untuk dimanfaatkan orang lain untuk melecehkan. Jangan sembarang pergi sendirian karena lagi-lagi lingkungan sosial belum sadar. Apalagi bicara soal penegakan hukum, kita masih belum tertata sehingga orang-orang yang sebagai pelaku tidak jera. Biasanya pelaku cenderung melakukan lagi dan lagi.
Bagaimana upaya kampus dalam melindungi korban kekerasan seksual, apa perlu ada lembaga kampus yang menangani tentang itu?
Bagus sebenarnya jika ada lembaga seperti itu, hanya saja untuk ranah kampus mungkin perlu ada unit pelayanan, namun sifatnya sebagai jalur koordinasi, jika ada korbannya, maka kampus bisa menfasilitasi untuk melakukan koordinasi dengan lembaga-lembaga terkait.
Sebenarnya di kota Makassar ini sudah mulai lengkap untuk melayani kasus kekerasan seksual. Seperti Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A). Apalagi di P2TP2A, pelayananannya termasuk lengkap, ada polisinya, ada psikolognya, ada pendampingnya semua ada. Jadi kampus itu sebagai pusat kordinasi artinya bagaimana kampus ini bisa menjadi tempat kordinasi.
Data Diri :
Nama Lengkap : Salma Tadjang
Pendidikan terakhir : Sarjana Sastra, Jurusan Sejarah Universitas Hasanuddin
Latar Belakang Training : Workshop on Alternative Problems Solving for Woman Victims of Violence
Pengalaman :Koordinator Pendampingan Anak Migran tanpa Wali di Kota Makassar, International Organization of Migration- LKSP, 2018.
Aktivis Pegiat Anak dan Prempuan