Rumah Sakit (RS) Universitas Hasanuddin (Unhas) mengadakan Podcast ObrOl (Obrolan Online) Sehat bertema Kenali Glaukoma Si Pencuri Penglihatan. Kegiatan berlangsung melalui YouTube RS Unhas Official dan Instagram @rsunhas.official, Senin (13/3).
Podcast ini diadakan dalam rangka memperingati Minggu Glaukoma Tahun 2023. Adanya kegiatan ini diharapkan mampu mengedukasi penonton terhadap bahaya penyakit Glaukoma.
Menghadirkan Dokter Spesialis Mata RS Unhas, dr Ririn Nislawati Sp M Mkes untuk membahas lebih lanjut mengenai penyakit Glaukoma.
Dalam kesempatannya, dr Ririn menyebutkan, faktor yang menyebabkan glaukoma antara lain faktor genetik atau keturunan, riwayat penyakit hipertensi, diabetes melitus, gangguan vaskuler, pernah mengonsumsi obat-obatan mata tanpa anjuran dokter, pernah mengalami trauma mata, atau mengalami komplikasi dari penyakit lain sehingga menyebabkan glaukoma.
Tekanan bola mata yang tidak normal menjadi salah satu gejala glaukoma. Normalnya, tekanan bola mata berada di range 10 hingga 21.
“Misalnya ada pasien yang bertanya, dok tekanan mata saya 23, apakah saya terindikasi glaukoma? Belum, apabila ada kerusakan, baik dari segi anatomi, selaput saraf, dan kerusakan yang mengakibatkan fungsi mata terganggu, ditandai dengan lapang pandangnya menjadi berkurang atau sempit, itu baru dikatakan glaukoma,” pungkas dr Ririn.
Jika sudah didiagnosa menderita glaukoma, pasien perlu menghindari posisi dimana kepala lebih rendah daripada tubuh, serta tidak dianjurkan mengangkat beban berat, karena hal tersebut mengakibatkan peningkatan tekanan bola mata pada pasien.
“Glaukoma tidak bisa disembuhkan, tapi pasien bisa melakukan terapi agar tekanan bola matanya tetap stabil,” ungkap dr Ririn.
Adapun pencegahan penyakit glaukoma, yaitu dengan melakukan screening disertai gaya hidup sehat. Bagi usia 40 tahun keatas perlu melakukan screening setidaknya 2 tahun sekali, dan usia dibawahnya bisa 4 tahun sekali.
“Datang saja ke Rumah sakit, dan katakan jika ingin melakukan screening glaukoma, karena cara mencegahnya hanya dengan pendeteksian cepat,” sarannya
Iftita Aspar