“Sekolah Kolong Project, sekelompok relawan muda asal Makassar hadir untuk mengabdi demi mencerdaskan generasi bangsa di pelosok Indonesia”
Di sebuah desa di Kabupaten Maros, tepatnya Kampung Bara-Baraya, Kecamatan Tompo Bulu, sejumlah siswa harus mengenyam pendidikan dengan fasilitas yang sangat terbatas. Lokasinya yang cukup terpencil membuat desa ini belum sepenuhnya mendapatkan layanan listrik dari pemerintah. Ditambah, akses sinyal yang hampir tidak ada membuat desa ini sulit dijangkau oleh masyarakat luar.

Akses jalan yang cukup ekstrim dan jauh dari kota, menuntut anak di desa ini lebih memilih menimba ilmu di bawah kolong rumah panggung salah satu warga. Anak-anak tersebut merupakan siswa kelas jauh Madrasah Ibtidaiyah (MI) DDI Hidayatullah Tanete Bulu. Tidak seperti sekolah pada umumnya yang memiliki dinding dan fasilitas yang menunjang, sekolah ini masih jauh dari kata layak.
Sekolah yang berdiri sejak tahun 2013 itu memiliki jumlah siswa sekitar 20-30 orang, sedangkan tenaga mengajar hanya dua orang saja. Sulitnya akses menuju desa, menuntut mereka belajar dengan waktu terbatas yakni hanya pada hari Jumat, Sabtu, dan Minggu. Melihat kondisi tersebut, sekelompok anak muda asal Makassar dan beberapa di antaranya mahasiswa Universitas Hasanuddin mendirikan Sekolah Kolong Project. Salah satu penggagasnya berasal dari Unhas, yakni Istya Magfirah, Mahasiswa Fisioterapi angkatan 2012.
Ide tersebut digagas agar anak-anak Kampung Bara-Baraya bisa mendapatkan fasilitas pendidikan yang layak. “Kami ingin agar anak-anak di desa tersebut tetap bersekolah, karena untuk membuat suatu perubahan hal yang dibutuhkan adalah pendidikan,” kata Bagus salah satu relawan, kepada reporter identitas.

Selain itu, kemauan untuk mendirikan Sekolah Kolong Project juga didorong oleh semangat belajar anak-anak desa yang sangat tinggi meski fasilitas yang terbatas. Sejak berdiri 2017 lalu, hingga kini sekitar 100 lebih relawan telah bergabung dalam proyek mengajar tersebut, termasuk Bagus, alumni Fakultas Teknik Unhas. Menurutnya, sudah menjadi sebuah keharusan bagi kita untuk membantu sesama.
“Tidak ada persyaratan khusus untuk menjadi relawan di sini, yang dibutuhkan hanyalah sebuah kemauan dari diri sendiri dan cukup menghubungi admin Instagramnya. Sebelum berangkat untuk mengajar akan diadakan meet team terlebih dahulu untuk membahas tentang hal yang perlu dipersiapkan,” jelasnya.

Tak hanya bergerak di bidang pendidikan, komunitas ini juga bergerak di bidang sosial dan kesehatan. Ada beberapa program yang diselenggarakan, di antaranya dokter cilik, sunatan massal, serta pengobatan gratis kepada warga desa. Hal ini juga didukung dengan adanya relawan yang berasal dari latar belakang ilmu kedokteran dan kesehatan yang turut berpartisipasi. Sedangkan untuk memperoleh dana, beberapa relawan biasanya menggalang dana dengan menjual baju dan gantungan kunci. Adapun sumber dana terbesar berasal dari para donator.
Kini Sekolah Kolong Project telah dibangun dan diresmikan pada bulan Oktober 2018 lalu dan dilengkapi dengan perpustakaan dan taman baca. Meski dibangun di tanah warga bernama Den Raga, namun ia secara suka rela menghibahkan tanahnya demi peningkatan pendidikan anak-anak di kampungnya. “Cukuplah saya yang tidak tahu baca dan menulis, anak anak disini harus lebih dari saya”, ucap Bagus mengulang perkataan Den Raga.
Membangun Sekolah Kolong Project bukanlah hal yang mudah. Banyak kendala yang harus dihadapi. Medan yang ekstrim, mengakibatkan sulitnya mengangkut material menuju ke lokasi. Selain itu, pasang surut relawan menjadi salah satu kendala yang harus dihadapi. “Harapannya, sekolah ini dapat bertahan dan memiliki jumlah relawan pengajar yang terus bertambah yang memberikan motivasi kepada anak anak yang bersekolah disana,” tutup Bagus.
Nelpiansi