Film yang disutradarai Ihdar Nur boleh dikata mewakili sebagian besar problematika mahasiswa tingkat akhir. Mulai dari dosen pembimbing yang sangat susah ditemui, dosen pembimbing yang gagap teknologi, persoalan ekonomi hingga teman angkatan.
Keresahan-keresahan mahasiswa tingkat akhir itu dibungkus dengan komedi segar oleh para pemainnya, yakni Tumming, Abu, Illank (Reo Ramadhan) dan Darwis (Hisyam Hamsir). Sebagai mahasiswa yang mendekati tenggat waktu lulus kuliah dan tinggal di indekos yang sama menumbuhkan rasa solidaritas keempatnya.
Suatu hari, empunya kos yang berperangai “sangar” menagih sewa kos, tetapi Tumming, Illank, dan Darwis belum memiliki uang untuk melunasinya, kecuali Abu. Tak tanggung-tanggung, mereka bertiga pun diusir dari indekos tersebut. Sebagai teman, Abu menawarkan ketiga orang tersebut untuk tinggal di kamar indekosnya. Tak punya pilihan lain, ketiganya pun memindahkan barang-barangnya ke kamar Abu.
Perjanjian untuk sarjana bersama-sama pun mereka sepakati. Keempatnya bahu-membahu memecahkan persoalan lulus sarjananya. Pertama, Illank yang merupakan mahasiswa angkatan 2011 jurusan sastra yang kesulitan dalam hal biaya karena kondisi perekonomian orang tuanya, belum lagi dalam membuat skripsi memerlukan biaya yang tidak sedikit. Terlebih dosen pembimbing yang sulit dihubungi.
Sehingga mereka mencari solusi dengan membantu Illank dalam hal biaya serta membantu Illank agar bisa bertemu dengan dosen pembimbingnya yang sulit ditemukan. Mereka berinisiatif dengan memasang gambar sang dosen di seluruh fakultas agar dosen bisa hadir. Cara tersebut berhasil dan Illank pun sukses dan akhirnya ia bisa sidang skripsi.
Selanjutnya, mereka fokus menyelesaikan masalah Darwis yang memiliki dosen pembimbing yang masih menggunakan sistem tahun 80-an. Lelaki dengan slogan “kopi pemersatu bangsa” ini susah menyelesaikan skripsinya karena tidak sepemikiran dengan sang dosen pembimbing dan jumlah lembar skripsinya yang hanya sedikit.
Namun, di tengah perjuangan, Darwis memutuskan balik ke kampung karena sang tambatan hati akan segera dilamar oleh orang lain. Ia menjual motor miliknya untuk memperoleh ongkos pulang.
Konflik mulai memuncak. Tumming yang bertemperamental tinggi, marah besar dengan keputusan Darwis itu. Meski begitu, lelaki yang sangat ahli meracik kopi itu tetap pergi meninggalkan ketiga sahabatnya. Kemarahan yang tak bisa Tumming tahan itu juga merembes kepada percekcokannya dengan Abu. Si gondrong pun memilih keluar dari indekos tersebut. Tersisa Abu dan Illank di tempat pertama kali mereka mengikrarkan janji untuk sarjana bersama-sama.
Tumming makin stress sebab revisi dan skripsinya tak kunjung di acc oleh dosen pembimbing yang dulunya adalah teman seangkatannya di teknik. Lelaki yang sangat menjunjung tinggi prinsip gondrongnya itupun memutuskan untuk menyerah dan bekerja di sebuah kafe. Suatu ketika, ia tak sengaja bertemu dengan junior yang pernah ia kader. Ini merupakan salah satu scene lucu dalam film ini. Tumming berusaha menghindar dan menutup-nutupi mukanya dengan topi, tapi si junior masih mengenalinya.
Tumming yang merasa salah dalam memilih jurusan dan tidak sanggup untuk menyelesaikan kuliahnya padahal ia memiliki bakat, dalam kegalaunannya bos kafe tersebut menghampiri Tumming dan memberikan nasihat.
“Hidup ini adalah perjuangan karena hidup yang lurus-lurus saja tidak akan mampu menghadapi kehidupan yang lebih berat di depannya,” ucapnya.
Dengan nasihat yang diberikan bosnya, sehingga menyadarkan Tumming untuk melanjutkan kembali kuliahnya dan mulai serius untuk menyelesaikan apa yang telah ia mulai dan janjinya terhadap sahabat-sahabatnya.
Abu yang terus-terusan “ditagih” lulus kuliah oleh ibunya juga berhasil menyelesaikan skripsinya. Darwis akhirnya kembali setelah menyelesaikan persoalan cintanya di kampung. Tumming juga mulai melunak. Mereka berempat akhirnya bersatu kembali dan membantu Darwis menyelesaikan skripsinya.
Ibu Kos
Ibu kos merupakan peran yang juga penting dalam film ini. Peringai “sangar” yang ia bangun itu nyatanya dapat mempersatukan keempat orang tersebut dan akhirnya menjadi sahabat. Beberapa kali ia cekcok dengan Tumming karena si Ibu kos sangat sering marah-marah dengan apa yang mereka berempat lakukan. Ya, hanya Tumming yang berani melawan si Ibu kos. Istilahnya dia yang paling rewa.
Sampai suatu ketika, saat Tumming dan Darwis tidak lagi di indekos itu, Ibu kos jatuh sakit. Abu dan Illank membawanya ke Rumah Sakit. Dari situ terbongkar bahwa dibalik perangainya yang sangat suka marah-marah, si Ibu kos ternyata memberikan perhatian besar kepada keempatnya.
Dia lah yang memberikan selimut kepada Tumming, Abu, Illank dan Darwis saat keempatnya tertidur nyeyak di balkon indekos. Dia juga yang mengirimkan makanan kepada Illank dengan menyamar sebagai Ibu Illank.
Setelah dipaksa Illank, Tumming pun mau menjenguk Ibu kos dan meminta maaf atas perkataan kasar yang pernah terlontar. Ibu kos membuka pintu maaf seluas-luasnya dan berpesan kepada mereka untuk menyelesaikan kuliahnya segera.
“Selesaikan kuliahnya kalian, ya nak. Ini semua bukan tentang apa yang kita mulai tapi tentang bagaimana kita menyelesaikan apa yang telah kita mulai,” katanya.
Akhirnya mereka berempat mencapai target dan wisuda sama-sama. Ibu kos turut hadir saat wisuda mereka. Scene ini lumayan menyentuh dan dapat mendorong penonton untuk mengeluarkan air mata.
Meski alur cerita yang terkesan biasa, tetapi sebagai film lokal, Anak Muda Palsu berhasil menyedot banyak perhatian dari semua kalangan.
Nah, film ini bukan hanya tentang komedi tetapi juga berisi mengenai pelajaran hidup kepada masyarakat terlebih kepada mahasiswa agar tidak mudah menyerah dalam menghadapi sesuatu. Jadi, kakak-kakak yang sedang berjuang menyelesaikan skripsi saat ini, jangan menyerah, yaaa…
Judul : Anak Muda Palsu
Durasi : 1 jam 43 menit
Tanggal rilis : 4 Juli 2019
Jenis Film: Komedi
Produser: Amril Nuryan, Andi Ashari Arraniri
Sutradara: Ihdar Nur
Penulis: Matamatahari, Tumming Dan Abu
Produksi: Finisia Production, 786 Production
Badaria