Wacana impor rektor asing bertentangan dengan Statuta beberapa universitas termasuk Unhas.
Sejumlah dosen hingga mahasiswa terkejut dengan wacana Menteri Riset, Teknologi dan Perguruan Tinggi, Muhammad Nasir terkait mengundang rektor asing untuk memimpin Perguruan Tinggi (PT) di Indonesia.
Wacana itu ia sampaikan melalui Siaran Pers Kemenristekdikti Nomor 140/SP/HM/BKKP/VII/2019 di Jakarta, Sabtu (27/7). Rencana tersebut merupakan upaya tuk mencapai peringkat 100 besar PT dunia.
Menurut Nasir, realisasi dari wacana ini bakal bertahap. Pada tahun 2020, ditargetkan sudah ada PT yang dipimpin rektor luar negeri. Kemudian, pada tahun 2024 jumlah PT yang dipimpin rektor asing bertambah menjadi lima PT.
“Kita nanti tantang dia (calon rektor luar negeri) kamu bisa tidak tingkatkan peringkat PT menjadi 200 besar dunia. Setelah itu 100 besar dunia. Harus seperti itu,” katanya.
Dia juga menyebutkan, nantinya bukan hanya rektor, tapi dosen asing, publikasi internasional, mengundang mahasiswa asing, dan mengirim mahasiswa Indonesia ke luar negeri akan dia lakukan. Di lain sisi, kebijakan ini kelak akan membuat banyak peraturan pemerintah diperbaiki.
“Saya laporkan kepada bapak presiden. Ini ada regulasi yang perlu ditata ulang. Mulai dari peraturan pemerintahnya. Peraturan menteri kan mengikuti peraturan pemerintah. Nanti kalau peraturan pemerintahnya sudah diubah, peraturan menteri akan mengikut dengan sendirinya,” ungkapnya.
Jika ditinjau kembali, wacana ini memang bertentangan dengan Statuta beberapa Perguruan Tinggi Berbadan Hukum (PTN-BH) termasuk Unhas. Hal itu terlihat pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2015 tentang Statuta Universitas Hasanuddin. Pasal 26 poin b menyatakan bahwa syarat menjadi rektor ialah Warga Negara Indonesia.
Menanggapi hal ini, Dosen Hukum Internasional Unhas, Dr Maskun SH LL M melihat, jika untuk merealisasikan wacana ini harus ada peraturan yang diperbaiki, maka akan terjadi perbenturan norma dan tidak tercakupinya dasar sosiologis dan filosofis sebuah aturan.
“Akan terjadi perbenturan norma di mana telah dituliskan bahwa prasyarat rektor adalah WNI. Dapat saja diargumentasikan dengan mengubah setiap Statuta Universitas. Akan tetapi secara filosofis akan menimbulkan persoalan,” paparnya, Jumat (9/8).
Menurut Nasir, praktik mengundang rektor asing untuk memimpin universitas sudah sering dilakukan. Salah satunya, Nanyang Technological University (NTU) Singapura. Dalam waktu 38 tahun NTU berhasil masuk peringkat 50 besar PT dunia.
Anggota Majelis Wali Amanat (MWA) Unhas, Prof dr Irawan Yusuf Ph D, menerangkan, sebelum dipegang rektor asing, pendiri dan rektor-rektor terdahulu NTU sudah memasang pondasi yang kuat. Maka jika ingin seperti mereka, rektor asing yang diterima PT Indonesia dan pemerintah harus berusaha dua kali lipat lebih keras.
“Kalau melihat kualifikasi dosen yang NTU miliki, kita sangat jauh tertinggal. Rektor pertama, Prof Cham Tao Soon adalah orang yang mempunyai hubungan dan menjadi boards dari beberapa perusahaan industri dan bank di Singapura. Rektor berikutnya juga telah membangun dasar yang kuat untuk NTU berkembang dengan cepat,” jawabnya, Jumat (16/8).
Kemudian, Prof dr Irawan Yusuf Ph D menjelaskan, ada delapan poin yang harus dilakukan guna meningkatkan Sumber Daya Manusia dan manajemen PTN. Salah satunya, pertukaran dosen antar PTN.
“Sudah waktunya mengutamakan kualitas dari kuantitas dalam penerimaan mahasiswa, dosen dan pegawai. Akan sulit melaksanakan ini dalam budaya organisasi yang ada saat ini dan dalam budaya akademik yang tidak kondusif. Kemenristekdikti harus membuat program yang memobilisasi dosen secara horisontal melalui pertukaran dosen antar PTN sehingga memanfaatkan potensi keunggulan yang ada dimasing-masing PTN,” jelasnya, Jumat (16/8).
Hal senada juga dikatakan Anggota MWA Unhas lainnya, Prof Dr Ir H Ambo Ala MS.
“Saya setuju kepimimpinan itu penting. Namun, kita juga harus memperbaiki infrastruktur, suprastruktur, dan memberikan ruang yang lebih luas untuk dosen dan peneliti agar bisa berkreasi dan produktif,” katanya.
Selanjutnya, Direktur Komunikasi, Suharman Hamzah ST MT Ph D, mengatakan, Rektor Unhas, Prof Dwia Aries Tina Pulubuhu masih menunggu petunjuk teknis pemerintah.
“Ibu rektor tidak berkomentar dalam artian, kalau semua ini sudah diubah, baru kita berkomentar. Kalau sekarang kan kita berkomentar terus peraturannya belum diubah kan untuk apa,” katanya kepada identitas, Senin (19/8).
Sedang, di mata ketua – ketua lembaga Unhas, wacana ini jelas memperlihatkan pragmatisme Dikti yang hanya fokus pada aspek kepemimpinan dalam upaya meningkatkan peringkat perguruan tinggi.
“Ini memperlihatkan bahwa Dikti pragmatis dalam upaya meningkatkan kualitas manajemen dan SDM PTN itu sendiri. Ini hanyalah soal peringkat PTN, bukan soal kualitas pendidikan yang coba ditingkatkan oleh Kemenristekdikti,” ucap Ketua Himpunan Mahasiswa Hubungan Internasional, Muhammad Rifqi Zulfahmi, Kamis (8/8).
Hal yang sama juga disampaikan Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Farmasi, Alghifary Anas Achmad. Baginya, langkah yang akan diambil Menristekdikti kurang tepat.
“Langkah ini menurut saya kurang tepat, dikarenakan untuk meningkatkan kualitas dari PT bukan hanya ditentukan dari siapa yang memimpin tapi juga kualitas orang-orang yang dipimpinnya. Dan yang paling penting adalah bagaimana aturan yang berlaku dijalankan secara jujur dan adil,” pungkas Alghifary, Rabu (21/8).
Dekan Fakultas Teknik akan Digantikan Dosen Asing
Yang terbaru, dilansir dari Liputan6.com Menristekdikti, Muhammad Nasir mengatakan, dekan Fakultas Teknik Unhas akan mengundang dekan asing.
“Pak Wapres sudah menyampaikan pada saya, Unhas sebentar lagi juga akan ada dekan fakultas tekniknya dari orang asing juga,” katanya, Selasa (20/8).
Kemudian, setelah dikonfirmasi kepada Dekan Fakultas Teknik Unhas, Dr Ir Muhammad Arsyad MT, mengatakan bahwa dia baru tahu tentang pemberitaan ini ketika dihubungi identitas.
“Belum ada komunikasi, itukan baru wacana sebetulnya. Saya memahami maksud Pak JK itu untuk mempercepat peningkatan kualitas fakultas teknik sehingga menjadi pusat pengembangan teknologi di Indonesia Timur,” katanya saat dihubungi sehabis memimpin rapat di Fakultas Teknik Unhas Gowa, Selasa (20/8).
Dia juga mengatakan, wacana ini harus dikaji betul-betul dan menganggap dukungan pemerintah pusat juga penting bukan hanya soal person.
Di lain sisi, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, yang dihubungi via email, mengatakan bahwa pemerintah harus melakukan evaluasi dan pemetaan kualitas sumber daya manusia di PT.
“Dengan begitu, akan terjadi ketersambungan antara kebutuhan kampus dengan upaya intervensi pemberdayaan yang direncanakan di masing-masing kampus. Tiap kampus punya masalah yang berbeda. Karena itu, strategi intervensinya juga berbeda-beda. Jangan malah dipukul rata, apalagi didatangkan rektor dari luar negeri. Malah menambah beban masalah kalau ini dipaksakan,” balasnya, Rabu (14/8).
Rir/Tan