Merdeka belajar adalah hak mahasiswa, kampus sebagai fasilitator untuk mewujudkan mahasiswa memperoleh hak belajarnya.
Pada akhir bulan Januari tepatnya tanggal 25 Januari, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarin mengeluarkan kebijakan kampus merdeka. Kebijakan ini merupakan kelanjutan dari konsep merdeka belajar yang telah digagas sebelumnya.
Sebagai salah satu perguruan tinggi di Indonesia, Universitas Hasanuddin tentunya akan mengimplementasikan kebijakan tersebut. Hal tersebut ditegaskan oleh Rektor Unhas, Prof Dr Dwia Aries Tina Pulubu MA dalam rapat koordinasi yang berlangsung di Ruang Senat Akademik Gedung Rektorat Unhas, Rabu (5/2). “Kita memiliki tanggungjawab untuk mengimplementasikan peraturan baru tersebut,” jelasnya.
Dalam rapat koordinasi tersebut, Dwia mengundang semua pimpinan baik para Wakil Rektor hingga Wakil Dekan 1 dari semua fakultas untuk mensosialisasikan mengenai kebijakan tersebut. Bahkah kebijakan ini juga telah disosialisasikan hingga pada program studi.
Wakil Rektor Bidang Akademik Prof Muh Restu MP sendiri telah mengimbau Dekan fakultas untuk mengarahkan setiap departemen untuk mengirimkan mata kuliah pilihan dan menyusun rencana untuk memfasilitasi kampus merdeka, itu berdasarkan prodi masing-masing. Kemudian dibuatkan kebijakannya.
Salah satu poin kebijakan tersebut, mahasiswa diberi hak untuk mengambil mata kuliah di luar program studi (Prodi) dan perubahan defenisi Satuan Kredit Semester (SKS).
Saat ditemui di ruangannya, Wakil Rektor Bidang Akademik, Prof Muh Restu MP mengatakan, program Kampus Merdeka bukanlah hal baru di Unhas. Di beberapa Fakultas, seperti Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (Fisip) dan Fakultas Peternakan telah melaksanakan program yang serupa dengan kebijakan tersebut.
“Sebenarnya program ini bukanlah hal yang baru di Unhas. Di Fakultas Ekonomi itu, kita mata kuliahnya seperti pengantar Ilmu Sosiologi itu ambil di sospol, matakuliah hukum dagang itu kita ambil di Fakultas Hukum. Cuma memang ini diharapkan lebih meluas,” jelas Prof Restu.
Dalam memilih mata kuliah di luar prodi, syarat IPK minimum ditiadakan. Hal tersebut dikarenakan Unhas telah menerapkan sistem pengambilan 24 SKS tanpa minimum Indeks Prestasi Akademik (IPK).
Hal tersebut dibenarkan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Prof Dr Abd Rahman Kadir SE M Si CIPM yang mengatakan bahwa konsep serupa telah lama diterapkan di fakultas ini. “Di Fakultas Ekonomi mahasiswa bisa memilih mata kuliah dari fakultas lain, dan itu memang kurikulumya, mahasiswa diberi kebebasan untuk menambah kemampuan mata kuliah seperti Pengantar Sosiologi di FISIP dan Hukum Bisnis/Dagang dari Fakultas Hukum,” terangnya.
Tak jauh berbeda dengan yang berlaku di FEB, Fakultas Peternakan (Fapet) telah menerapkan sistem magang yang dimasukkan dalam SKS, hal ini diungkapkan oleh Prof Dr Ir Lellah Rahim M Sc selaku Dekan Fakultas Peternakan.
“Yang jadi masalah itu program magang di Fapet hanya 2 SKS, sedangkan Mentri Pendidikan aturanya 4 SKS setiap satu bulan magang. Bahkan, sekarang kita telah menjajaki tempat-tempat lain untuk magang. Harapan saya semua perusahaan yang terkait dengan bidang peternakan kita sudah bisa bersinergi untuk program magang. Jadi sebetulnya kalau di peternakan sudah lama jalan, hanya saja belum memenuhi yang diinginkan Mas Mentri terkait dengan jumlah SKSnya,” ucap Prof Lellah.
Untuk mencegah over kapasitas yang diakibatkan kendala sarana dan prasarana, Wakil Rektor Bidang Akademik Prof Muh Restu MP, akan melakukan pembatasan kuota. Masing-masing prodi akan diminta menentukan kuota yang dapat diterima. “ Jadi sistem kuota akan diterapkan. Misalnya, mahasiswa yang mendaftar 100 dan kuotanya hanya sekitar 15, maka harus melalui proses seleksi. Dari proses seleksi itu, maka yang diterima pasti 15 orang saja,” ungkapnya.
Sistem kampus merdeka sendiri memiliki dua piihan. Mahasiswa diberi kebebasan untuk belajar di prodi lain karena tidak senang belajar di prodi sendiri dan mencari pengelaman untuk berintetaksi dengan teman yang ada prodi lain selama satu semester, tetapi mahasiswa tersebut tetap wajib belajar di prodinya dan mengiuti kurikulum yang diterapkan. Untuk mahasiswa yang ingin belajar di prodi lain, sebaiknya konsultasikan dengan Pendamping Akademik.
Sebenarnya, kebijakan ini sudah dijalankan tetapi tidak dalam konteks seperti yang dicanangkan Nadiem, sehingga tidak serta merta bisa dijalankan. Seperti, orang yang ingin kuliah di Gadjah Mada, tidak serta merta pergi ke sana. WR 1 harus membuat kesepakatan dengan yang di sana bahwa kalau ada mahasiswa kami yang ingin ke sana, mohon kiranya agar dia bisa diterima di sana. Jadi sekarang ini kita sudah tahap untuk menyiapkan dan menjajaki proses yang bisa mendukung itu. “Kita harapkan, mulai bisa berjalan semester ini dan semester depan. Jadi, tergantung mahasiswanya, apa mereka mau atau tidak untuk mengikuti program itu,” tutupnya.
Tim Laput