Aku punya setangkai bunga aster
Untuk dia yang meminta dua
Tapi kau lebih menghargai satu
Membuatnya bersinar walau redup
Asterku kian berpendar putih
Ketika kau bersenandung di musim kemarau
Lalu kau tumbuhkan bunga yang lebih terang
Membuat asterku beraroma minyak
Bunga pendar violet itu tersenyum padamu
Kau membalasnya manis
Aku tersenyum padamu
Kita sama-sama tersenyum
Isyarat tak ingin menyakiti hati
Sebab kini dirimu sama sekali berbeda
Kubawa pulang aster layuku
Yang kian mengering dan menguning
Walau telah kusiram air mata
Hanya membuatnya semakin busuk
Kusematkan ia di sebuah karangan
Bersama melati, lili, dan anggrek
Sembari mengucap selamat tinggal
Pada arwahmu yang telah bersemayam
Di setiap helai lembut kelopaknya
Karangan itu hangus terbakar
Sebelum api oborku menjilatinya
Kebanggaan seketika berubah abu
Lenyap bersama kutukan yang kau tanam
Sempat arwahmu kembali terbebas
Menggoreskan arang di wajahku
Senyumanmu kian ranum
Ketika air mata yang mengaliri pipiku
Kau samarkan dengan noda.
Penulis: Risman Amala Fitra,
Mahasiswa Departemen Sastra Jepang,
Fakultas Ilmu Budaya Unhas,
Angkatan 2019.
Baca Juga : Perempuan Terhebat yang Pernah Diceritakan