Hari itu kau dan aku duduk berdua
Sebuah meja kokoh jadi perantara
Pada dua bola matamu tersirat tanda tanya
Pada dua kuping telingamu menanti suara
Alismu berkerut kebingungan
Jarimu saling mengait berbagi kegelisahan
Secangkir teh buatanmu turut menggigil tertiup angin
Kau kebingungan binar hangatku berubah dingin
Sebuah kalimat hendak lolos dari bibirmu
Tapi seketika kau berubah bisu
Aku beranjak meninggalkanmu
Pertemuan terakhir kuhadiahkan diam untukmu
Tanda tanyamu akan terjawab
Bingung dan gelisahmu akan lenyap
Ia adalah apa yang sejak tadi ingin kau dengar
Karena diam adalah suara kekecewaan dari banyak kata yang kelelahan
Yang terkapar hening sebab gemanya tak bisa menggetarkan hatimu yang tuli perasaan
Yang tertatih berdiri tegak menjadi kalimat di hadapanmu yang buta aksara
Yang susah payah mengudara tapi berakhir sia-sia
Yang lebih menyedihkan dari udara yang kasat mata tapi embusnya bisa kau rasa
Dulu katamu diam itu emas
Hari ini kukatakan diam adalah suara kekecewaan dari banyak kata yang kelelahan
Yang mundur perlahan lalu pergi meninggalkan
Barangkali kehilangan adalah sebaik-baik cambuk untukmu yang tak hargai keberadaan
Penulis: Wafiq Azizah
Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional
FISIP Unhas
Angkatan 2020