Saat memasuki lingkungan baru, setiap orang membutuhkan proses adaptasi agar bisa berbaur dengan lingkungan tersebut. Pada proses ini, tidak sedikit yang mengalami culture shock. Culture shock atau gegar budaya menurut Cambridge dictionary ialah perasaan bingung yang dirasakan seseorang saat mengunjungi suatu negara atau lingkungan yang tidak mereka kenal, bisa karena kebudayaan, gaya hidup, atau kebiasaan yang berbeda.
Setiap orang pernah mengalami culture shock karena secara harfiah manusia tidak hanya diam di satu lingkungan saja. Salah satu contohnya, yaitu pada proses transisi sekolah menengah atas menuju perkuliahan. Biasanya, culture shock lebih umum dirasakan oleh mahasiswa perantau, namun untuk mahasiswa yang tidak juga tetap bisa merasakannya.
Menjadi mahasiswa baru tidak hanya perlu mempersiapkan diri di bidang akademik saja, tetapi juga dituntut agar siap beradaptasi dengan lingkungan baru yang tentunya akan berbeda dari lingkungan sebelumnya.
Nah Sobat iden, apa saja sih culture shock yang kerap dialami oleh segelintir maba, khususnya maba Universitas Hasanuddin (Unhas)? Yuk, simak selengkapnya!
-
Brainly, Roboguru, dan Masdayat
Mahasiswa angkatan 2023 maupun sebelumnya sudah pasti tak asing dengan ketiga website itu. Website tersebut membantu memudahkan siswa/i Sekolah Menengah Atas dalam menyelesaikan tugas hanya dengan sekali “copy paste” jawaban.
Hal itu terjadi karena tidak ada penilaian plagiarisme seperti di kampus. Beberapa dosen kerap mengecek plagiarisme tugas kamu sebagai salah satu syarat kelulusan, karena itu biasakan diri untuk mencari jawaban dari berbagai jurnal serta sumber yang kredibel yah Sobat iden!
-
Homesick
Rindu dengan sanak keluarga, kampung halaman, kawan lama, suasana, bahkan makanan khasnya, mau tidak mau harus dilalui oleh maba. Hal ini lumrah terjadi pada mahasiswa rantau, dikarenakan terpaut jarak yang jauh dari daerah asalnya.
Galau berlarut-larut karena homesick tak jarang berdampak pada kesehatan tubuh. Akibatnya, kita jadi lesu dan tidak bersemangat berkuliah. Oleh karena itu, sebisa mungkin Sobat iden harus melawan perasaan homesick ini. Cobalah dengan komunikasi virtual, seperti video-call. Namun, bila ada kesempatan di akhir pekan, atau saat libur semester, Sobat iden bisa pulang kampung untuk mengobati rasa rindu.
-
Jadwal yang Padat
Lebih padat dibanding masa sekolah, perguruan tinggi biasanya mempersiapkan banyak hal bagi seluruh mahasiswa barunya. Di Unhas sendiri, ada Basic Learning Skills, Character and Creativity (BALANCE). Yakni kegiatan wajib bagi seluruh maba yang biasanya diadakan sekali sepekan.
Bagi maba beragama Islam, kegiatan wajib lainnya, yaitu Studi Al-Qur’an Intensif Unhas (SAINS). Sama dengan BALANCE, kegiatan ini juga diadakan sekali setiap pekan.
Setelah Balance berakhir, terbitlah Kelas Ekstrakurikuler bagi beberapa Fakultas tertentu selama dua semester. Lalu, ada Kelas Wawasan Budaya Sosial Maritim (WSBM). Kelas tersebut biasanya hadir di semester satu, atau semester dua perkuliahan. Dua kelas ini, wajib diikuti sebagai bentuk pemenuhan Kartu Rencana Studi (KRS).
Di antara padatnya kegiatan serta padatnya mata kuliah umum, mahasiswa baru dituntut aktif dan mampu menyelesaikan seluruh tugas yang ada. Jika tidak, maka akan berimbas kepada penilaian. Bahkan, berpotensi mengulang mata kuliah. Jadi, Sobat iden harus pandai dalam memanajemen waktunya, ya!
-
Kelas Pengganti
Di SMA kita jarang menemukan adanya kelas pengganti, bahkan biasanya tidak ada kelas pengganti untuk mata pelajaran tertentu. Berbanding terbalik saat telah duduk di bangku perkuliahan. Mata kuliah yang tertunda akibat libur nasional, atau kendala dari dosen sendiri, wajib ditukar dengan kelas pengganti agar tak ada pembelajaran yang terlewatkan.
-
Mahasiswa Dituntut Mandiri
Semasa sekolah bahan ajar siswa sudah lengkap disediakan. Sedangkan saat kuliah, mahasiswa secara mandiri harus mencari bahan materi sendiri. Buku cetak gratis subsidi dari pemerintah untuk tiap pelajaran bagi siswa tidak lagi dirasakan diperkuliahan. Kita perlu mencari buku itu terlebih dahulu, lalu membelinya. Syukur jika buku yang disarankan dosen mudah didapatkan. Disinilah inisiatif kita juga diuji. Kita perlu giat serta cermat dalam mencari bahan ajar sesuai dengan mata kuliah yang diajarkan.
Namun tenang saja, di Kampus merah ini, beberapa dosen dengan kebaikannya, terkadang memberi buku non-fisik yang fleksibel untuk para mahasiswanya secara cuma-cuma. Bahan ajar lengkap juga biasanya sudah tersedia di SIKOLA. Tak jarang kamu juga akan dihadapkan dengan presentasi hampir ada di setiap pertemuan, serta laporan-laporan praktikum.
Nah, itulah ragam culture shock yang tak jarang dialami maba Unhas. Selain itu, culture shock apalagi nih yang pernah Sobat iden rasain?
Iftita Aspar