Di penghujung semester ini, sejumlah dosen ramai membicarakan pesan singkat dari mahasiswa terkait dengan nilai akhir semester yang dikeluarkan oleh dosen. Bunyi pesan melalui sms atau whatsapp itu terkadang rada mengherankan sekaligus menjengkelkan. Mengherankan karena mahasiswa sekarang kelihatannya sudah tidak malu-malu lagi meminta atau (maaf) mengemis nilai kepada dosennya. Menjengkelkan karena di dalam pesan singkatnya terkadang dengan serta-merta seolah-olah tidak menerima hasil penilaian dari dosennya.
“Asww pak. Sy …, ingin bertanya tentang nilai saya yang agak rendah, padahal tugas2 dan absensi saya bagus pak. Saya minta kebijaksanaan kalau bisa nilai saya ditambah pak, kalau bisa nilainya A-”, demikian sms mahasiswa ke salah seorang guru besar yang sempat heboh di grup whatsapp dosen FIKP.
Lain lagi yang diterima salah seorang dosen MKU. “Saya …, yg bapak ajar di kls WSBM, saya ingin bertanya mekanisme penilaian bapk karena saya rasa mendapatkan nilai tidak sesuai. Mohon kejelasan pak”. Sang Dosen lalu merinci nilai-nilai yang bersangkutan,”Nilai anda sebenarnya final tes 40 (30%), keaktifian diskusi 25 (45%), tugas/makalah 87(20%), kehadiran/kedisiplinan 85 (5%). Silahkan hitung sendiri, berapa seharusnya nilai anda…”. “Terima kasih pak..,” jawabnya sambil membubuhi icon tersipu-sipu di akhir sms.
Mungkin hal serupa juga terjadi di fakultas lain, begitulah potret sebagian mahasiswa kita sekarang. Hanya mengejar nilai, bukan proses. Padahal nilai sesungguhnya merupakan cerminan hasil evaluasi dari proses pembelajaran yang telah diberikan dalam satu semester. Lebih luas lagi, merupakan tingkat serapan mahasiswa terhadap ilmu pengetahuan yang diberikan, tentu terkait dengan kompetensi luaran dari program studi dimana mahasiswa tersebut menuntut ilmu.
Menilik sistem penilaian dosen di tahun 90-an yang masih banyak menggunakan standar normal. Tidak jarang kita jumpai saat nilai diumumkan, hanya 2-3 mahasiswa mendapatkan nilai B, beberapa yang nilai C, selebihnya kebanyakan nilai D dan E (tidak lulus). Begitu ketatnya perolehan nilai saat itu. Meski demikian,sangat jarang terdengar mahasiswa memprotes nilai apalagi meminta nilai. Memprotes nilai, apalagi meminta nilai adalah sesuatu yang tabu rasanya. Karena itulah, saat itu muncul sebutan mata kuliah momok alias menakutkan karena sulitnya dilulusi mata kuliah tersebut. “Namun tidak pernah ada pikiran seperti itu, kalau dapat nilai E (tidak lulus), ya kita ulang lagi tahun depan,” kata seorang dosen yang mengaku mengulang sampai empat kali mata kuliah Kimia Organik baru bisa lulus.
Zaman telah berubah. Dipicu oleh sarana telekomunikasi yang semakin canggih, sehingga dengan entengnya melalui sms mahasiswa melakukan komplain, mempertanyakan, atau bahkan meminta nilai tanpa resiko dan beban apapun. “Mungkin mereka melakukannya seperti kuis iseng-iseng berhadiah. Kalau dipenuhi syukur, dan kalau tidak ya sudah,” ujar seorang dosen ketika membahas chat-chat dari mahasiswa.
Saat ini, memprotes nilai bukan suatu hal yang dilarang. Di dalam materi standarisasi internasional AUN-QA, mahasiswa diberi kesempatan untuk mempertanyakan atau mengklarifikasi nilainya. Bahkan di situ disebutkan bahwa mahasiswa bisa melakukan banding jika tidak puas dengan nilai. Mahasiswa juga bisa meminta remedial jika tidak puas dengan nilainya dengan catatan nilai remedial yang akan diambil di akhir semester yang tentu saja bisa naik atau turun dari hasil ujian sebelumnya.
Dosen sejatinya adalah seorang pendidik sekaligus pengajar di perguruan tinggi yang tentu ingin mahasiswanya mendapatkan nilai terbaik. Tetapi karena nilai yang dikeluarkan oleh dosen merupakan ukuran daya serap mahasiswa terhadap materi perkuliahan sesuai dengan standar-standar yang telah disampaikan di awal perkuliahan, sehingga untuk meminta atau memohon nilai sesungguhnya tidak etis dan merugikan mahasiswa sendiri. Seorang dosen di Ilmu Kelautan dalam sms balasannya kepada mahasiswa yang meminta nilainya ditambah menjawab begini, “Mau nilainya lebih baik”. “Saya mau pak. Tolonglah Pak bagaimana?” harap si Mahasiswa. “Rajinlah kuliah tahun depan, masukkan semua tugas yang diberikan tepat waktu, belajar yang baik sehingga ujian yang diberikan bisa dijawab dengan benar. Insya Allah akan mendapatkan nilai A,” imbuhnya.
Penulis : Ahmad Bahar
Ketua Penyunting PK. Identitas