Kulit jeruk yang selama ini hanya menjadi limbah, ternyata setelah diolah mampu menyembuhkan luka akibat bakar.
Siapa sangka kulit jeruk yang selama ini kita buang, di tangan mahasiswa Farmasi Unhas mampu dibuat menjadi obat penyembuh luka bakar. Adalah Tri Puspita Roska, Syahidah Sahati, dan Andi Dinul Fitrah yang tergabung dalam tim Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) berhasil menyulap kulit Jeruk menjadi bahan alternatif mempercepat penyembuhan luka bakar.
Di bawah bimbingan Nana Juniarti Natsir Djide S Si M Si Apt, mereka mengajukan proposal dengan judul Wonder Bioris : Pengembangan Wound Dressing Bioselulosa Terfortifikasi Ekstrak Kulit Jeruk (Citrus Sinensis L) Sebagai Terapi Luka Bakar.
Awalnya Tri mencari jurnal dan berkunjung ke Rumah Sakit Wahidin Makassar. Ia lalu menemukan prevalensi luka bakar memiliki tingkat kematian yang cukup tinggi di rumah sakit itu. Apalagi, masyarakat lebih sering menangani luka bakar dengan obat Bioplacenton. Namun sayang, obat ini dapat menyebabkan iritasi kulit yang ditandai bintik-bintik merah pada kulit.
Hal itulah yang mendorong Tri untuk mendiskusikan lebih lanjut bersama temannya terkait pengobatan luka bakar yang bisa dibuat dari bahan sederhana.
Setelah mencari beberapa bahan, mereka menemukan, kulit jeruk memiliki efek anti inflamasi dan bisa mempercepat proses epitalisasi pada luka. Ini dikarenakan beberapa kandungan kimia kulit jeruk seperti Asam Askorbat, Vitamin E, Vitamin A, dan Polifenol.
Sesuai dengan bidangnya, mereka lantas memikirkan teknologi obat-obatan yang sesuai dengan keilmuannya. Lewat diskusi yang dilakukan dengan dosen pembimbing, mereka kemudian memilih sediaan yang kurang populer tetapi lebih baik dibanding yang lain yakni Bioselulosa.
Bioselulosa merupakan metabolisme primer spesifik dari bakteri. Setelah memikirkan bahan Bioselulosa dari bahan sederhana. Akhirnya Tim ini bisa membuatnya dari air kelapa yang difermentasikan dengan Acetobacter xylinium.

“Bioselulosa ini berguna untuk menjaga kelembaban luka bakar, pada proses penyembuhan luka itu, kelembaban harus dijaga untuk membentuk sel-sel baru,” ujar tita sapaan akrabnya, Kamis (16/8).
Selain menyerap nanah, bioselulosa tidak menimbulkan bekas seperti plester luka yang meninggalkan serat kapas di kulit. Bentuk dari bioselulosa ini mirip dengan nata de coco, kompatibel dan lebih elastis dan tipis sekitar 0,4 Milimeter.
Lebih lanjut Tita menjelaskan, poses penelitian yang dilakukan oleh timnya mulai dari reparasi dan evaluasi ekstrak kulit jeruk, Pembuatan Bioselulosa terfortifikasi oleh ekstrak kulit jeruk, Adapun pengujian penyembuhan dan hispatologi dilakukan pada hewan.
Untuk pengujian pada hewan, penelitian ini menggunakan enam ekor tikus dengan melakukan tindakan luka bakar. Mereka kemudian melakukan perbandingan antara pemakaian Bioselulosa dengan obat luka bakar yang umumnya dipakai. Berdasarkan hasil yang diperoleh, penyembuhan bioselulosa ini lebih cepat dibanding obat pada umumnya dan tanpa perlakuan.
“Hal yang masih menjadi kekurangan dalam terapi ini diantaranya sulit dikemas karena basah dan perlu juga diperhatikan soal kesterilannya dan hanya sekali pakai” tambah mahasiswa Farmasi angkatan 2015 ini.
Penelitian ini didanai oleh Ristek Dikti melalui PKM pendanaan 2018, dan telah mendapatkan medali emas dalam Event Japan Design, Idea dan Invention Expo di Tokyo, Jepang 3-5 Agustus lalu. Tri Puspita mengungkapkan, dalam waktu dekat ini, Bioselulosa akan diikutsertakan lagi dalam event internasional di Bali.

Tri menambahkan, “Berkas paten penelitian ini sudah masuk dan sementara proses paten,” tutupnya.
Muh. Nawir