Kecintaannya pada komputer membuat Andang Suryana memilih terjun di bidang pemetaan tata ruang. Pekerjaan yang ia nikmati dan membawanya berkeliling Indonesia dan luar negeri.
Andang Suryana Soma, pria kelahiran Makale 42 tahun lalu itu adalah seorang ahli bidang pemetaan. Hal ini bermula dari ketertarikannya pada komputer. Lalu ia bermimpi suatu saat bisa memiliki pekerjaan yang bergelut dengan alat yang pertama kali ditemukan tahun 1946 itu.
Bak gayung bersambut, sewaktu menjalani pendidikan S2 dan S3, Andang menemukan wadah untuk meyalurkan kecintaannya pada komputer, yakni Geographic Information System (GIS). Dengan keahlian itu, Andang telah menyelesaikan banyak proyek yang berhubungan dengan pemetaan geospasial. Termasuk pembuatan peta menggunakan drone di beberapa desa secara sukarela.
Desa Janetallasa, Jeneponto adalah salah satu desa yang ia buatkan peta wilayah. Kemudian hasil pemetaan itu dipergunakan secara bijak oleh pemerintah setempat untuk membuat kebijakan dan memaksimalkan aset yang mereka miliki.
“Sekarang kebijakan harus berbasis spasial sebab mendata aset secara spasial akan meminimalisir hilangnya aset,” ucapnya.
Selain itu, ia juga membantu pemetaan Ekowisata Mangrove Lantebung, menyiapkan perencanaan desa dan pengembangannya. Dosen Fakultas Kehutanan Unhas itu berkolaborasi dengan komunitas Indonesia Mapping Community atau Masyarakat Ahli Penginderaan Jauh Indonesia (MAPIN) dan Pemerintah Daerah dalam menyelesaikan proyek tersebut. Tak hanya itu, sebagai anggota komunitas tersebut, Andang juga turut melaksanakan aksi cepat tanggap bersama teman satu komunitasnya dari UI, ITB, dan UGM untuk membuat pemetaan setelah banjir melanda Masamba Juli lalu.
Aksi cepat tanggap seperti itu juga pernah ia lakukan yakni membuat pemetaan terkait persebaran kasus Covid-19 di Makassar. Setelah berdiskusi dengan beberapa teman dari Fakultas Kedokteran, ia pun memanfaatkan teknologi Web GIS untuk memetakan daerah mana saja yang paling banyak memiliki kasus positif Covid-19 di Makassar. Hasil pemetaan yang dilakukan bersama dengan Satgas Covid Unhas tersebut dijadikan dasar penerapan PSBB di Makassar.
Ia juga kerap kali mengarahkan mahasiswa untuk menganalisis kejadian longsor, membuat peta kerawanan longsor serta menganalisis jenis tanaman yang dapat tumbuh di daerah bekas longsor sehingga dapat digunakan untuk vegetasi selanjutnya.
Ketika ditemui di Laboratorium Pengelolaan DAS, Andang bercerita bahwa hampir semua daerah di Indonesia pernah ia buatkan pemetaan termasuk luar negeri. Salah satu contohnya, tahun 2010 Andang dan dekan pertanian kala itu pernah dipanggil oleh salah satu perusahaan Korea untuk menganalisis kesesuaian lahan dan membuat peta kelerangan di Papua Nugini.
Setelah menempuh jenjang pendidikan S3 pada tahun 2018 silam di Jepang, ia menyadari bahwa bagi seorang akademika data yang paling tinggi ketika belajar mengenai GIS adalah data raster yang berhubungan dengan tata ruang. Ia juga mengatakan bahwa inti dari keberhasilan dalam melakukan pemetaan yakni adanya keterbukaan data antara pihak peneliti dan pemerintah.
“Artinya ketika kita membagi data ke orang lain maka sebaliknya kita pasti akan mendapatkan timbal balik dan jangan tertutup akan data,” katanya.
Dari semua pengalaman yang ia dapatkan dalam pemetaan, ia menemukan bahwa masyarakat lebih cepat mengerti ketika data disajikan dalam bentuk peta dibanding karya ilmiah yang menggunakan istilah sulit dimengerti oleh masyarakat awam.
Lebih lanjut, Andang menyampaikan bahwa pemanfaatan GIS dapat dikembangkan dengan disiplin ilmu lain, seperti pertambangan, geologi, kelautan, sosial, dll. Semisal pengembangan GIS dan ilmu sosial dalam mendeteksi daerah mana saja yang paling rawan perampokan dan perkelahian. Dengan begitu pemerintah setempat dapat membuat kebijakan preventif bagi masyarakat secara lebih efektif.
Friskila Ningrum