Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern, buah buni menjadi salah satu dari sekian hal yang kehadirannya selalu dinanti, sebab kini sudah semakin jarang ditemui.
Dahulu, ketika musim buni tiba, kebun dan hutan di sekitar desa dipenuhi warna ungu kemerahan yang menggoda. Buah buni dengan bentuk bulat kecil, kulit yang agak tebal, dan terasa begitu segar saat pertama kali digigit. Rasa manis dan sedikit asamnya bercampur di lidah. Mengingat kenangan masa kecilnya itu, dr Suryani Tawali MPH, mencetuskan ide untuk melakukan riset terhadap buah buni.
Warna buah ini mengingatkannya pula dengan buah bluberi, dimana seperti yang diketahui buah bluberi memiliki kandungan antioksidan yang relatif tinggi dan bermanfaat bagi kesehatan pembuluh darah. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk membuktikan kandungan antioksidan pada Antidesma bunius (nama latin dari buah ini).
Meski buah buni terbilang sulit ditemukan karena musimnya yang tak menentu, bukan menjadi penghalang bagi Suryani (sapaan akrabnya) untuk terus bergerak dalam penelitiannya. Saat proses uji coba, ia memasok buah buni dari pedagang di Pasar Terong, Makassar. “Biasanya di Makassar musim berbuahnya memang di bulan lima, dan di Pinrang baru berbuah saat bulan dua, jadi kadang beda tempat beda pula waktu panennya,” Ungkap dosen Fakultas Kedokteran Unhas itu.
Proses pengelahannya menggunakan air dengan perbandingan 1:1, kemudian disaring. Lanjut diekstraksi sebanyak empat kali hingga kandungan antosianin tidak terdeteksi lagi. Dua puluh sampel jus 150 ml diperlakukan berbeda, 5 sampel tanpa tambahan fruktosa, 5 sampel dengan tambahan fruktosa 5%, 5 sampel dengan fruktosa 10%, dan sisanya 5 sampel dengan tambahan fruktosa 15%. Sampel jus kemudian dibotolkan dalam botol gelap, dipasteurisasi, dan disegel kemudian disimpan pada suhu 10°C hingga analisis lebih lanjut.
Lanjut, buah buni yang telah diperoleh kemudian diolah menjadi jus. Dan terbukti hasilnya menunjukkan buah buni memiliki kadar antioksidan yang tinggi yang berguna untuk menetralisir radikal bebas. Radikal bebas yang berlebihan pada tubuh berbahaya karena dapat merusak sel, menjadikannya lemak, menyumbat pembuluh darah, hingga menimbulkan penyakit kronis seperti kanker.
Kemudian dilakukan uji antosianin pada setiap sampel untuk menguji perbedaan pH, melalui proses ini dapat diketahui kapasitas antioksidan dari buah buni. Di uji coba ini juga dilakukan penjumlahan mikroba yang terdapat pada buah buni, lalu setelah melalui berbagai uji, dilakukanlah analisis statistik yang membuktikan bahwa kandungan antosianin total sari buah buni terdapat pada sari buah segar baik dengan atau tanpa penambahan fruktosa yaitu 302,03 – 496,26mg/100g buah segar. Ini rata- rata sama dengan kandungan antosianin blueberry budidaya dan blueberry liar masing-masing 365mg dan 487mg per 100g.
Selain karena buni termasuk buah lokal, alasan Suryani mengambil buni sebagai fokus penelitian, ialah banyaknya manfaat dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh orang-orang terdahulu. “Tanaman ini berakar tunggang, sehingga katanya bagus di tanam di daerah-daerah yang rawan banjir, maupun wilayah-wilayah yang butuh penghijauan karena gundul. Selain itu ada pula penelitian di Mesir tentang manfaat yang ada pada batang dan daunnya. Jadi, jika digali lebih dalam, manfaatnya sebanyak itu,” pungkasnya.
Selama penelitian berlangsung, tepatnya pada tahap uji ekstrak, Suryani tidak pernah melihat jamur tumbuh. Sehingga seorang temannya, berusaha lagi melihat apa ini kedepannya bisa berdampak bagi penyakit jamur. Belum lagi saat uji coba pada hewan, rata-rata hewan percobaan mengalami penurunan berat badan. “Nah, barangkali suatu saat ini bisa menjadi obat bagi penyandang obesitas,” tutur dokter itu.
Sampai sekarang, penelitian ini belum menghasilkan produk. Menurutnya, buah buni lebih baik dikonsumsi secara langsung, saat sedang segar-segarnya. Jika kita mampu makan sekitar 15-30 biji buah buni ini sudah cukup bermanfaat. “Sayangnya, bijinya lebih besar dibanding daging buahnya,” ungkapnya.
Sejauh ini juga penelitian pada uji coba ekstrak buah buni masih dilakukan pada hewan, sedangkan untuk jusnya, belum di uji coba ke manusia, sehingga memang lebih baik dikonsumsi secara mentah dari tanamannya. Menariknya buah buni mampu bertahan hingga dua sampai tiga tahun saat disimpan dalam freezer tanpa mengurangi kadar antioksidan, serta keseluruhan kondisi buahnya. Cocok bagi yang ingin stok banyak!
Penelitian ini sendiri mendapatkan dukungan besar dari pimpinan fakultas kedokteran dalam hal ruang meneliti dan kemudahan hingga penelitian mampu berjalan dengan baik, tak lupa bantuan dari teman fakultas teknik pertanian dan farmasi, bahkan dari universitas lain.
Harapnya penelitian ini bisa membuktikan dan memberitahukan kepada khalayak bahwa buni memiliki segudang manfaat yang jarang diketahui oleh masyarakat. Apabila penelitian ini suatu saat berhasil, tentu Suryani akan memasarkan prodaknya. Namun, prosesnya sendiri masih panjang.
Dengan cara dimakan secara langsung atau dibuat menjadi jus untuk diminum, namun karena rasa buah buni yang terbilang sedikit kecut, maka lebih baik ditambahkan sedikit madu pada jusnya.
“Karena penelitian ini sebelumnya fokus ke ekstrak, maka selanjutnya kita mungkin akan lebih fokus ke jusnya, dan melihat apa-apa saja yang perlu diperbaiki kembali diantara keduanya,” jelas dr Suryani, Kamis (8/10).
Iftita Aspar