Siapa yang tak mengenal keindahan wisata alam dan budaya yang ada di Lombok? Apalagi wisata budaya di Desa Sade, yang masih sangat terjaga adat istiadatnya, yang tentu sayang sekali jika kamu lewatkan. Apalagi saat berlibur di sana. Desa Sade merupakan salah satu tempat bermukimnya Suku Sasak asli masyarakat Lombok.
Lokasinya berada di daerah Rambitan, tak jauh dari pusat kota Mataram. Untuk mengunjungi Desa Sade, kita hanya butuh waktu sekiranya 20 menit dari Bandara Internasional Lombok. Tempat tersebut bisa anda temukan di Kecamatan Puju, Kabupaten Lombok Tengah. Berada tepat di poros jalan raya. Ketika bertandang ke sana, kamu akan disambut hangat oleh warga Sade.
Sebelum memasuki kawasan Desa Sade, anda akan disambut dengan tulisan “Selamat Datang di Desa Sade” dan salah seorang pemandu wisata akan langsung menghampiri dan menyapa pengunjng sesaat ketika kendaraan ditepikan. Ia akan memandu wisastawan untuk masuk ke dalam pemukiman Desa Sade. Sebelum masuk menelusuri berbagai keunikan suku Sasak, pemandu wisata akan mengarahkan kita ke tempat registrasi untuk menuliskan nama pengunjung serta memberikan donasi seikhlasnya. Setelah itu pemandu akan menjelaskan secara umum kepada wisatawan seputar suku sasak.
Saat memasuki gerbang, sepanjang mata memandang akan terlihat bangunan beratapkan ijuk jerami atau rumbia berdinding bambu. Sedangkan lantainya terbuat dari campuran getah pohon, abu jerami dan tanah liat. Memang desa ini berada di perbukitan tanah liat. Jarak antar rumah sasak sangat rapat, tersusun rapi ke atas. Masing-masing bangunan dihubungkan dengan jalan setapak. Sepanjang jalan setapak tersebut, kamu akan menemui rumah warga yang menjajakkan berbagai macam kerajinan khas Desa Sade yang bisa dijadikan buah tangan.
Uniknya, rumah sasak di Desa Sade tersebut, menurut penggunaanya dibagi menjadi tiga tipe. Bale Bonter yaitu rumah milik pejabat desa. Bale Kodong untuk warga yang baru menikah, atau untuk para orang tua yang ingin menghabiskan masa tunya. Dan Bale Tani, tempat tinggal bagi yang berkeluarga dan memiliki keturunan.
Pemandu wisata juga menjelaskan bahwa bagian rumah juga terbagi menjadi dua, rumah belakang yang letaknya lebih tinggi sebagai kamar tidur anak gadis, dapur, dan tempat melahirkan. Ruang depan berfungsi sebagai ruang tamu sekaligus kamar tidur. Ruangan depan bagian kanan untuk kamar tidur bapak dan ibu. Sedangkan bagian kiri untuk kamar tidur anak laki-laki. Pada ruang tamu dan langit-langitnya terdapat rak untuk menyimpan pusaka dan benda berharga. Di tengah rumah yang sempit terdapat tiga buah anak tangga untuk menghubungkan ruangan depan dan belakang. Anak tangga yang terdiri atas lima buah, menyimbolkan shalat lima waktu.
Jika orang-orang pada umumnya menggunakan air atau sol untuk mengepel lantai, Suku Sasak justru menggunakan kotoran kerbau dengan campuran sedikit air. Unik bukan? Lantai rumah digosok dengan kotoran kerbau, kemudian dicampur dengan air. Setelah kering, disapu dan digosok dengan batu. Penggunaan kotoran kerbau ini berfungsi untuk membersihkan lantai dari debu serta membuat lantai terasa halus dan lebih kuat. Mereka percaya, kotoran kerbau dapat mengusir serangga, sekaligus menangkal serangan magis untuk penghuni rumah. Tradisi ini dilakukan setiap sekali dalam seminggu.
Namun, jangan salah sangka, walau menggunakan kotoran kerbau, tetapi tidak ada sama sekali bekas atau bau kotoran kerbau. Sayangnya, kami tak sempat mengitari seluruh rumah sasak yang ada di sana. Beberapa informasi tentang Suku Sasak, hanya kami dapatkan dari penjelasan pemandu wisata.
Tak kalah menariknya juga, tepat di belakang rumah sasak terdapat pohon menjulang tinggi. Pohon kering tak berdaun, penduduk menamainya pohon cinta. Pohon tersebut dikenal sebagai tempat bertemunya sepasang kekasih yang telah memutuskan untuk kawin lari.
Suku Sasak juga sangat terjaga kelestarian alamnya. Semua warga yang bermukin di desa Sade wajib mengenakan sarung, baik laki-laki maupun perempuan. Pekerjaan sehari-hari mereka adalah bertani dan menenun. Semua perempuan yang besar di pemukiman Desa Sade diwajibkan untuk mahir menenun sebelum menikah.
Untuk proses pernikahan, anak gadis yang ada di Desa Sasak tidak dilamar secara resmi seperti yang biasa kita lihat selama ini. Namun laki-laki dan perempuan yang saling menyukai harus melakukan kawin lari. Si lelaki harus membawa kabur si perempuan di luar sepengetahuan keluarganya. Waktunya hanya satu hari. Setelah itu, pihak laki-laki harus kembali datang dan barulah resmi menikahi si perempuan. Bisa pula dengan cara kawin culik, yaitu pihak laki-laki membawa paksa si perempuan kerumah keluarganya lalu kembali dan menikahinya. Begitulah tradisi Suku Sasak di Lombok.
Andi Ningsi
Litbang Sumbedaya Manusia PK Identitas Unhas 2018,
Mahasiswa Sosial Ekonomi Perikanan 2015