Biofill ASpy, mereduksi bahaya kandungan kimia dalam rokok seperti nikotin, tar, dan karbon monoksida bagi tubuh. Sehingga bisa menghilangkan rasa candu terhadap rokok.
Jumlah perokok di Indonesia semakin meningkat tiap tahunnya. Menurut data WHO yang ditulis depkes.go.id, Indonesia menduduki peringkat ketiga dengan jumlah perokok terbesar di dunia. Selain itu, negara ini masuk enam besar penghasil tembakau di dunia seperti yang tertera di komunitaskretek.or.id.
Rokok mengandung kurang lebih 4.000 jenis bahan kimia dan 40 jenis di antaranya bersifat karsinogenik. Tiga kandungan utama dalam rokok yakni nikotin, karbon monoksida, dan tar sangat berbahaya bagi tubuh. Tidak hanya menyebabkan kecanduan bagi penggunanya, rokok juga dapat menyebabkan penyakit berbahaya seperti jantung, hipertensi, merusak paru-paru bahkan menyebabkan kanker. Meskipun dalam kemasannya sudah tercantum bahaya rokok, namun masih banyak saja orang yang mengonsumsinya.
Hal itu mendorong Syamsul Bahri melakukan sebuah penelitian mengenai rokok yang diikutkan dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) tahun lalu. Berjudul, “Rokok Sehat” Inovasi Filter Rokok Berbahan Baku Alga Spirogyra peipingensis sebagai Solusi Untuk Mereduksi Kadar Toksin pada Rokok”. Penelitian tersebut mengantarkan Syamsul lolos hingga ke Pekan Ilmiah Mahasiswa (Pimnas). PKM bidang Karsa Cipta ini diketuai oleh Syamsul Bahri, dan empat anggotanya yakni, Kamsinar, Serioja, Edi Tompo, dan Nurul Fahmiah.
Cerita penemuan alat ini berawal, ketika Syamsul, berjalan-jalan di daerah Workshop Unhas dan sekitarnya. Ia menemukan, ternyata alga yang tumbuh di perairan sepanjang jalan yang ia lalui dapat mengikat senyawa kimia seperti logam berat. Lalu, ia memiliki dugaan sementara, alga bisa menyerap kandungan kimia berbahaya pada rokok.
“Menurut saya, dia (alga) bisa menyerap senyawa kimia berbahaya, jadi saya aplikasikan untuk filter rokok,” jelasnya melalui via telepon, Kamis(7/6).
Syamsul dan teman-temannya memberikan nama alat ini Biofill Aspy. Biofill artinya alat filter yang memanfaatkan makhluk hidup (alga), sedangkan Aspy adalah nama spesies dari alga spirogyra peipingensis.
Alat filter ini bertujuan untuk mengurangi kadar toksin seperti nikotin, tar, dan karbon monoksida. Adapun, untuk pemakaiannya, alat ini terdiri dari dua bagian, filter dari kayu (pipa untuk menghisap) dan filter dari alga.
Alat ini digunakan dengan cara isi ulang. Ada ambang batas dalam pemakaian alatnya yakni maksimal lima kali berdasarkan hasil uji laboratorium. Jadi, bila telah mencapai titik jenuh alat, filter sebaiknya diganti dengan yang baru.
“Bila alat ini sudah melewati ambang jenuh maka bisa diganti, namun yang diganti itu bukan kayunya melainkan filternya” ujarnya.
Meskipun tak dapat menyaring sebesar 100% tapi alat ini mampu menurunkan kadar toksin seperti nikotin, tar, dan karbon monoksida, berturut-turut 61,36%, 48,29%, dan 86,36%. Syamsul mengumpamakan, misalnya timnya membuat alat menyaring kandungan toksin sebesar 100%, pastinya tidak ada yang ingin menggunakan alatnya.
“Karena yang dibutuhkan masyarakat itu zat seperti nikotin. Jadi saya cari cara supaya alat ini bisa menyaring sekitar 60 atau 70 persen”.
Mahasiswa dari Departemen Biologi ini menambahkan, bila Biofill ASpy digunakan dalam jangka waktu panjang, maka toksin yang terserap tubuh juga semakin sedikit. Secara tidak langsung, alat ini membantu mereka (perokok aktif) yang ingin berhenti merokok. Sebabnya, zat nikotin misalnya yang terserap tubuh, lama-kelamaan semakin sedikit, sehingga perokok tidak kecanduan lagi.
Selain itu, lanjutnya, produk Biofill ASpy ramah lingkungan karena memanfaatkan limbah kayu. Berbahan herbal (alga), sehingga produk ini tidak menyebabkan efek samping. Bahkan ada penelitian dari kandungan alga bisa membantu dalam kandungan tubuh, tapi penelitian mereka belum sampai di situ.
Dalam melaksanakan penelitian, ada beberapa kendala yang dihadapi Syamsul. Di antaranya, tidak adanya laboratorium analisis penurunan kandungan toksin pada asap rokok dan mahalnya biaya analisis laboratorium. Di samping itu, ada juga uji organoleptik atau uji indera, yang mana orang diluar sana masih ragu untuk mencoba sesuatu yang baru.
Biofill Aspy telah diproduksi sebanyak dua puluh buah dalam bentuk kemasan. Sayangnya, produk ini belum sempat dikomersialkan. Alat filter rokok ini sudah dipublikasikan di jurnal internasional, masuk koran sebanyak tiga kali. Bahkan, pernah ditawarkan untuk dipromosikan pada stasiun televisi.
“Kemarin, kami sempat ditawarkan untuk mengenalkan alat ini, cuma gak sempat karena kami tengah berada di luar kota,” imbuhnya.
Biaya yang dikeluarkan mulai dari pengambilan sampel hingga proses akhir mendapat hak paten sebesar sembilan jutaan. “Semoga alat ini bisa dikembangkan hingga skala industri agar kiranya masyarakat Indonesia, khususnya Sulawesi Selatan bisa menggunakan Biofill ASpy agar lingkungan sehat dan perokok bisa lepas dari kecanduannya,” harapnya. Alat ini pun juga telah dipatenkan oleh HAKI Unhas.
Fitri Ramadhani