Bagian kerang yang selama ini dibuang ternyata memiliki manfaat besar untuk lingkungan.
Pencemaran plastik masih menjadi masalah serius hingga sekarang. Pencemaran yang terjadi bukan hanya di darat melainkan juga di lautan. World Economic Forum memprediksikan, tahun 2050 jumlah plastik akan lebih banyak daripada ikan. Yang menjadi masalah terbesar ialah ketika plastik menjadi berukuran kecil atau disebut mikroplastik. Dalam Penelitian M. Reza Cordova di Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) LIPI menemukan bahwa ikan yang memakan mikroplastik mengalami tumor pada bagian pencemaran. Hal ini menjadi mengkhawatirkan apabila dikonsumsi oleh manusia.
Berangkat dari hal tersebut, tiga mahasiswa Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Unhas, Dwi Sabriyadi Arsal, Sarnila Tamrin, dan Nevi Felia Saria menganalisis cangkang kerang untuk mengurangi pencemaran mikroplastik. Dalam laporannya, Dwi Sabriyadi menjelaskan penelitian ini pengembangan dari riset yang dilakukan oleh Maryam.
“Berdasarkan kajian yang dilakukan Maryam terhadap serbuk cangkang kerang yang hasilnya cukup baik menyerap logam berat,hal initentunya dapat menurunkan pencemaran limbah industri. Maka penelitian ini dilakukan untuk melihat potensi lain dari aktivitas kerang sebagai bahan bioremediasi pencemaran plastik,” papar Dwi Sabriyadi selaku ketua kelompok.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bioremediasi merupakan proses pembersihan lingkungan yang tercemar polutan kimia dengan menggunakan organisasi hidup.Kelompok mahasiswa ini mengambil sampel cangkang darah di daerah Galesong, Kabupaten Takalar. Masyarakat pesisir disana memanfaatkan kerang darah menjadi makanan favorit, sekaligus sumber pendapatan ekonomi.
Sarmila Thamrin, salah seorang anggota tim menejelaskan pemilihan lokasi penelitian sebenarnya tidak spesifik. Yang terpenting terdapat kerang darah di daerah tersebut dan Takalar punya potensi kerang yang lebih banyak dibanding tempat lain. “Apalagi belum bisa pastikan bahwa hasil serap cangkang kerang bakal sama atau berbeda di daerah lain, dan ini merupakan penelitian baru,” ucap Ila, sapaan akrabnya.
Dari hasil analisis data, ditemukan fakta cangkang kerang darah dapat dimanfaatkan sebagai bioremediasi pencemaran plastik. Namun penyerapan ini masih berupa larutan styrene, yang diberikan pada cangkang kerang. Styrena merupakan cairan tidak berwarna dan tidak larut dalam air, serta digunakan untuk membuat plastik.
“Pengujian kemarin khusus styrene, karena dari sekian banyak jenis polimer, jenis polimer styrene ataus tirena paling berbahaya,” ucap Sabri sapaan akrbanya.
Lebih lanjut, Sabri menyampaikan larutan styrene yang diberikan kecangkang kerang belum mencapai penyerapan maksimal. “Masih ada ruang kosong dalam tepung cangkang kerang untuk menyerap styrene, makanya hasil dari absorpsi styrene semuanya hampir persen,” jelasnya.
Hasil penelitian ini dapat memberikan harapan baru untuk meminimalisir pencemaran plastik. Cangkang kerang darah punya kemampuan untuk menyerap bahan larutan sampah plastik seperti styrene. Semakin tinggi konsentrasi styrene semakin tinggi kapasitas penyerapan cangkang kerang, presentasi absorpsi penyerapan didapatkan presentase tidak berbeda jauh dengan rata-rata presentase sebesar 93,470 persen.
Sayangnya, untuk menjadikan penelitian ini sebagai produk atau alat yang bisa digunakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti pure it, kata Sabri masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. “Masih butuh banyak penelitian yang lebih mendetail, baik perihal cangkang yang digunakan, takaran dan seberapa besar penyerapan tiap takarannya,” ungkap mahasiswa perikanan ini.
Memang penelitian ini masih sebatas pengujian di laboratoriumuntukmengetahuiapakahbisatepungcangkangkerangmenyerapstyrene.Tapi tidak menutup kemungkinan bisa juga diterapkan di perairan. “Penelitianinimasihsangatbaru, olehkarenaitumasihbanyak yangperludikembangkan. Utamanyauntukpenelitian yangbisadigunakan diperairan,” harap Sabri.
Arisal