Universitas Hasanuddin melalui Fakultas Kehutanan bekerjasama dengan United States Department of Agriculture (USDA) dan Foreign Agricultural Service menggelar Youth Biotech Outreach. Kegiatan ini dibuka hari ini, Rabu (25/09) di Aula Fakultas Kehutanan pada pukul 09.30 Wita.
Kegiatan ini menghadirkan beberapa pembicara, seperti Dr Dase Hunaefi dari Universitas IPB, Thomas E. Anderson PhD dari USDA, dan Dr Siti Halimah Larakeng SP MP dari Unhas. Turut hadir Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Alumni, dan Kemitraan Fakultas Kehutanan (Dr Astuti SHut MSi), Atase Pertanian Kedutaan Besar Amerika untuk Indonesia (Garett Mcdonald), dan Penasehat Pendidikan Amerika Serikat (Chendani Budhi).
Garett McDonald dalam sambutannya menyatakan bahwa pembahasan utama pada kegiatan hari ini, yaitu Genetically Modified Organisms (GMO) yang masih asing di telinga mahasiswa secara umum. Secara definisi, GMO atau Produk Rekyasa Genetika (PRG) adalah organisme hidup atau bagian-bagiannya dan hasil olahannya yang mempunyai susunan genetik baru dari hasil penerapan bioteknologi modern. Hal ini tentunya menjadi keuntungan tersendiri bagi para peserta untuk mempelajari hal baru.
“Peserta yang hadir pada pagi hari ini sangat beruntung, GMO masih menjadi hal baru di dunia bioteknologi, sehingga peserta yang masih belum tahu tentunya bisa mendapatkan pengetahuan baru. Kami berharap kegiatan hari ini berlangsung interaktif agar pertukaran ide dan pikiran kita bisa lebih maksimal,” jelas Garett dalam rilis yang diterima identitas.
Unhas sendiri menjadi PTN ke-5 di Indonesia sekaligus menjadi lokasi roadshow terakhir kegiatan yang diadakan oleh USDA dan Foreign Agricultural Service ini. Dalam sambutannya, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Alumni, dan Kemitraan Fakultas Kehutanan, Dr Astuti SHut MSi menjelaskan, tujuan utama diadakannya Youth Biotech Outreach yaitu menyosialisasikan pentingnya bioteknologi di kehidupan kita saat ini.
“Tingginya populasi di Indonesia menjadi tantangan tersendiri. Jika populasi meningkat, maka otomatis kebutuhan pangan juga meningkat. Bioteknologi ini cabang ilmu yang penting karena bisa menjadi salah satu solusi untuk menjawab tantangan tersebut,” jelas Astuti.
Dr Dase Hunaefi yang juga menjabat sebagai Wakil Direktur Kolaborasi dan Hubungan Internasional IPB dalam pemaparannya menjelaskan, penerapan teknologi GMO memiliki banyak keunggulan, salah satunya adalah pemenuhan kebutuhan pangan yang terus meningkat. Pembiakan melalui teknologi GMO mampu memproduksi kebutuhan lebih cepat, lebih murah, dan memiliki kandungan nutrisi yang lebih banyak dibandingkan dengan pembiakan secara konvensional.
“Better, faster, dan cheaper. Itu yang akan terjadi apabila kita menerapkan teknologi GMO untuk produksi pangan kita. GMO ini kan rekayasa genetik, jadi sebenarnya bentukannya masih sama tapi kandungan vitamin dan nutrisinya jauh berbeda. Jadi, selain pemenuhan kuantitas yang jauh lebih cepat, kualitasnya juga meningkat,” papar Dase.
Lebih lanjut lagi, Dase menjelaskan bahwa GMO aman untuk diterapkan. Di Indonesia, telah diatur oleh peraturan perundang-undangan, seperti Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sebelum diedarkan di masyarakat luas, produk GMO harus melewati berbagai tahapan uji layak edar.
“Untuk mengeluarkan izin edar satu varietas GMO itu harus diuji berkali-kali. Harus melewati 4 tes yang meliputi feed safety, food safety, environmental safety, dan halal compliance. Produk hasil GMO juga telah diatur dalam berbagai perundang-undangan dan telah mendapatkan fatwa MUI,” jelas Dase.
Sementara itu, Thomas E. Anderson dari Foreign Agricultural Service USDA yang berfokus pada perdagangan internasional bioteknologi pertanian membawakan materi terkait keuntungan Genetic Engineering (GE) dan penerapannya, khususnya untuk produk bioteknologi. Menurutnya, GE mendatangkan keuntungan dari berbagai aspek, baik aspek lingkungan, kesehatan, maupun ekonomi.
“Secara lingkungan, penerapan GE mengurangi penggunaan pestisida yang secara otomatis mengurangi penggunaan minyak bumi dan emisi gas CO2. Hal ini tentunya meningkatkan kesuburan tanah karena tidak terpapar zat kimia dan mempengaruhi kehidupan hewan-hewan yang menguntungkan tumbuhan, seperti burung, serangga, dan lain-lain,” jelas Thomas.
Produksi pangan yang menerapkan GE tidak perlu menggunakan pestisida. Itulah mengapa kualitas tanaman yang dihasilkan dari rekayasa genetik ini menjadi lebih bernutrisi dan mengandung vitamin yang lebih tinggi. Meski biaya produksi GE lebih rendah dibandingkan produksi konvensional, kuantitas produksi justru lebih meningkat.
“Hal ini tentunya menjadi keuntungan bagi para petani. Sudah banyak negara yang mengadopsi bioteknologi, 24 negara telah memproduksi sendiri dan 43 lainnya mengimpor hasil bioteknologi. Itulah mengapa negara-negara lainnya, termasuk Indonesia harus menerapkan GMO/GE secara massal,” tutup Thomas.
Pemateri dari Universitas Hasanuddin. Dr Siti Halimah Larekeng SP MP membawakan materi mengenai perkembangan penelitian bioteknologi di Fakultas Kehutanan Unhas. Di Laboratorium Bioteknologi dan Pemuliaan Pohon Fakultas Kehutanan sendiri memiliki tiga aktivitas utama, yaitu kultur jaringan, analisis genetika, dan mikrobiologi.
“Seluruh penelitian di lab selalu kami dorong untuk diterbitkan, baik di jurnal maupun prosiding internasional, utamanya yang terindeks Scopus,” kata Halimah.
Wandi Janwar