al-waqt ka-s-syaifi fainlam taqtohu qotoaka
“Waktu ibarat pedang. Jika engkau tidak menggunakannya dengan baik, ia akan memotongmu.” Begitulah sebuah pepatah arab mengingatkan kita akan waktu yang terus berjalan, apapun yang terjadi dan dilakukan.
Sedari duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), saya terbiasa mengatur waktu menggunakan buku catatan sehingga rutinitas pun tertata. Namun, hal yang tidak dikehendaki terjadi. Tepatnya ketika duduk di bangku kelas tiga Sekolah Menengah Pertama (SMP), Twitter dan Instagram sedang hangat-hangatnya menjadi bahan perbincangan.
“Kamu akan terlihat gaul ketika memiliki akun media sosial” begitulah jargon yang selalu sahabat saya katakan. Alhasil, saya mengikuti tren. Dalam sehari, saya bisa menghabiskan enam jam hanya bermain media sosial, terkadang lebih. Kebiasaan itu membuat catatan kegiatan saya berantakan.
Berkembangnya teknologi memang memudahkan dan mengasyikkan. Kita dapat berkomunikasi bersama siapapun tanpa terpisahkan oleh jarak. Namun, tenggelam dalam dunia maya membuat hasil Ujian Nasional saya tidak sesuai ekspektasi. Hasilnya tidak buruk, tapi bukan itu angka yang diharapkan. Itulah mengapa, waktu digambarkan dapat membunuh siapapun yang menyia-nyiakannya.
Usai wisuda SMP, saya melanjutkan studi di pondok pesantren. Alasannya sederhana, saya ingin membiasakan diri disiplin seperti sedia kala. “Seseorang yang berkualitas itu tergantung bagaimana ia mengisi waktu luang semaksimal mungkin.” Begitulah perkataan Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor, KH Hasan Abdullah Sahal, yang masih terngiang hingga sekarang.
Perkataan itu bukan sekadar imbauan saja, di pesantren tidak ada lagi waktu yang terbuang sia-sia. 24 jam dalam sehari sudah tertata rapi. Mulai dari belajar, mengaji, shalat lima waktu, mengikuti ekstrakulikuler, dan istirahat. Kami juga tidak diperkenankan mengunakan ponsel, hal inilah bisa menjauhkan saya dari ketergantungan dunia maya.
Lima tahun membisakan diri, saya menyadari bahwa waktu luang adalah anugrah. Sebuah kesia-siaan terjadi jika tidak berperan produktif dalam membenahi diri dan orang sekitar. Memanfaatkan teknologi seperti media sosial tentu sah-sah saja, selagi apa yang dilakukan membawa manfaatan. Saya pribadi sering mencari inspirasi dan tips untuk menciptakan sesuatu, mencatat setiap kegiatan dan memasang pengingat saat deadline tiba, hanya dengan bermodalkan ponsel.
Selain itu, di sela kegiatan perkuliahan, saya mengisinya dengan mengajar anak-anak yang bersiap masuk pesantren, dan mengaji bagi anak usia dini. Saya juga aktif berkegiatan di beberapa lembaga kemahasiswaan di kampus. Berbagai aktivitas di luar prioritas tersebut saya namakan ‘Gabut Produktif’.
Saatnya kita menggunakan waktu sebaik-baiknya, beribadah dan beramal seikhlas-ikhlasnya, bekerja sekeras-kerasnya, memanfaatkan teknologi untuk berkerya sebanyak-banyaknya, dan berprestasi setinggi-tingginya. Karena penyesalan hanya datang di akhir. Waktu tidak bisa diputar kembali, pun tidak bisa ditunda.
“Dua nikmat yang banyak manusia tertipu di dalam keduanya, yaitu nikmat sehat dan waktu luang,” Hadis Riwayar Bukhari, Tirmidzi dan Ibnu Majah.
Upgrade yourself as what Allah commanded, so be someone who is beneficial to other!
Nadhira Sidiki, penulis merupakan mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Unhas
Litbang Data PK identitas Unhas