Ramah dan suka bergaul membawa keberkahan bagi Gego, dosen muda Hubungan Internasional, Unhas.
Muh. Ashry Sallatu tak pernah membayangkan sebelumnya akan menjadi salah satu delegasi dalam Forum Trilateral: Australia-Indonesia-United States Strategic 1.5 Track Dialogue di CSIS, Washington DC, Amerika Serikat pada Kamis-Jumat, (3-4/5).
Ia mewakili Indonesia bersama para orang hebat lain di negeri ini. Seperti, ketua FPCI yang juga ketua delegasi, Dr. Dino Patti Djalal, Mayjend TNI (Purn.) Agus Widjojo, Gubernur Lemhanas Dr. Siswo Pramono Direktur BPPK, Kementerian Luar Negeri RI, Bara Hasibuan, DPR RI, Brigjen TNI Kup Yanto, Kementerian Pertahanan, RI, Phillip J. Vermonte Direktur Eksekutif CSIS Indonesia, Dinna Wisnu PhD. Dosen HI Univ. Bina Nusantara.
Dalam forum itu, sebagai akademisi, Gego, sapaan akrabnya, terbilang aktif menyuarakan isu yang sedang dibahas. Adapun isu yang dibahas, Regional Diplomacy and Security, Bilateral and Trilateral Defence Cooperation, Counter-terrorism and Security Risks, Energy and Infrastructure, Australia-Indonesia-United States: Growing The Trade and Investment Relationship.
Kegiatan ini dilaksanakan oleh Foreign Policy Community Indonesia (FPCI) bersama Australian Strategic Policy Institute (ASPI) dan Center for Strategic and International Studies (CSIS, Amerika Serikat).
Pengalaman ini tentu tak pernah dilupakan Gego, begitu ia biasa disapa. Ditambah lagi ia termasuk dosen muda di Unhas. Kesempatan ini pun ia peroleh berkat dirinya yang suka bergaul.
Awalnya, lelaki kelahiran Makassar, 22 Juni 1979 ini mengikuti program public speaking yang diselenggarakan oleh Dino Pati Djalal selama dua hari. Berkat dirinya yang ramah, dan suka berteman. Dino pun mulai melirik Gego.
Setelah itu, ketika Dino memiliki atau mengikuti suatu kegiatan, ia selalu mengikutsertakan Gego dalam acara itu.
Suka berteman, ramah, dan mudah bergaul. Memang sifat yang sudah melekat dalam diri Gego. Hal itu tampak sejak kecil.
Kala itu, kediaman Gego di Jalan Kakaktua selalu jadi tempat kumpul warga sekitar. Hal itu pun berlanjut hingga sekarang.
“Dulu di rumahku itu tempat ngumpul karena jalur lewat. Tembus dari jalan Kakaktua pergi ke Lorong VII. Rumahku itu, halamannya dipake lewat. Di situ agak luas dan banyak orang. Jadinya, saya terbiasa dengan orang banyak,” kata dosen Hubungan Internasional Unhas ini.
Selain itu, Gego mengakui, ia terbilang bukan anak yang pintar atau bukanlah juara kelas. Menurutnya, ia hanya cerdas dalam mata pelajaran Bahasa Inggris dan olahraga.
“Saya ingat sekali guru SMP sampai SMA yang suka ka Bahasa Inggris. Mungkin, mereka menganggap bahasa Inggrisku bagus,” tutur ayah dua anak ini.
Ternyata kemampuan Bahasa Inggrisnya sudah terasah sejak kecil. Katanya, dulu ibunya suka mendengar Bahasa Inggris. Kala itu juga, Gego suka mendengar siaran CNN dan film kartun berbahasa Inggris di televisi parabolanya.
“Kalau nonton film kartun itu, meski saya tidak mengerti artinya. Tapi, kalau lucu saya biasa ketawa,” katanya.
Begitupun dengan kesukaannya akan olahraga. Ia menuturkan menyukai olahraga bela diri Taekwondo dan basket.
“Ketika SMP saya sering menang dalam pertandingan Taekwondo. Dan SMA sampai sekarang saya sangat suka dengan bola basket,” tambahnya.
Selain olahraga, Gego juga gemar berorganisasi. Terbukti, masa kuliah ia pernah menjabat sebagai Ketua Himpunan Hubungan Internasional periode tahun 1999-2000. Seperti Ketua Himpunan pada umumnya, kegiatan diskusi, menghadiri acara, dan membuat kegiatan ialah rutinitasnya. Lantaran berorganisasi, Gego merasakan manfaatnya.
“Waktu jadi ketua Himpunan, jejaringku terbuka. Tambah banyak temanku,” ujarnya.
Selain aktif di himpunan, Gego juga diketahui sebagai salah satu anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Sayangnya, lantaran hanyut dalam dunia organisasi. Gego tak memperhatikan kuliahnya. Akuinya, bahkan pernah satu semester, IP nya sangat anjlok hingga 0,00. Dan memiliki masa kuliah selama tujuh tahun. Ia pun menyadari pentingnya kuliah kala sedang menyusun tugas akhir skripsi.
“Saya serius kuliah itu ketika urus skripsi. Saat itu saya serius kumpul bahan, saya membaca, saya ikut diskusi. Padahal, sewaktu kuliah tidak. Saya datang diskusi karena saya harus buka acara. Setelah itu saya dengar-dengar santai. Lalu, saya pikirkan hal lain,” akuinya seraya ketawa.
Saat itulah, tambah Gego, ia merasakan manfaatnya serius belajar. Dan lulus pada tahun 2006.
“Waktu urus skripsi, 6 bulan. Di situ saya benar2 belajar. Di situ, mau ka lanjut. Enak belajar. Enak berdiskusi, nambah ilmu. Ternyata banyak pengetahuan itu menyenangkan,” lanjut Gego.
Hal itulah yang membuat Gego berkeinginan melanjutkan studi starata dua di Universitas Indonesia dua tahun setelah lulus dari Unhas. Ia memilih jurusan Hubungan Internasional. Dua tahun sebelumnya, ia sempat menjadi sopir dan staf administrasi di Puslitbang Kebijakan dan Manajemen (P3KM) Unhas.
Setahun menjalani kuliah di UI, ia mempersunting pujaan hatinya, Sitti Aziza Azis. Ia memiliki dua anak dari buah hasil pernikahannya.
Pada tahun 2010, ia kembali ke Unhas bukan lagi sebagai staf administrasi P3KM. Tapi, sebagai dosen Hubungan Internasional. Lantaran tergolong dosen muda, ia sangat akrab dengan mahasiswanya. Bahkan, ada beberapa mahasiswa yang sering bermain musik dengan dirinya.
Sri Hadriana