Kadangkala dalam hidup ada hal yang mesti diperjuangkan walaupun berada di pusaran kesederhanaan. Kebiasaan ini acap kali dianggap oleh sebagian orang sebagai sesuatu yang tak akan memberikan kebahagiaan, salah satunya dalam hal romantika cinta.
Namun, bagi orang yang tak pernah menyerah justru menganggap cinta tetap harus diperjuangkan meski dalam hidup sederhana. Bicara soal perjuangan cinta dalam kesederhanaan hidup, kita dapat melihat gambaran itu dalam sebuah film yang berjudul Mekah I’am Coming. Film terbaru di tahun 2020 yang diproduksi oleh MD Pictures dan Dapur Film.
Film yang berdurasi lebih dari satu jam itu, disutradarai Jeihan Angga dan dibintangi dua pemeran utama, yakni Rizky Nazar sebagi Eddy dan Michelle Ziudith sebagai Eni.
Melakonik film tersebut, menceritakan tentang kisah sepasang kekasih (Eddy dan Eni) yang hubungannya penuh dengan tantangan. Kisah cinta mereka terancam karam karena tak direstui Pak Soleh, Ayah Eni (Totos Rositi).
Eddy dan Eni yang berniat menjalankan hubungan hingga ke jenjang pernikahan harus menerima tantangan berat, lantaran kesederhaan Eddy menjadi sebab tidak direstuinya hubungan mereka. Karena itu, pak Soleh berniat menjodohkan anaknya dengan seorang saudagar kaya bernama Pietoyo (Dwi Sasono). Pak Soleh menganggap bahwa dengan harta yang dimiliki Pietoyo, anaknya akan bahagia.
Setelah mengetahui hal tersebut, Eddy yang kerap disapa Sontoloyo oleh Pak Soleh sangat terpukul dan dilematis. Namun karena perasaan cinta yang begitu besar, ia tak ingin mundur dan tetap berusaha untuk dapat menikahi Eni.
Dalam keresahan hatinya, ibu Eddy, Bu Ramah (Ria Irawan) memberikan saran pada anaknya agar membujuk Pak Soleh bahwa ia akan melaksanakan haji tahun ini demi menikahi Eni. Ayah Eni senang mendengar hal tersebut dan akhirnya merestui hubungan mereka berdua, dengan syarat Eddy harus melaksanakan haji terlebih dahulu.
Melihat keberanian dan pengorbanan yang dilakukan oleh kekasihnya itu, Eni merasa sangat bangga. Menurutnya, Eddy memang calon suami idaman.
Film Mekah I’am Coming ini mencoba menjelaskan, di tengah sengkarut kehidupan, manusia akan selalu mengharapkan sesuatu yang diinginkannya dan mencoba menempuh jalan agar mencapai keinginannya itu. Seperti itulah yang dilakukan oleh Eddy karena tak mau kehilangan kekasihnya, dan ingin membuktikan kepada ayah Eni bahwa ia serius. Eddy menjual bengkel warisan ayahnya beserta dengan motor kesayangannya agar dapat menunaikan haji.
Eddy tak ingin menunggu lama untuk menunaikan haji, memutuskan menempuh jalur kilat dengan mendaftarkan diri pada Agen Travel Haji yang dianggapnya sangat amanah dan menjanjikan. Seluruh warga pun ikut bersuka cita dan bersorak gembira dengan kepergian Eddy menunaikan haji.
Sayangnya, Eddy mendaftar haji di agen travel yang sudah banyak menipu orang. Ambisi yang terlalu menggebuh membuatnya tak sadar dengan penipuan yang dilakukan oleh agen travel tersebut.
Peristiwa yang dialami Eddy memberikan pelajaran hidup bahwa perjuangan harus disertai dengan pemikiran yang jernih dan teliti. Banyak hal yang akan menjadi penghambat cita-cita, seperti adanya pihak yang selalu ingin mengelabui.
Peristiwa itu membuat Eddy kembali dilematis dan bingung apa yang harus ia katakan kepada ibu dan kekasihnya. Orang-orang di kampungnya, termasuk ibu dan Eni belum mengetahui kejadian itu.
Meski demikian, seperti pepatah mengatakan sepandai apapun tupai melompat, tetap akan jatuh juga. Begitulah nasib Eddy, suatu hari kegagalan yang disembunyikannya terbongkar lantaran video vlog yang disebarkan anak Haji Rojak. Dengan perasaan bersalah dan tidak ingin lagi melakukan kebohongan kepada semua orang, Eddy memutuskan untuk kembali ke kampungnya menemui ibu dan Eni.
Sesampainya di kampung, ia disambut tidak baik oleh para warga. Lengkaplah sudah kepiluan hati Eddy, kini ia harus menanggung beban batin atas semua cobaan yang menimpanya, meski semua itu bagian dari harmoni cinta mereka.
Sementara itu, Pak Soleh semakin tidak mempercayai Eddy dan memutuskan untuk kembali melangsungkan rencana pernikahan anaknya dengan Pietoyo. Eni yang tak ingin dijodohkan, memberikan tawaran kepada Eddy untuk kawin lari, dan mendesaknya agar menerima tawaran itu.
Di akhir cerita, Pak Soleh mengunjungi rumah Eddy dengan membawa para warga untuk meminta pertanggungjawabannya karena Eni hilang dari rumah. Menurut Pak Soleh, Eddy yang menyembunyikan anaknya. Bu Ramah dan Eddy saat itu sangat terkejut dengan kedatangan Pak Soleh bersama para warga, dan terjadi perdebatan di antara mereka. Pak Soleh yang sudah mengetahui semuanya, akhirnya merestui hubungan mereka. Saat itulah kepedihan yang selama ini dirasakan Eddy terbayarkan dengan kebahagiaan.
Jeihan Angga membalut cerita dalam film itu dengan dinamika hidup dan kebudayaan Jawa, seperti dialek para pemerannya sangat mencerminkan kesukuan mereka. Di lain hal, permulaan film ini diawali dengan peristiwa humoris dan berhasil membuat para penonton penasaran, ingin mengetahui di durasi ke berapa peristiwa itu ditampilkan.
Namun, di balik menariknya film tersebut, ada kekurangan yang cukup menonjol. Misalnya saja film itu tidak menceritakan bagaimana kelanjutan Agen Travel Haji abal-abal yang sudah menipu banyak orang. Juga pada bagian akhir cerita saat Eddy dinikahkan secara mendadak. Itu sangat mempengaruhi psikologi penonton, karena tindakan yang ditekankan sangat tidak sesuai dengan kebudayaan Jawa. Dalam Kebudayaan Jawa, jika ada yang menikah maka kedua mempelai harus berada pada satu tempat yang sama dan duduk berdampingan, tidak berjauhan. Dan itulah yang tidak dipenuhi di akhir cerita ini.
Firmansyah
Data Film:
Sutradara : Jeihan Angga
Produser : Hanung Bramantyo
Sinematografi : Robby Herbi
Penyunting : Ahyat Adrianto
Durasi : 1 jam 36 menit 26 detik