Gaya hidup sehat dengan slogan “Back to Nature” menjadi trend baru masyarakat abad 21 saat ini. Orang semakin arif dalam memilih dan mengomsumsi pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Masyarakat dunia termasuk Indonesia mulai sadar akan bahaya yang ditimbulkan dari penggunaan bahan kimia sintetis pada pertanian. Hingga banyak yang mulai meninggalkan pola hidup lama yang memakai pupuk pestisida dan beralih ke produk pertanian organik yang sehat dan ramah lingkungan.
Dikutip dari laman Litbang.pertanian.go.id, pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan kimia sintesis.
Tingginya minat konsumen dan produsen pada produk pertanian organik membuat prospek ini cukup menjanjikan dari segi ekonomi. Harga produk pertanian organik bisa dibilang lebih tinggi dibandingkan dengan pertanian konvensional bahkan hingga mencapai tiga kali lipat.
Hal itu yang kemudian melandasi Syahril Alam untuk menghasilkan produk yang aman dari pertanian organik. Meski dari segi pengerjaannya lebih rumit dan betul-betul membutuhkan keseriusan.
Mahasiswa Departemen Agroteknologi Fakultas Pertanian Unhas ini berujar, produk pertanian yang berpestisida sangat berbahaya bagi kesehatan. Pasalnya, produk tersebut mengandung residu dari pupuk kimia yang bisa mengakibatkan penyakit berbahaya seperti kanker, serangan jantung dan stroke.
Ia kemudian menuangkan idenya ke dalam proposal untuk diajukan ke Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) Unhas tahun 2018. Usahanya ia mulai pada awal semester tiga dan mendapat bimbingan dari seorang pakar organik. Alhasil, berkat keyakinan dan usahanya bersama tim, ia dinyatakan lulus.

“Pertanian organik ini ramah lingkungan karena konsepnya dari alam, dan kembali ke alam dikarenakan dalam pengadaan input-nya berasal dari alam.” Ujar Zulfikri selaku Manajer Pemasaran dan Promosi.
Produk yang ia beri nama “Syukran Farm” ini memiliki fokus utama tanaman selada. Hal itu dikarenakan tanaman selada memiliki tingkat ketahanan yang tinggi dan memiliki hama yang sedikit.
Langkah awal dilakukan Syahril dan timnya adalah magang di tempat salah satu dosen pertanian yang merupakan pengusaha organik terbesar di Indonesia. Di tempat itu, seluruh anggota tim mendapatkan ilmu baru mulai dari pembuatan pupuk organik hingga cara memperlakukan tanaman dengan baik.

Selanjutnya, pengadaan lahan usaha dipinjamkan langsung oleh dosen pertanian di lahan percobaan Fakultas Pertanian Unhas. Pengelolaan tanah menjadi langkah awal tim ini turun ke lapangan. Selama dua minggu, mereka melakukan penggemburan, dan pemberian pupuk kandang. Gunanya, mengembalikan unsur hara, dan stuktur tanah yang telah rusak.
Kemudian pembuatan pupuk cair dengan menggunakan bahan organik seperti daun gamal, bonggol pisang, dan daun jati. Proses ini dilakukan dengan bantuan buah busuk sebagai bioaktifator. Lalu, melakukan penyemaian selama tujuh hari dan dipindahkan kebedengan. “Tanaman sudah dapat di panen setelah mencapai satu bulan dan pindah tanam,” jelasnya.

Pihak Mahasiswa yang terlibat dalam usaha ini yakni Syahril A dari Departemen Agroteknologi, Arifin Wahyu Saputra dari Departemen Hama dan Penyakit Tanaman, Abu Rifal Guslim dari Departemen Ilmu Hama dan Penyakit, dan Zulfikri dari Departemen Agribisnis.
“Perpaduan tim ini sangat pas dikarenakan anggota tim memiliki bidang yang mampu mereka terapkan langsung di lapangan seperti pengendalian hama dan penyakit tanaman, pengolahan pangan dan pemasaran, ” ujarnya.
Respon positif mereka peroleh dari Wakil Dekan 3, mahasiswa dan dosen-dosen di fakultas pertanian. Bahkan dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Unhas pun turut mendukung. Dana awal dari usaha ini murni dari Dikti sebanyak sembilan juta. Adapun dana yang digunakan sampai panen pertama hanya sekitaran empat juta.
Lebih lanjut ia menjelaskan, cara perawatan tanaman selada ini harus terbebas dari lingkungan yang menggunakan bahan pestida. “Lahannya sebaiknya terisolir dari bahan kimia karena pertanian organik ini 100% terhindar dari pestisida atau bahan kimia lainnya,” terangnya.
Zulfikri mengungkapkan, kendala dalam usaha ini adalah pengadaan sekam bakar dan air. Saat ini timnya bertani di musim kemarau dimana persediaan air cukup minim sedangkan kebutuhan air tanaman selada cukup banyak.
Hasil yang diperoleh dalam panen pertama sekitar 50 ribu buah selada. Harga yang dipatok berkisar 600 ribu dalam satu bedengan. Adapun target pasar tim ini yakni mahasiswa dengan harga bersahabat dan dosen-dosen, serta pengusaha burger di Makassar.

Sedangkan sistem pertanian yang diterapkan adalah pertanian berkelanjutan yakni panen sekali dalam empat hari, dan dua kali dalam seminggu, sesuai dengan permintaan pasar.
“Semoga usaha ini dapat berlanjut, dan pasarnya bisa menembus ekspor karena sayur selada sangat prospektif dan petani organik masih sangat kurang. Ditambah permintaan selada di luar negeri sangat banyak,” harap Zulfikri.
Reporter: Husna Quila