“Jangan Mudah Berkecil Hati Melihat Karya yang Lebih Bagus dari Punya Kalian.”
Begitulah pesan Koordinator Indonesia’s Sketcher Makassar (ISM) kepada para penggemar sketsa di luar sana.
ISM merupakan cabang dari Indonesia’s Sketchers Pusat yang berdiri pada 10 Oktober 2009 di Jakarta. Meskipun memiliki induk di Jakarta, Indonesia’s Sketchers di tiap daerah memiliki otonomi sendiri dalam mengelola komunitas di daerahnya masing-masing.
Logo Indonesia’s Sketchers di tiap daerah pun menjadi kewenangan masing-masing daerah. Contohnya seperti logo ISM sendiri, yang dibuat oleh seorang perupa dan kartunis bernama Faizal Ua.
Awal terbentuknya Indonesia’s Sketcher di Makassar bermula ketika seorang alumni Hubungan Internasional Unhas, Shanti Yani yang saat itu tinggal di Jakarta, mendapat saran dari koordinator IS Pusat untuk membawa “virus” komunitas sketsa tersebut ke Makassar.
“Tidak butuh banyak orang untuk saya memulai Indonesia’s Sketcher di Makassar ini, paling 3 hingga 5 orang yang rutin menggambar bersama, itu sudah bisa membuka cabang atau istilahnya chapter,” ungkap Shanti, Minggu (21/04).
Pada tahun 2010, ISM resmi berdiri dengan anggota awal yang terdiri dari Shanti sendiri bersama dengan keluarga dan teman-temannya. Awalnya, mereka rutin mengadakan kegiatan sketsa di Benteng Fort Rotterdam Makassar setiap hari Minggu.
Hasil karya mereka kemudian dipublikasikan di media sosial Facebook, yang kemudian membuat orang-orang tertarik untuk bergabung.
Dalam berkarya, ISM mengadopsi aliran urban sketching. Aliran ini mengutamakan objek yang dilihat secara langsung di lokasi dan langsung diselesaikan di tempat. Ketika karya telah selesai, anggota komunitas akan memotret dirinya bersama hasil sketsa mereka di lokasi tersebut.
ISM tidak membatasi anggotanya untuk menganut gaya tertentu. Setiap orang dibebaskan mengekspresikan karyanya dengan gaya masing-masing sesuai latar belakang dan keahlian yang dimiliki.
Seorang anggota dengan latar belakang arsitek tentu akan menghasilkan sketsa yang berbeda dengan anggota pecinta komik atau yang mahir dalam memotret. Keberagaman inilah yang menjadi daya tarik ISM.
Saat ini, ISM memiliki anggota aktif yang cukup banyak dengan jumlah member di Instagram sebanyak 1.139 orang, Facebook 550 orang, dan WhatsApp 77 orang. Meski begitu, komunitas ini tidak menerapkan kriteria khusus untuk mendaftar sebagai anggota.
Shanti menjelaskan bahwa komunitas mereka bersifat cair dan terbuka bagi siapa saja yang gemar menggambar dan memiliki perlengkapan gambar sederhana seperti kertas dan pulpen.
Bergabung dengan ISM pun terbilang mudah, bahkan tidak memiliki mekanisme khusus bagi calon anggota baru. Siapapun yang ingin bergabung dapat langsung datang ke lokasi kegiatan yang diinformasikan melalui media sosial ISM. Setelah hadir di lokasi, calon anggota akan ditawari untuk bergabung di grup WhatsApp komunitas.
Kegiatan rutin ISM adalah Sketsa Bareng (Sketbar) yang diadakan sebulan sekali di lokasi-lokasi bersejarah atau ikonik di Makassar. Beberapa di antaranya seperti Kapal Phinisi Pantai Losari, Benteng Fort Rotterdam, dan Benteng Somba Opu. Selain itu, ISM juga kerap mengadakan kegiatan lain seperti workshop, coach clinic, dan berkolaborasi dengan komunitas lain dalam pameran seni rupa.
Selain kegiatan di atas, ISM juga pernah berpartisipasi dalam beberapa kegiatan nasional seperti pameran nasional di Galeri Nasional Indonesia, sketch gathering dalam pameran Kopi Togetherness di Museum Nasional Indonesia, serta terlibat dalam kegiatan Festival Muslimah Gen Z. Tidak hanya itu, ISM juga pernah diundang untuk berpartisipasi dalam Festival Sketsa Indonesia “Sketsaforia Urban” oleh Galeri Nasional Indonesia.
Meski sukses menggelar berbagai kegiatan, ISM tak lepas dari tantangan dalam pengelolaan komunitasnya. Minimnya sumber daya manusia untuk mengurusi kepengurusan menjadi kendala utama.
“Kebetulan hanya saya yang seorang ibu rumah tangga. Jadi, paling memungkinkan untuk mengurusi ISM ini secara 100% itu hanya saya,” ungkap Shanti Yani selaku koordinator ISM.
Ia menambahkan bahwa tidak ada anggota komunitas yang berminat untuk mengurus atau membuat struktur formal dalam komunitas ini karena anggota ISM benar-benar minatnya hanya pada aktivitas sketsa bukan pada kepengurusan.
Kendati demikian, Shanti tetap optimis dengan perkembangan ISM ke depannya. Ia berharap agar anggota komunitas tidak mudah puas dengan pencapaian yang telah diraih dan terus berkarya.
“Jika sudah Sketbar, jangan berhenti. Teman-teman harus tetap berkarya tanpa harus menunggu momen Sketbar,” pesannya.
Lebih lanjut, Shanti memberikan pesan kepada anggota ISM agar tidak mudah berkecil hati melihat karya orang lain yang lebih bagus. Ia menyampaikan bahwa anggota harus selalu mau belajar dan menempatkan diri sebagai pembelajar, karena di dalam komunitas tersebut, semuanya sama-sama murid sekaligus guru.
Khaila Thahirah